Qodari Sebut Indonesia Masih dalam Kategori Demokrasi: Jangan Dibikin Tiba-tiba 'Authoritarian'

Qodari menekankan bahwa Indonesia, berdasarkan indeks demokrasi saat ini, berada dalam kategori flawed democracy (demokrasi tidak sempurna).

oleh Khofifah Azzahro diperbarui 13 Nov 2024, 02:02 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2024, 02:02 WIB
Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari
Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari menghadiri diskusi publik terkait Prospek Demokrasi Indonesia di Masa Pemerintahan Prabowo Subianto yang digelar di Gondadia, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/11/2024). (Liputan6.com/Khofifah)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari menghadiri diskusi publik terkait Prospek Demokrasi Indonesia di Masa Pemerintahan Prabowo Subianto yang digelar di Gondadia, Jakarta Pusat, pada Selasa (12/11/2024).

Dalam diskusi tersebut, Qodari menjelaskan bahwa masyarakat harus kritis saat membahas kategori demokrasi. Dia juga menyinggung lembaga riset Economist Intelligence Unit (EIU) sebagai contoh dalam mengkategorikan indeks demokrasi.

"Kalau kita bicara kategorisasi demokrasi, kita harus lihat makronya. Economist Intelligence Unit itu kan buat 4 kategori negara atau kategori demokrasi," ujarnya.

"Kategori pertama itu full demokrasi, kedua itu flawed demokrasi, yang ketiga itu hybrid demokrasi, kemudian authoritarian," tambahnya.

Qodari menekankan bahwa Indonesia, berdasarkan indeks demokrasi saat ini, berada dalam kategori flawed democracy (demokrasi tidak sempurna).

"Ya angka kita masih di flawed democracy. Jangan juga dibikin seolah-olah kemudian Indonesia itu tiba-tiba jadi authoritarian democracy. Enggak. Angkanya itu angka di flawed democracy," tegasnya.

Ia menyatakan bahwa kategori demokrasi Indonesia sangat tergantung pada kriteria yang digunakan oleh setiap lembaga riset.

"Nah apakah kemudian akan menjadi full democracy? Ya kembali juga menurut saya kepada kita sendiri mau melihat demokrasi dalam konteks Indonesia itu apakah sepenuhnya akan menggunakan kriteria-kriteria yang dipakai oleh Economist Intelligence Unit ini," jelasnya.

"Dia kan punya berapa tuh, 60 kalau nggak salah item, lalu ada beberapa indikator, civil liberties, dan seterusnya, ya empat atau lima kategori ya," tambah Qodari.

 

Kategori Demokrasi

Lebih lanjut, ia menekankan kembali bahwa Indonesia masih berada di kategori demokrasi.

"Tapi Indonesia itu yang penting tuh nggak jadi authoritarian democracy. Enggak juga hybrid regimes, kita masih demokrasi," ujarnya.

Sebagai mantan penasihat relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro), Qodari juga mengingatkan bahwa penilaian terhadap demokrasi Indonesia jangan hanya dilihat dari angka penurunan.

"Itu yang menurut saya harus di-highlight, harus diketahui oleh teman-teman ya. Jangan seolah-olah ini turun, lalu kemudian jadi authoritarian democracy. Enggak, authoritarian state gitu. Kita tetap demokrasi," ucapnya.

Ia juga kembali menegaskan bahwa penilaian atau kriteria dalam indeks demokrasi sangat bervariasi.

"Dan kembali bahwa memang penilaian-penilaiannya itu ya kita tahulah bahwa demokrasi itu dia punya kriteria-kriteria yang mungkin ada variasi-variasinya pada tingkat lokal ya. Dan Economist Intelligence Unit bukan satu-satunya penilaian demokrasi yang ada di dunia," ungkapnya.

Infografis Demokrasi Indonesia Tidak Membaik
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 lebih buruk daripada 2015 (liputan6/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya