5 Fakta Terkait Rencana Menag soal KUA Bisa Jadi Tempat Pernikahan Semua Agama

Kementerian Agama (Kemenag) tengah merencanakan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama, tak hanya Islam. Hal itu disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

oleh Devira PrastiwiDian Agustini diperbarui 26 Feb 2024, 14:20 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2024, 13:25 WIB
Kementerian Agama (Kemenag) tengah merencanakan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama, tak hanya Islam. Hal itu disampaikan Menteri Agama (Menang) Yaqut Cholil Qoumas.
Kementerian Agama (Kemenag) tengah merencanakan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama, tak hanya Islam. Hal itu disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) tengah merencanakan Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama, tak hanya Islam. Hal itu disampaikan Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Menag Yaqut menyampaikan, KUA akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga akan dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama.

"Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama," ujar Yaqut dalam keterangannya di Jakarta, dilansir dari Antara, Minggu 25 Februari 2024.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam bertajuk Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan.

Selain itu, menurut Yaqut, dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, diharapkan data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.

"Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama," ucap Yaqut.

Rencana tersebut pun menuai sorotan. Salah satunya Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie. Dia mengatakan, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.

"Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung," kata Tholabi seperti dikutip Senin (26/2/2024).

Berikut sederet fakta terkait KUA yang direncanakan menjadi tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga jadi tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama dihimpun Liputan6.com:

 

1. Menag Sebut KUA Bisa Digunakan untuk Tempat Pernikahan Semua Agama

Menag Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meluncurkan aplikasi Pegon Virtual Keyboard dan Rumah Kitab saat gelaran Devotion Experience atau Dev-X Kemenag di JCC, Jakarta, Sabtu 6 Januari 2024. (Foto: Humas Kemenag)

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, Kantor Urusan Agama (KUA) akan bertransformasi sebagai tempat yang tak hanya melayani umat Islam saja, tetapi juga akan dijadikan tempat pencatatan pernikahan bagi semua agama.

"Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama," ujar Yaqut dalam keterangannya di Jakarta, dilansir dari Antara, Minggu 22 Februari 2024.

Pernyataan Menag Yaqut tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam bertajuk Transformasi Layanan dan Bimbingan Keagamaan Islam sebagai Fondasi Pembangunan Nasional yang Berkelanjutan.

Menurut Yaqut, dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, diharapkan data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.

"Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu seharusnya menjadi urusan Kementerian Agama," ucap Yaqut.

 

2. Dipersilahkan bagi Umat Non Muslim Beribadah

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa pelunasan biaya haji reguler 1445 H/2024 M mulai dibuka pada 9 Januari 2024 mendatang. (Foto: Humas Kemenag)

Menag Yaqut juga berharap, aula-aula yang ada di KUA dapat dipersilakan untuk menjadi tempat ibadah sementara bagi umat non-muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi, sosial, dan lain-lain.

"Bantu saudara-saudari kita yang non-muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Tugas muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan pelindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya," kata Menag Yaqut.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam, Kamaruddin Amin mengatakan pada 2024, pihaknya akan meluncurkan KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas agama.

"Tahun ini pula segera kami launching KUA sebagai pusat layanan keagamaan lintas fungsi dan lintas agama," jelas dia.

 

3. Harap Bisa Direalisasikan

FOTO: Nikah Tanggal Cantik
Pasangan Artahabayu dan Salwa saat melangsungkan pernikahan di KUA Kecamatan Meteng, Jakarta, Selasa (22/2/2022). Sejumlah pasangan sengaja melangsungkan pernikahan pada hari ini yang memiliki tanggal, bulan, dan tahun unik yakni 22-02-2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menanggapi hal itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie, mengatakan, esensi Kementerian Agama sebagai organisasi negara yang melayani seluruh umat dapat direalisasikan dengan rencana tersebut.

"Ini gagasan out of the box namun sangat rasional karena sejatinya Kemenag adalah kementerian untuk semua agama. Dari sisi ide patut didukung," kata Tholabi seperti dikutip Senin (26/2/2024).

Dia mencatat, konsolidasi aturan melalui berbagai aspek, baik regulasi, organisasi, maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) harus dimatangkan.

Misalnya, dari sisi regulasi, eksplisit maupun implisit masih menempatkan pencatatan perkawinan di dua klaster, yakni pencatatan perkawinan untuk Muslim dan pencatatan perkawinan bagi non Muslim.

"Soal regulasi membutuhkan energi yang tidak ringan. Seperti di UU Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan UU Nomor 22 Taun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan, dan PMA Nomor 34 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama (KUA)," urai Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta ini.

 

4. Dinilai Tak Rumit

Wakaf
LWP NU dan Kemenag DKI Jakarta meluncurkan Pojok Wakaf Uang Calon Pengantin KUA. (Ist)

Tholabi mengingatkan, gagasan terkait dipastikan berdampak pada persinggungan dengan kementerian dan lembaga lainnya seperti dalam urusan koordinasi dan harmonisasi, baik dari sisi regulasi maupun pemindahan beban kerja antar instansi.

"Jadi tidak sekadar urusan regulasi, tapi harus melakukan penyamaan persepsi antar kementerian dan pelaksana teknis di lapangan," kata dia.

Di bagian lainnya, Tholabi juga memotret tentang satuan kerja yang membidangi masalah Kantor Urusan Agama (KUA), yakni Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Menurut dia, perihal penyesuaian organisasi di internal kementerian tidak begitu krusial.

"Saya kira, jika urusan internal organisasi di Kementerian Agama tidak terlalu rumit, tinggal reposisi dan membuat payung hukum saja," ungkap Tholabi.

 

5. Perhatikan Kesiapan SDM

FOTO: Melihat Prosesi Akad Nikah di Masa PSBB Transisi
Prosesi akad nikah di KUA Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Di masa PSBB transisi, pihak KUA menikahkan 8-10 pasangan per hari dengan mengikuti protokol kesehatan sesuai Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di aspek lainnya, Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) ini juga menyebutkan soal kesiapan SDM di lapangan yang mesti dilakukan dalam bentuk peningkatan kapasitas dan pengetahuan demi pelayanan yang prima kepada masyarakat.

"SDM adalah garda terdepan dalam pelayanan di bidang keagamaan, khususnya soal pencatatan perkawinan," pungkas Tholabi.

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia
Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya