HEADLINE: Heboh Lonjakan Suara PSI di Real Count KPU, Bakal Lolos ke Senayan?

Dalam hitungan hari, perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melonjak signifikan. Dugaan manipulasi suara pun mencuat.

oleh Muhammad Ali diperbarui 05 Mar 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2024, 00:00 WIB
Kaesang Pangarep Resmi Jadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia
Kaesang Pangarep (tengah) usai menerima surat keputusan pengangkatan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dari Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie pada Kopdarnas Deklarasi Sikap Politik PSI di Jakarta, Senin (25/9/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam hitungan hari, perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melonjak signifikan. Dugaan manipulasi suara pun mencuat.

Pada Kamis 29 Februari 2024 pukul 07.00 WIB, situs real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat suara PSI masih dibawah 3%, tepatnya 2,85%, berdasarkan suara masuk 65,48% (539.043 dari 823.236 TPS). Keesokan harinya, pada 1 Maret, dari total suara yang masuk sebesar 65,62 persen, suara PSI menjadi 3%. 

Suara PSI terus merangkak naik ke angka 3,13%, berdasarkan data yang masuk pada Senin 4 Maret pukul 18.00 WIB sebanyak 65.86% (542.215 dari 823.236 TPS). Perolehan suara PSI ini hanya menyisakan kurang dari 1 persen untuk bisa tembus ambang batas parlemen 4 persen dan mendudukkan calegnya ke kursi DPR RI. 

Menlonjaknya suara PSI ini menjadi sorotan karena sebelumnya partai yang dipimpin putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ini diprediksi lewat hasil quick count sejumlah lembaga survei tidak lolos ambang batas parlemen, dengan suara sekitar 2 sampai 2,5 persen.

Namun kini, perolehan data dari real count KPU berkata sebaliknya. Posisi PSI ini mengancam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini memperoleh 4.01%.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy menduga, meroketnya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Sebab, terjadi indikasi adanya penggeseran suara tidak sah menjadi sah untuk PSI.

"Hal ini jelas merugikan perolehan seluruh partai politik peserta Pemilu," kata pria karib disapa Romy, Senin (4/3/2024).

Ia memberkan, kalau partisipasi pemilih diasumsikan sama dengan 2019, maka suara sah tiap TPS = 81,69 persen x 300 suara = 245 suara per TPS. Itu berarti persentase suara PSI = 173/245 = 71 persen, dan seluruh partai lain hanya 29 persen.

"Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih," ungkap Romy.

Untuk menyelidiki dugaan itu, Romy mendorong partainya membawa hal terkait sebagai materi hak angket. Pihaknya akan mendesak pemanggilan seluruh aparat negara yang terlibat, mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu dan seluruh perangkatnya untuk mengungkap dugaan tersebut.

"Secara politik, DPR akan melakukan percepatan dan terobosan melalui hak angket agar tindakan-tindakan kecurangan Pemilu semacam ini dihentikan!," minta Romy.

Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menampik segara dugaan kecurangan di balik lonjakan suara partainya. Dia menilai wajar adanya penambahan suara saat KPU melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024.

"Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," kata Grace.

Ia menambahkan, saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi. "Di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat," kata dia.

Grace mengingatkan perbedaan antara hasil hitung cepat atau quick count dengan real count KPU juga terjadi pada partai-partai lain.

Ia mengambil contoh hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65 persen tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen. Contoh lain adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.

Menurut Grace, berdasarkan hitung cepat Indikator, PSI ada di angka 2,66 persen sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI lebih kecil dibanding kedua contoh sebelumnya.

"Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankan kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung," kata dia.

Ia meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional. "Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik," Grace menegaskan.

 

 
Infografis Suara Pemilu 2024 PSI dan 17 Parpol di Real Count KPU. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Suara Pemilu 2024 PSI dan 17 Parpol di Real Count KPU. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Pengamat Politik UI Aditya Perdana menilai fenomena lonjakan suara PSI seperti ini dalam konteks terjadi pergeseran penambahan atau pengurangan suara pada rekapitulasi penghitungan berjenjangnya KPU, bukan sebuah hal baru. 

"Itu sering dilakukan, maksudnya manipulasinya sering dilakukan biasanya para caleg dan kalau misalkan wartawan mengecek di lapangan tentu pasti akan ketahuan, banyak itu para caleg melakukan trading antar-para caleg atau antar-partai politik," katanya kepada Liputan6.com.

Menurutnya, dugaan praktik-praktik seperti itu bukan sesuatu yang mengherankan. Sehingga ketika itu muncul ke publik, terkait lonjakan suara PSI ini masyarakat patut meminta pertanggungjawaban KPU.

"Karena itu berada di jenjang KPU untuk kemudian mempertanggungjawabkan transparansi semua proses penghitungan suara baik itu Sirekap maupun yang real count-nya ataupun proses resminya melalui C1. Sehingga menurut saya dalam konteks ini yang bertanggung jawab semua itu ada di KPU," ujar Aditya.

"Jadi dengan orang ramai membicarakan soal (PSI) ini, berarti kan orang kritis terhadap proses penghitungan suara. Dan disitulah kemudian KPU harus bertanggung jawab."

Terpisah, Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyatakan, kenaikan suara PSI sangat anomali dibandingkan dengan partai lainnya.

"Secara logika politik, kalo data sudah masuk di atas 60 persen naik turunnya perolehan suara partai atau caleg biasanya datar, tak ada lonjakan-lonjakan yang signifikan. Ini yang perlu diinvestigasi untuk mengetahui datanya secara akurat agar semua transparan," ucapnya saat dihubungi Liputan6.com.

Namun, ia menduga data PSI naik signifikan itu bisa juga karena suara yang diinput berasal dari basis-basis PSI seperti di Jakarta, sebagian Jawa Timur, dan Jawa Tengah pads Pemilu 2024. "Tapi di luar itu basis PSI lemah dan di real count KPU potensial stagnan atau menurun prosentasenya. Karenanya jangan juga buru-buru menghakimi."

 

 

Terlalu Berisiko Jika PSI Lolos ke Parlemen

Kaesang Pangarep Resmi Jadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia
Surat Keputusan pengangkatan Kaesang menjadi Ketum PSI pun diserahkan Grace kepada Kaesang secara langsung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adi Prayitno menegaskan, real count KPU versi situs Sirekap ini bukan hasil resmi perolehan suara. "Yang resmi tetaplah hitung manual yang saat ini penghitungannya masih berjenjang dilakukan KPU dari TPS, kecamatan, dan seterusnya. Karenanya publik harus mengawal hasil manual ini."

Ia pun mengungkap adanya 3 faktor yang menyebabkan lonjakan suara PSI menjadi sorotan publik. "Pertama faktor Ketum PSI yang anak presiden. Seakan PSI punya privilage dalam politik. Padahal belum tentu juga, karena PSI pun butuh kerja keras. Di negara ini segala sesuatu yang terkait penguasa dan kekuasaan selalu dicurigai," ungkap Adi.

Faktor kedua adalah quick count sejumlah lembaga survei yang memprediksi PSI tak lolos ke parlemen. Jadi, ketika ada suara PSI naik signifikan seakan-akan itu anomali, mencurigakan, dan PSI potensial lolos ke parlemen.

"Padahal semestinya biasa saja. Karena data real count berbasis sirekap bukan hasil resmi pemilu," katanya.

Faktor ketiga terkait dengan pernyataan Tim Sukes Ganjar-Mahfud, Andi Widjayanto. "Yang bilang bahwa Jokowi pernah berkata pada dirinya: pertama paslon 2 menang satu putaran. Kedua, suara PDIP turun. Ketiga PSI lolos parlemen. Dua Presidksi Andi itu sahih, tinggal tunggu apakah PSI lolos parlemen atau tidak. Inilah yang menjadi bahan pembicaraan ramai," ujar Adi. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, jika membaca durasi penambahan suara PSI yang drastis memang patut dicurigai. Karena sistem penghitungan KPU mengalami masalah sejak awal dan publik seharusnya tidak miliki kewajiban untuk percaya.

"Sehingga hasil yang diterima PSI juga potensial karena faktor kesalahan, atau bahkan pelanggaran semisal penambahan secara tidak normal," katanya kepada Liputan6.com.

"Situasi penggelembungan itu memungkinkan, mengingat dari semua materi quick count yang dilaksanakan oleh banyak lembaga survei, dan terbukti selalu akurat bahkan sejak Pemilu 2004, kini tidak akurat dan hanya pada PSI, tentu ini menggelikan."

Penggelembungan suara, sambungnya, jika memang terjadi, modusnya tidak harus mengambil dari parpol lain, tetapi bisa dari kertas suara yang tidak terpakai. "Dan, penggelembungan suara antar-Parpol, bukan antar-Caleg, ini hanya bisa dilakukan oleh pihak yang benar-benar berkuasa dan bisa mengendalikan," imbuhn Dedi.

Dengan situasi saat ini, menurutnya terlalu berisiko jika PSI lolos ke parlemen dengan cara tidak lazim. "Bisa saja gerakan masyarakat tidak hanya menuntut audit atas perolehan suara PSI, tapi justru melebar hingga ke Pilpres. Jangan sampai gara-gara PSI, maka rusak semua hasil KPU selama ini," Dedi memungkasi.

Kata Jokowi Soal Suara PSI Meroket

Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai menghadiri HUT PSI ke-8 di Jakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023) (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai menghadiri HUT PSI ke-8 di Jakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023) (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tak mau ikut campur soal isu meroketnya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam beberapa hari terakhir. Meroketnya suara tersebut diduga terjadi secara anomali karena dinilai meningkat drastis.

Dia menilai hal tersebut adalah urusan partai dan lebih cocok ditanyakan kepada penyelenggara pemilu. "Itu urusan partai tanyakan ke partai, tanyakan ke KPU," singkat Jokowi saat ditanya awal media di Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin (4/3/2024).

Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Semarang, Melly Pangestu mengatakan meningkatnya perolehan suara PSI dipengaruhi oleh tingginya jumlah dukungan dari beberapa daerah, salah satunya Semarang.

Tingginya jumlah suara di Semarang dapat membuat partai berlambang bunga mawar itu meraih lima kursi di Dewan Perwakilan Rakyat DPR (DPRD) setempat.

"Untuk 2024 belum final perhitungan. Masih tingkat kota. Tapi bisa dipastikan PSI dapat 5 kursi untuk DPRD di 2024," kata dia.

Keberhasilan itu dinilai Melly berkat kerja keras para relawan dan kader dalam melakukan kampanye di wilayah Semarang.

Bukan hanya karena kerja keras para kader di wilayah, Melly menilai faktor sosok Kaesang Pangarep selaku Ketua Umum PSI sekaligus putra Presiden RI Joko Widodo menjadi magnet baru bagi warga.

Hal tersebut terbukti ketika perolehan suara PSI tahun ini yang melebihi jumlah saat pemilu 2019 lalu sebelum Kaesang didapuk jadi ketua umum.

"Dua faktor, Kaesang dan Jokowi effect serta perjuangan caleg secara merata,” kata dia.

Dengan semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada PSI, dia yakin para kader akan lebih semangat untuk membela kepentingan masyarakat ketika menjadi anggota legislatif.

 

Klarifikasi KPU Soal Lonjakan Suara PSI

Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP M Romahurmuziy
Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP M. Romahurmuziy (Foto: Liputan6/Delvira Chaerani Hutabarat)

 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) turut angkat bicara soal lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada hasil real count Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2024 yang menjadi sorotan publik. Suara PSI saat ini mencapai 3,13 persen dari 65,79 persen suara yang masuk.

Anggota KPU RI, Idham Holik menjelaskan bahwa perolehan suara partai pada data real count Pemilu 2024 sejalan dengan penambahan data yang masuk ke aplikasi Sirekap.

"Terkait kenaikan angka perolehan suara parpol itu akibat adanya penambahan data dokumen foto formulir Model C hasil plano yang diunggah ke aplikasi Sirekap," kata Idham saat dihubungi, Minggu (3/3/2024).

Idham menilai kenaikan perolehan suara dalam real count KPU adalah hal yang wajar, karena dialami oleh semua partai politik. Hal ini sejalan dengan data yang masuk dan diinput melalui aplikasi Sirekap.

"Pada umumnya data kuantitatif perolehan suara parpol juga naik, efek bertambahnya data perolehan suara peserta pemilu TPS-nya yang masuk Sirekap," tuturnya.

Namun demikian, Idham mengingatkan bahwa data real count yang disajikan KPU bukanlah hasil resmi dari Pileg 2024. Sebab hasil resmi merupakan perolehan suara yang dilakukan berdasarkan rekapitulasi berjenjang.

Sehingga kehadiran real count KPU hanyalah sebatas data untuk setiap pihak dapat memantau dan mengawasi secara bersama dan transparan terkait proses pemilu yang masih berlangsung.

"Sampai saat ini KPU RI belum melaksanakan rekapitulasi nasional untuk suara dalam negeri. KPU RI baru melakukan rekapitulasi nasional untuk suara luar negeri," kata dia.

"Hasil resmi perolehan suara peserta pemilu berdasarkan rekapitulasi berjenjang dimulai dari PPK, KPU Kab/Kota, KPU Provinsi sampai dengan KPU RI," tambahnya.

Infografis Ragam Tanggapan Heboh Ledakan Suara PSI di Real Count KPU

Infografis Ragam Tanggapan Heboh Ledakan Suara PSI di Real Count KPU. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Ragam Tanggapan Heboh Ledakan Suara PSI di Real Count KPU. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya