Liputan6.com, Jakarta Penolakan keras masyarakat atas perang yang terjadi di Gaza menciptakan efek domino yang sangat besar. Pasalnya, dari penolakan tersebut merembet secara luas ke penolakan terhadap segala perusahaan yang beroperasi di Indonesia dan memiliki afiliasi dengan Israel.
Pengajar Komunikasi Pemasaran di London School of Public Relations, Safaruddin Husada mengatakan bahwa penolakan atas produk perusahaan multinasional asing yang beroperasi di Indonesia dan disinyalir memiliki keterkaitan dengan Israel menjadi "berkah" bagi brand lokal.
Baca Juga
Dua Brand Lokal Ini Buktikan Bisa Sukses Bersama Shopee, Simak Perjalanan Inspiratif Mereka Yuk!
Penjualan Brand Lokal dan UMKM Naik 7 Kali Lipat di Kampanye 12.12, Produk Fesyen dan Kosmetik Terlaris
Brand Lokal dan UMKM Bersinar di Akhir Tahun, Penjualan Melonjak hingga 7 Kali Lipat di Puncak 12.12 Birthday Sale
"Brand lokal kini punya keleluasaan mengomunikasikan keunggulan produknya sekaligus posisi brand sebagai produk nasional yang berkomitmen pada nilai-nilai kemanusian yang universal,” katanya.
Advertisement
"Sebenarnya, ini momen yang tepat bagi brand lokal untuk menunjukkan ke publik kalau mereka berdiri di sisi yang benar, tidak memiliki keterkaitan apa pun yang sifatnya bisa melanggengkan penjajahan Israel atas Palestina," jelas Safarudin.
Dirinya pun mengungkapkan, kesadaran konsumen akan sebuah brand di Indonesia saat ini berkaitan dengan simpati mereka atas derita masyarakat Palestina.
"Kuncinya, brand yang berhasil mengomunikasikan reputasi sebagai perusahaan yang bersih dari tindakan tidak berperikemanusiaan, seperti yang dengan kasat mata dipraktikkan Israel di Gaza hari-hari ini bakal mendapat tempat khusus di hati konsumen," ungkap Safarudin.
Brand Lokal Punya Keleluasaan
Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya, Algooth Putranto mengatakan bahwa brand lokal kini punya keleluasaan untuk meraup keuntungan dari perubahan preferensi masyarakat atas merek multinasional asing.
"Masalah terbesar sejumlah brand perusahaan multinasional yang tengah didera gelombang penolakan adalah ketiadaan keterbukaan terkait nature hubungan induk mereka di luar negeri dengan Israel,” katanya.
"Berbagai pernyataan dan bahkan penyangkalan dari sejumlah brand asing sejauh ini nampaknya tak berbekas, karena konsumen juga sudah pintar, bisa mencari sendiri informasi yang tersedia secara ekstensif di Internet," jelas Algooth.
Dirinya pun meminta agar brand-brand multinasional yang memiliki afiliasi dengan Israel harus berani terus terang terkait relasi induk dengan negara yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu tersebut.
“Kejujuran seperti itu yang ingin didengar konsumen,” ucap Algooth.
Advertisement
Instruksi MUI
Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia sempat mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang "Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina” pada November 2023 lalu. Secara eksplisit, fatwa tersebut menganjurkan untuk tidak melakukan transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan.
“Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau masyarakat untuk menyebarluaskan fatwa ini, ” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh saat membacakan fatwa MUI itu pada Jum’at (10/11/2023).
Sejauh ini, MUI tidak mengeluarkan daftar produk pro Israel yang perlu diboikot. Namun MUI mempersilahkan masyarakat, termasuk kalangan peneliti dan akademisi guna menggali informasi secara independen untuk mengetahui mana dari produk yang beredar di tengah masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan Israel.
(*)