Liputan6.com, Jakarta Fenomena penjualan narkoba dengan menggunakan kemasan makanan tengah menjamur akhir-akhir ini. Dengan kata lain, peredaran zat adiktif itu semakin dekat dengan masyarakat serta meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keamanan publik.
Melihat hal tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) melalui Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim bergerak cepat mengatasi fenomena narkoba di dalam kemasan makanan. POLRI mengungkap kasus peredaran gelap narkoba itu selama delapan bulan terakhir, mulai dari September 2023 hingga Mei 2024.
Baca Juga
Dalam periode tersebut, Satuan Tugas Penanggulangan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P3GN) telah berhasil menangkap 28.382 tersangka terkait dengan kasus penyalahgunaan narkoba.
Advertisement
Sebanyak 23.333 tersangka sedang menjalani proses penyidikan, sementara 5.049 tersangka lainnya tengah menjalani rehabilitasi. Selama periode yang sama, polisi telah menerbitkan 19.098 laporan terkait kasus-kasus narkoba.
Berkaitan dengan itu, Anggota Komisi III DPR RI, Adang Daradjatun mengapresiasi kinerja POLRI tersebut. Ia pun menegaskan, DPR akan terus mendukung langkah-langkah POLRI untuk memberantas narkoba.
"Fraksi PKS bersama Komisi III DPR RI akan terus mendukung langkah-langkah pemerintah dan kepolisian dalam menanggulangi peredaran narkoba demi terciptanya masyarakat yang sehat dan aman dari ancaman zat adiktif," ujarnya.
Politisi Fraksi PKS itu juga mengingatkan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba dan pentingnya peran aktif semua pihak dalam pencegahan dan pemberantasan peredaran narkoba.
Selesai kan RUU Narkotika
Adang menyebut, Komisi III DPR RI sedang menyelesaikan RUU Narkotika yang dalam proses mempersiapkan diri penyelesaian.
"Dalam proses penyelesaian, ada beberapa hal penting yakni tentang latar belakang, di mana 60-70% isi Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah pengguna narkotika yang baru coba-coba dan tidak mengerti bahwa barang itu jenis Narkotika yang berbentuk permen, minuman, dan sebagainya," sebutnya.
Adang mengungkapkan bahwa LP sudah Over-Capacity sehingga menimbulkan biaya makan sangat berat dan ketidakjelasan tentang siapa ‘pengguna’ serta siapa ‘Bandar’.
“Di samping itu juga Organ Tim Assessment Terpadu (TAT), Organ/ Tim untuk menentukan seseorang hanya baru pengguna narkotika atau masuk dalam katagori bandar,” ungkapnya.
"Penentuan jenis Narkoba baru, yang belum masuk dalam Lampiran UU Narkoba Nomor 35 / 2009 tentang Narkotika, yang saat ini berlaku," jelas Adang.
Untuk mendapatkan berita terbaru terkait DPR, bisa lihat di sini.
(*)
Advertisement