Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) menggelar seminar bertajuk “Membedah Arah Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 - Tinjauan Hukum, Implementasi, dan Masa Depan Kebijakan Olahraga Indonesia” di Pullman Hotel, Tanjung Duren Selatan, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Ketua Umum (Ketum) DPP AAI Palmer Situmorang menyampaikan, pihaknya memilih topik terkait Peraturan Menteri Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 dengan pertimbangan matang.
Advertisement
Baca Juga
“Saya kira kalau melihat sepintas tidak terlihat bahwa di mana esensi daripada topik kita hari ini. Tetapi saya berterima kasih khususnya kepada Adinda Alfin Sulaiman, Wakil Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia yang selalu proaktif, mau melihat celah-celah yang sebenarnya kelihatan kecil tetapi bisa merampas dan merontokkan semangat secara menyeluruh sebagai kegiatan olahraga yang profesional,” tutur Palmer di Pullman Hotel, Tanjung Duren Selatan, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 sendiri mengatur tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Olahraga Prestasi. Palmer menilai, sangat perlu memastikan regulasi tersebut dapat menumbuhkan olahraga di Tanah Air.
“Olahraga bukan saja hanya mencari orang-orang yang bisa membawa bendera Indonesia ke kancah internasional. Tetapi yang paling utama bagaimana membuat regulasi itu menjadi semangat olahraga, sehingga rakyat Indonesia itu senang berolahraga, sehingga mudah mencari bibit-bibit yang baik di dalamnya hanya masyarakat yang cinta olahraga,” jelas dia.
“Tidak hanya sekedar mencari atlet, tetapi menciptakan budaya yang berolahraga sehingga para pegiat, sehingga pemerintah, sehingga para organisatoris dapat menangkap bibit-bibit unggul. Tanpa ada bibit-bibit yang bertebaran di masyarakat, tanpa ada rasa berolahraga di masyarakat, tanpa ada kecintaan masyarakat berolahraga, bibit itu tidak tampak,” sambungnya.
Palmer juga menyoroti pentingnya pembuatan suatu produk undang-undang atau pun peraturan kementerian yang melibatkan partisipasi masyarakat.
“Banyak di dalam kegiatan pemerintahan kita, ketika melahirkan undang-undang, ketika membuat satu peraturan, tidak atau melibatkan itu lembaga swadaya masyarakat atau non-government organization, para pegiat, padahal sebenarnya baik undang-undang, partisipasi masyarakat itu sangat diperlukan,” ungkapnya.
Sebagai masyarakat internasional di bidang olahraga dan anggota dari beberapa organisasi mancanegara, Palmer mengingatkan bahwa Indonesia tunduk pada aturan dan konvensi yang berlaku secara internasional.
“Aturan yang dibuat di sini, pertama, apakah ia mengekang kebebasan berekspresi, kebebasan berorganisasi, dan tadi sudah disindir, apakah Peraturan Nomor 14 ini tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, bahkan kepada konstitusi kita di mana setiap organisasi mempunyai kebebasan berserikat. Nah kalau yang menentukan nanti ketua-ketua organisasi itu, ada campur tangan pemerintah,” ujar dia.
“Lalu apa kata organisasi yang menjadi induk sebagai organisasi internasional? Apa kata mereka? Apa yang mereka kualifikasikan kepada anggotanya yang bernama Indonesia itu di dalam membina olahraganya? Itu tidak lepas,” lanjut Palmer.
Jangan Ada Praktik Penyalahgunaan Wewenang
Lebih lanjut, dia juga mengungkit adanya Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang masuk dalam nominasi pemimpin negara terkorup versi OCCRP. Hal itu lantaran dinilai telah menyalahgunakan kewenangan.
Dia meminta, jangan sampai praktik penyalahgunaan kewenangan itu terjadi di dunia olahraga, sebuah aktivitas yang menjunjung sportivitas. Hukum menjadi patokan untuk mengukur kedisiplinan seseorang, kedisiplinan satu bangsa, dan kedisiplinan dalam membangun satu peradaban bangsa.
“Apa korupsinya? Tidak ada. Tetapi yang mereka lihat, coba nanti kita compare dengan olahraga kita. Mereka mengatakan, mereka menerima pengaduan, menyalahgunakan kekuasaan, itu juga korupsi. Karena abuse of power itu, jangan lupa Undang-Undang Nomor 28, pemerintahan yang bersih dan bebas, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Apakah nanti dengan Undang-Undang Nomor 14 ini bukan melahirkan nepotisme-nepotisme baru? Karena tidak profesional kalau sesuatu olahraga organisasinya dicampuri,” tukasnya.
Stafsus Menpora Alfin Sariatmaja yang hadir mewakili Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo menanggapi, bahwa pemerintah tidak pernah bermaksud untuk melakukan intervensi atau mencampuri urusan internal organisasi olahraga. Dalam penyusunan Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 pun telah melibatkan berbagai organisasi cabang olahraga, termasuk KONI dan KOI.
“Karena memang setiap organisasi olahraga prestasi merupakan stakeholder kami yang bersama-sama dengan pemerintah tentu bertujuan memajukan olahraga Indonesia,” tutur Alfin.
Dia mengulas, rekomendasi yang diatur dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 merupakan tindakan yang selalu terjadi, khususnya terkait penerbitan izin keramaian oleh Polri atau pun pengabsahan badan hukum oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum atau AHU.
“Dan hanya akan berlaku jika terjadi konflik internal dalam organisasi olahraga, di mana dalam konflik tersebut telah ditempuh proses penyelesaian sengketa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tetapi tidak ditemukan penyelesaiannya dan berdampak sistemik terhadap pembinaan olahragawan,” jelas dia.
Rekomendasi dalam Permenpora itu juga disebutnya bukan merupakan keputusan tata usaha negara yang konkret individual final rekomendasi, namun bersifat sebagai bahan pertimbangan bagi otoritas yang berwenang.
“Jadi memang salah satu juga yang mendasari atau menjadi dasar pemikiran kenapa Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 ini lahir juga adalah adanya konflik-konflik di organisasi keolahragaan. Sebetulnya pemerintah itu sangat tidak terlalu memperdulikan mengenai konfliknya,” kata dia.
“Artinya siapa yang menjadi pemimpin organisasi, pemerintah tidak menaruh perhatian mengenai siapa yang menjadi ketua umum atau siapa yang menjadi pengurus. Tetapi pemerintah sangat menaruh perhatian ketika konflik ini menyebabkan atlet tidak bisa bertanding,” Alfin menandaskan.
Advertisement