Liputan6.com, Jakarta - Polisi menangkap sepasang kekasih lantaran membuat video syur dan menjadi promotor judi online. Kasus ini berawal dari patroli siber untuk mendeteksi para promotor judi online.
Hasilnya, ditemukan dua orang yang diduga melakukan aktivitas terlarang. Mereka kemudian ditangkap pada Kamis, 11 Juli 2024.
Baca Juga
"Teman-teman dari Reskrim melakukan patroli siber, ditemukan aktivitas tersebut. Kedua pelaku sudah tidak bersekolah," ucap Kapolsek Kebon Jeruk, Kompol Sutrisno dalam keterangan tertulis, Rabu (24/7/2024).
Advertisement
Kepada polisi, mereka berdua mengakui mempromosikan judi online secara rutin selama satu tahun terakhir. "Mereka mempromosikan judi online dengan mengunggah konten setiap hari dan menerima bayaran bulanan," tutup Sutrisno.
Tak hanya itu, kedua pelaku juga membuat konten porno yang dijual ke media sosial.
"Dari media sosial, mereka punya kontak di Telegram, Instagram, dan WhatsApp. Sudah satu tahun ini, mereka memiliki kontak pelanggan. Ketika ada pesanan, mereka membuat video, mengirimkannya, dan menerima pembayaran. Tidak dibuka untuk umum, hanya untuk pelanggan tertentu yang sudah berkomunikasi," ujar dia.
Atas perbuatannya, orang pelaku berinisial MM dan AA terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.
"Untuk pelaku dua orang, keduanya pacaran. Untuk pasal yang kita terapkan adalah pasal 303 UU ITE, dengan ancaman enam tahun penjara. Kemudian, juga diterapkan pasal pornografi, yaitu pasal 36 UU Nomor 44 tahun 2004 tentang pornografi, dengan ancaman 12 tahun penjara," ujar dia.
Dampak Judi Online Sangat Parah
Peredaran dan dampak judi online di Indonesia dinilai sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan. Karena itu, perlu kerja-kerja efektif dalam pencegahan dan pemberantasan judi online, antara lain melalui monitoring.
"(Dampak judi online) sangat parah, bandar dan penjudi cukup besar," kata Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman.
Sunyoto mengatakan judi online membuat orang jadi tidak produktif, berpikir kaya dengan jalan potong kompas tanpa kerja keras, serta boros. Masyarakat menggemari judi online karena kemudahan dalam mengakses situs secara daring.
Sedangkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Nadia Yovani mengatakan keberadaan Satgas dalam pemberantasan judi online hanya bagian dari kontrol sosial, hukum, dan kontrol birokratis dari pemerintah kepada masyarakat.
"Menurut saya, Satgas saja tidak cukup. Di masyarakat Indonesia, yang jadi masalah bukan Satgasnya, tapi proses monitoring yang jadi masalah," ujar Nadia.
"Pemerintah sudah membentuk Satgas Pemberantasan Judol, terus siapa yang memonitor? Lintas kementerian, Kemenkumham, apakah polisi ada atau tidak, apakah sudah kerja sama dengan cyber police?" tambahnya.
Advertisement