Muhammadiyah: Seruan Moral Sivitas Akademika Kampus Seharusnya Direspons Positif

Munculnya berbagai pernyataan dari para guru besar dan sivitas akademika kampus menunjukkan kehirauan mereka terhadap masa depan demokrasi dan Indonesia.

oleh Muhammad Ali diperbarui 04 Feb 2024, 06:10 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2024, 06:10 WIB
Muhammadiyah
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan bahwa pernyataan sikap yang disampaikan para guru besar dan akademisi beberapa perguruan tinggi merupakan seruan moral yang harus direspons positif oleh pemerintah beserta penyelenggara Pemilu 2024.

"Pernyataan itu merupakan seruan moral yang seharusnya direspons positif oleh penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik, dan semua pihak yang berkontestasi dalam Pemilu 2024," kata Abdul Mu'ti yang dikutip dari Antara, Minggu (4/2/2024).

Mu'ti menuturkan munculnya berbagai pernyataan dari para guru besar dan sivitas akademika beberapa perguruan tinggi menunjukkan kehirauan mereka terhadap masa depan demokrasi dan masa depan Indonesia.

Meski demikian, Mu'ti juga menegaskan bahwa beberapa pernyataan yang mengatasnamakan perguruan tinggi Muhammadiyah semuanya merupakan pernyataan perseorangan atau kelompok tertentu.

"Pernyataan yang beredar saat ini bukan pernyataan resmi yang mewakili warga Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah," kata dia.

Sebelumnya, para guru besar dan akademisi dari sejumlah universitas negeri dan swasta di berbagai daerah mengeluarkan pernyataan terbuka menyoroti kondisi bangsa, khususnya soal situasi demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu 2024.

Mereka juga mengeluarkan petisi berisi kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan menyinggung soal etika hingga kenegarawanan.

Dimulai dari para akademisi di Universitas Gadjah Mada (UGM) lewat "Petisi Bulaksumur", kemudian disusul Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), Universitas Andalas Padang, Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Padjadjaran (Unpad), serta sejumlah kampus lainnya.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat (2/2), mengatakan dalam negara demokratis; kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi, maupun kritik harus dihormati.

"Bapak Presiden (Jokowi) juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi. Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," kata Ari.

 

Perbedaan Hal yang Wajar

Ari menyebut perbedaan pendapat, perspektif, maupun pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi. Terlebih, lanjutnya, di tahun politik menjelang pemilu, pertarungan opini pasti terjadi.

"Akhir-akhir ini, terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun, ada baiknya kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat," ujar Ari Dwipayana.

Ari menegaskan bahwa Presiden Jokowi tetap berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan koridor konstitusi.

Infografis Demokrasi Indonesia Tidak Membaik
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 lebih buruk daripada 2015 (liputan6/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya