Potret Cerita Kurikulum Merdeka: Orang Tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus Sebut Guru Lebih Kreatif

Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menilai, Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif.

oleh Winda Nelfira diperbarui 05 Jul 2024, 17:05 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2024, 17:05 WIB
Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menilai, Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif.
Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menilai, Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta - Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menjadi salah satu peserta dengan karya terpilih yang mengirimkan 'Potret Cerita Kurikulum Merdeka'.

Sri yang merupakan orang tua dengan anak berkebutuhan khusus bernama Abraham Alexi Putra yang duduk di bangku kelas 4 SLB Lahat, Sumatera Selatan ini mengatakan Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif.

"Abraham ini merupakan siswa atau anak berkebutuhan khusus yang mengalami down syndrom dan sekarang alhamdulillah anak saya itu bersekolah di Lahat kelas 4. Satu kata untuk Kurikulum Merdeka mungkin kreatif," kata Sri dalam acara Gelar Wicara Sesi 1 Festival Kurikulum Merdeka, Jakarta Convention Center (JCC), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Menurut dia, dengan Kurikulum Merdeka, baik guru, orang tua, maupun murid mampu mempunyai ruang untuk mengeksplorasi apa yang menjadi minat bakat dan keinginan anak-anak.

Sehingga, kata dia, semua bisa mengeluarkan ide dalam menerapkan pembelajaran.

Sri menyampaikan, di SLB Lahat anaknya diajarkan kegiatan kreatif di luar ruang semisal berkebun. Kegiatan itu, ujarnya kerap dibawa anaknya saat berada di rumah.

"Kita lihat di video tadi Amar juga menggemburkan tanah, menanam cabai karena di sekolah juga SLB itu tidak hanya belajar di dalam kelas juga ada kegiatan berkebun, dari itu Amar bisa merefleksikannya di bawa ke rumah," ucap dia.

Sri menilai, kegiatan semacam itu mampu membuat anaknya merasa lebih rileks. Selain itu, anak dinilai bisa menerima pelajaran lebih baik.

"(Pelajaran disekolah) diekspresikan ke rumah, kami juga bisa mendampinginya selama di rumah," terang dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kurikulum Merdeka Buat Hubungan Orang Tua dan Guru Jadi Terbuka

Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menilai, Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif.
Orang tua murid asal Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lahat, Sumatera Selatan (Sumsel) Sri Mayawati menilai, Kurikulum Merdeka membuat guru lebih kreatif. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Lebih lanjut, Sri menilai, Kurikulum Merdeka membuat hubungan antara orang tua dan guru menjadi lebih terbuka. Orang tua, kata dia, mengetahui dengan leluasa minat dan bakat yang dimiliki oleh anak.

"Karena di sekolah SLB itu sendiri itu tiap bulan itu rutin ada pertemuan antara guru untuk mengevaluasi apa kira kira yang menjadi kendala, halangan anak didik karena SLB negeri Lahat itu juga negeri penggerak angkatan ketiga," papar Sri.

Sri tak menampik tantangan terbesar anak berkebutuhan khusus dalam belajar ialah kurang fokus untuk menerima sesuatu. Oleh sebab itu, ia berharap dengan kurikulum merdeka guru bisa lebih optimal dalam mendidik peserta didik berkebutuhan khusus.

"Kita harus membersamainya itu sedetail mungkin agar dia mengerti apa yang kita ucapkan atau ajarkan, jadi benar-benar kita ikut aktif berpartisipasi, merangkul dia dengan kasih sayang dan kelembutan yang kita punya," pungkas Sri.

 


Kurikulum Merdeka Dinilai Bebas dan Terarah, Guru SDI Pelibaler NTT Buat Program Pojok Curhat bagi Siswa

Guru Sekolah Dasar Inpres (SDI) Pelibaler, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Stefanus Padeng menceritakan soal Kurikulum Merdeka yang dinilai membuat guru lebih bebas, namun tetap terarah.
Guru Sekolah Dasar Inpres (SDI) Pelibaler, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Stefanus Padeng menceritakan soal Kurikulum Merdeka yang dinilai membuat guru lebih bebas, namun tetap terarah. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Sebelumnya, Guru Sekolah Dasar Inpres (SDI) Pelibaler, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Stefanus Padeng menilai Kurikulum Merdeka membuat guru lebih bebas, namun tetap terarah dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik.

"(Kurikulum merdeka) bebas tetapi tetap terarah. Murid dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya," ujar Stefanus dalam acara Gelar Wicara Sesi 1 Festival Kurikulum Merdeka, Jakarta Convention Center (JCC), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Stefanus bercerita, menciptakan 'Pojok Curhat Tirta' bagi muridnya sebagai salah satu upaya implementasi kurikulum merdeka di SDI Pelibaler, Sikka, NTT. Pada program tersebut, kata dia, para peserta didik dapat menyampaikan curahan hati (curhat).

"Sebagai guru kita memang harus melaksanakan pembelajaran itu sesuai dengan kebutuhan murid. Di sini saya melaksanakan pembelajaran diferensiasi dan salah satu upaya saya untuk mengetahui pengetahuan awal murid itu adalah dengan Pojok Curhat Tirta," ucap Stefanus.

Dia mengatakan, kegiatan itu bisa membantunya untuk mendapatkan pengetahuan awal para murid. Ada pun Tirta, kata Stefanus, merupakan singkatan.

"T itu adalah tujuan, I itu adalah identifikasi, R rencana tindak lanjut, Ta itu adalah tanggung jawab komitmen dari guru dalam melaksanakan rancangan kegiatan," terang dia.

Menurut Stefanus, dari hasil curhatan murid di 'Pojok Curhat Tirta', didapat beberapa hasil semisal minat hingga bakat para murid. Hal itu, ia jadikan dasar untuk merancang pembelajaran berdiferensiasi.

 


Pembelajaran Diferensiasi

Guru Sekolah Dasar Inpres (SDI) Pelibaler, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Stefanus Padeng menceritakan soal Kurikulum Merdeka yang dinilai membuat guru lebih bebas, namun tetap terarah.
Guru Sekolah Dasar Inpres (SDI) Pelibaler, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Stefanus Padeng menceritakan soal Kurikulum Merdeka yang dinilai membuat guru lebih bebas, namun tetap terarah. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Stefanus menjelaskan, adapun pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran di mana guru menggunakan berbagai metode untuk memenuhi kebutuhan individual setiap siswa sesuai dengan kebutuhan berupa pengetahuan yang ada, gaya belajar, minat, dan pemahaman terhadap mata pelajaran.

Dia mengaku menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan mengajak siswanya bernyanyi di kelas. Dengan sebuah gitar kecil, Stefanus kerap merubah lirik dari lagu anak-anak dengan lirik bahan ajar.

"Saya sering mengajak murid saya di kelas untuk bernyanyi bersama di awal pembelajaran atau pun saat ice breaking dengan lagu anak yang liriknya telah saya ubah sesuai dengan tone tone pembelajaran," papar dia.

Stefanus mengatakan, cara itu memberikan banyak manfaat ke peserta didiknya. Selain memperkuat ingatan, para murid juga menjadi lebih termotivasi dalam belajar.

"Ini manfaatnya banyak loh, bisa memperkuat ingatan, bisa meningkatkan motivasi, memfasilitasi pemahaman materi yang sulit itu itu bisa menjadi lebih mudah kalau dinyanyikan," pungkas Stefanus.

Infografis Usulan Gaji Guru Honorer Setara UMR
Infografis Usulan Gaji Guru Honorer Setara UMR. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya