Asosiasi dan Perusahaan Digital Dorong Aturan Wajib Digitalisasi Transaksi Pembayaran

Trian mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 90 persen industri logistik di kota-kota besar dan daerah di Indonesia sudah mengadopsi sistem pembayaran digital.

oleh Tim News diperbarui 30 Sep 2024, 16:46 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2024, 09:46 WIB
Edukasi pembayaran digital TDC.
Edukasi pembayaran digital TDC. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Penasihat Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (ADEI), Trian Yuserma, bersama Direktur Utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), sepakat mengenai perlunya regulasi yang mewajibkan digitalisasi pembayaran di sektor logistik. Hal ini dinilai penting untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam industri tersebut.

Trian mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 90 persen industri logistik di kota-kota besar dan daerah di Indonesia sudah mengadopsi sistem pembayaran digital, namun diperlukan aturan yang lebih tegas untuk memastikan penerapannya secara merata di seluruh wilayah.

"Di industri logistik atau pengiriman barang saat ini 90 persen sudah melakukan cashless atau non-tunai. Kalau dulu transfer atau bayar pakai mesin EDC, sekarang pakai dan QRIS dan E Wallet," kata Trian saat dihubungi, Rabu (25/9/2024).

Namun, Trian yang merupakan mantan Kepala Unit Pemasaran PT Pos Indonesia (Persero) memiliki beberapa catatan khusus terkait digitalisasi pembayaran di industri logistik saat ini.

Ia menyarankan agar pemerintah membuat aturan tegas agar seluruh industri logistik yang saat ini sudah banyak digerakkan oleh e-commerce diwajibkan menggunakan transaksi digital.

"Saran saya harus ada regulasi yang mewajibkan agar seluruh industri logistik sudah pakai QRIS, e-wallet dan digital payment lain. Jangan ada pakai tunai lagi. Selain lebih aman dan efisien, transaksi tunai kalau bisa diminimalisir demi menghindari inflasi juga," kata bekas Senior Advisor PT JNE itu.

Atas dasar itu, ia mengkritik soal pembayaran Cash On Delivery (COD) oleh perusahaan e-commerce yang melakukan pembayaran tunai setelah barang diantar dan diterima oleh konsumen. Menurut dia, pembayaran menggunakan COD harus dilarang oleh pemerintah.

"Ini anomali di dunia logistik yang sudah melakukan transformasi digital. Harus dilarang, COD itu kembali lagi kita bayar tunai. Ini uang untuk COD saat ini sangat besar. Secara bisnis tidak efisien karena kurir harus banyak bawa uang tunai terus disetor secara manual. Lebih banyak mudharat dan risikonya. Kurir logistik yang seharusnya cuma antar barang jadi semacam 'debt collector'," kata Trian.

COD Diubah Pembayaran Digital

Menurut Trian, sistem COD harus diubah menjadi pembayaran digital oleh konsumen. Hal itu bisa dilakukan dengan pembeli atau konsumen yang membayar lewat e-wallet saat barang tiba di alamat tujuan oleh kurir.

Selain itu, kurir juga bisa membawa mesin atau alat di handphone yang bisa membuat konsumen atau pembeli membayar pakai QRIS atau transaksi digital lain.

Selain itu, Trian yang kini menjadi Praktisi Properti Logistik itu mengkritik adanya bebas ongkos kirim (ongkir) dari e-commerce yang menurutnya melanggar regulasi dan memberatkan perusahaan logistik atau kurir.

"Industri kurir atau pos saat ini tidak baik-baik saja terkait masalah COD dan bebas ongkir. Perusahaan kurir atau ligistik cash flownya tidak bagus. Ini harus dievaluasi karena pajak ke negara juga turun. Sudah banyak yang tumbang gara-gara ini," kata Trian yang merupakan mantan Sekjen Asosiasi Perusahan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) itu.

 

Pembayaran QRIS

Sementara itu, Indra mengatakan setuju digitalisasi pembayaran salah satunya dengan QRIS akan menciptakan keamanan dan efisiensi dalam transaksi perdagangan.

“Memang sudah seharusnya digitalisasi berlaku wajib, khususnya usaha yang berkaitan dengan pemasukan pajak dan pertumbuhan ekonomi negara,” ujar Indra.

Indra yang saat ini memimpin perusahaan yang bergerak di bidang teknologi keuangan digital juga mendorong digitalisasi dilakukan di sektor lain seperti UMKM dan retail. Ia menyakini digitalisasi transaksi keuangan itu suatu keniscayaan yang wajib bagi seluruh sektor usaha saat ini.

Ia mengapresiasi Bank Indonesia yang terus menerus mensosialisasikan digitalisasi pembayaran salah satunya dengan mengunakan QRIS.

Namun, ia menilai sosialisasi dan edukasi ini juga harus dilakukan semua pihak termasuk perusahaan yang dipimpinnya.

“Kami terus berinovasi salah satunya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM dengan memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing, dan insentif lainnya selama menjadi mitra,” ujarnya.

Gandeng Mitra

Perusahaannya dalam memasarkan Poskulite mengandeng beberapa mitra seperti Tamado Grop di Sumatera dan ikut berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan seperti Jateng Fair 2024 dan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Fest di Bali 2024.Menurutnya, Posku Lite ingin menghapuskan

pandangan mengenai penggunaan aplikasi kasir yang sulit dan harga yang terlalu tinggi terutama untuk pebisnis pemula. Indra mengakui masih minimnya wawasan dan literasi yang ada, membuat masyarakat, khususnya pelaku usaha masih takut menggunakan aplikasi digital tersebut.

Padahal, kata dia aplikasi kasir digital memiliki banyak manfaat, salah satunya pencatatan transaksi, arus keluar masuk barang atau uang dalam menjalankan bisnis lebih aman dan terpercaya.

Dalam kesempatan ini, Indra menyarankan perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang Sistem Keamanan Informasi

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya