Liputan6.com, Jakarta Mantan Kepala Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Achmad Fauzi alias AF menjalani hukuman etik setelah terbukti oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK terlibat pungli di rutan KPK. Dia dijatuhi hukuman sanksi etik berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh pegawai KPK.
Eksekusi hukuman tersebut disaksikan langsung oleh Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorongan Panggabean beserta jajaran, serta Pimpinan dan Pejabat Struktural di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Baca Juga
Fauzi yang merupakan Pegawai Negeri Yang Diperbantukan (PNYD) asal Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di KPK dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman berat sesuai Pasal 4 ayat 2 huruf b perihal Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Advertisement
Eksekusi itu dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya H Harefa yang sekaligus berpesan agar kejadian kali ini diharapkan menjadi contoh terhadap para pegawai antirasuah lainnya.
"Pada seluruh Insan KPK hindari perbuatan yang berdampak negatif kepada diri sendiri, keluarga, dan instansi. Jaga nama baik organisasi KPK dan selalu mawas diri dalam setiap ucapan dan tindakan," ucap dia dalam keterangannya, Rabu (17/4/2024).
Pada saat yang bersamaan, Fauzi yang mengenakan rompi tahanan KPK mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
"Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut dan sebagai Insan KPK akan senantiasa bersikap, bertindak, dan/atau berbuat sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku," ujar mantan kepala rutan KPK itu.
KPK Eksekusi Putusan Etik Dewas, 2 'Bos' Pungli Rutan Sampaikan Minta Maaf
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap dua pegawai yang terlibat kasus pungli di rutan. Dua pegawai tersebut menjalani sanksi menyampaikan permintaan maaf.
Kedua pegawai tersebut yakni Sopian Hadi (SH) dan Ristanta (RT).
"Penjatuhan hukuman etik ini sebagai bentuk tindak lanjut KPK mengeksekusi pelanggaran para pegawai sesuai Pasal 4 ayat 2 huruf b perihal Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK oleh Dewas," ujar Sekjen KPK Cahya H Harefa dalam keterangannya, Selasa (16/4/2024).
Eksekusi tersebut kata, Cahya dilangsungkan secara langsung dan terbuka yang dilaksanakan di Auditorium Gedung C1 KPK, Senin 15 April 2024.
Hal tersebut sekaligus menjadi contoh terhadap pegawai KPK lainnya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dasar lainnya dalam IS KPK (Integritas, Sinergi, Keadilan, Profesionalisme, Kepemimpinan).
Di saat yang bersamaan, Ristana dan Sopian menyatakan permintaan maafnya. Mereka mengakui telah melakukan pelanggaran etik berupa penyalahgunaan jabatan dan/atau wewenang untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan. "Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan tersebut dan sebagai Insan KPK akan senantiasa bersikap, bertindak, dan/atau berbuat sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku. Dengan ini saya memberikan kuasa kepada Sekretaris Jenderal sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian untuk mengunggah rekaman permintaan maaf ini pada media komunikasi internal KPK," ujar Ristana dan Sopian.
Eksekusi dua pegawai tersebut menindak lanjuti putusan dari Dewas KPK yang menilai Sopian dan Ristana dinyatakan bersalah terlibat dari kasus pungli di Rutan KPK. Mereka pun disanksi etik berupa permintaan maaf secara terbuka langsung.
Sopian dan Ristana telah terbukti terlibat dalam pungli yang telah terjadi sejak tahun 2019 lalu. Mereka diduga telah menyalahgunakan jabatannya dan telah melanggar Undang-undang Dewas KPK.
Dewas KPK dalam putusannya juga merekomendasikan terhadap pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada Sopian dan Ristana.
Advertisement
15 Tersangka
KPK menetapkan 15 orang tersangka sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli) di rutan KPK. Dia antara para tersangka tersebut salah satunya adalah Kepala Rutan (Karutan) cabang KPK, Achmad Fauzi yang juga ikut terseret.
Selain Fauzi, KPK juga menetapkan Hengki yang merupakan pencetus 'Lurah' di tiga cabang rutan KPK.
Direktur Penindakan KPK, Asep Guntur menyebut kejadian pungli tersebut terjadi sekitar tahun 2019 lalu dimana dilakukan pertemuan terlebih dahulu. Diantaranya adalah mantan PLT kepala cabang rutan KPK 2018 Deden Rochendi (DR) termasuk Hengki dan tiga pegawai KPK lainnya.
Dalam pertemuan tersebut mereka sepakat untuk menunjuk 'Lurah' untuk mengkordinir pungli di tiga rutan cabang KPK.
"Memerintahkan MR (Muhammad Ridwan, petugas rutan) sebagai 'Lurah' di Rutan cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MHA (Mahdi Aris, petugas rutan) sebagai 'Lurah' rutan cabang KPK pada gedung merah putih, dan SH (Sopian Hadi, PNYD yang ditugaskan petugas rutan) di rutan cabang KPK gedung ACLC," ucap Asep saat konferensi pers, Jumat (15/3).
Dalam rentang waktu 2019 hingga 2023 Asep menyebut Hengki bersama dengan 14 tersangka lainnya dapat meraup untung hingga Rp6,3 miliar.
"Masih akan direkam penulisan serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya," jelas Asep.
Untuk keperluan penyidikan para tersangka langsung dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama dimulai dari 15 Maret hingga 3 April 2024 di urutan Polda Metro Jaya.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com