Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding mengakui, pihaknya masih kesulitan untuk mendampingi WNI korban penembakan di Malaysia.
"Jadi masih semua tertutup akses untuk melihat atau mendampingi jenazah maupun korban sakit juga belum di dapat," kata Karding, Senin, (27/1/2025).
Baca Juga
Sehingga, dia menyampaikan, belum ada informasi resmi terkait kronologi penembakan yang menewaskan satu WNI di Malaysia.
Advertisement
"Jadikan ke menteri luar negeri atau ke kedutaan itu hadir penuh, atau kepolisian kita jadi belum ada info apapun," ujar dia.
Kendati demikian, Karding menegaskan, pemerintah akan menyiapkan advokasi hingga pendampingan bagi para korban.
"Jadi pada prinsipnya pemerintah akan menyiapkan advokasi pendamping namun sekarang memang oleh pemerintah Malaysia atau pihak kepolisian dan imigrasi Malaysia belum membolehkan untuk dibuka akses pada jenazah dan pada korban-korban lainnya yang dirawat di beberapa rumah sakit," tegas Karding.
"Tapi kementerian luar negeri dalam hal ini kedutaan besar sekaligus kami di kementerian P2MI akan memastikan akan ada pendampingan," imbuhnya.
Penembakan WNI di Malaysia, KBRI Telah Minta Akses Konsuler untuk Kunjungi Korban
Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengungkapkan bahwa KBRI Kuala Lumpur telah mengkonfirmasi insiden tersebut. Penembakan terjadi saat WNI diduga mencoba keluar Malaysia melalui jalur ilegal dan melakukan perlawanan terhadap petugas APMM.
"Berdasarkan komunikasi KBRI dengan PDRM (Polisi Diraja Malaysia), benar telah terjadi penembakan oleh APMM terhadap WNI," jelas Judha dalam keterangan resmi.
Penembakan dilakukan karena WNI melakukan perlawanan. Satu WNI meninggal dunia dan beberapa lainnya luka-luka.
KBRI Kuala Lumpur telah meminta akses kekonsuleran untuk mengunjungi para korban dan jenazah.
"KBRI sudah meminta akses agar pemerintah Indonesia dapat melihat para korban dan jenazah yang tewas karena tertembak," ujar Judha.
Selain itu, KBRI juga akan mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia untuk mendorong dilakukannya penyelidikan atas insiden penembakan tersebut, termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force).
"Kemlu dan KBRI Kuala Lumpur akan terus memonitor penanganan kasus ini oleh otoritas Malaysia dan memberikan bantuan kekonsuleran kepada para WNI," tambah Judha.
Advertisement
DPR Desak Kemlu Kirim Nota Diplomatik ke Pemerintah Malaysia Usai Penembakan 5 Migran Indonesia
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) segera mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia atas insiden penembakan lima Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.Â
"Kami meminta Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur untuk mengirim nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia terkait insiden penembakan lima orang WNI pekerja migran tersebut," kata Dasco dalam keterangannya, Senin (27/1/2024).
Dasco juga meminta Kementerian Luar Negeri bersama Kementerian Perlidungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menempuh jalur Diplomatik untuk mengusut insiden penembakan lima PMI tersebut. Supaya kasusnya tuntas dan transparan.
"Kami mendorong Kemenlu RI dan Kementerian P2MI untuk menempuh langkah-langkah diplomatik guna mengungkap insiden tersebut secara tuntas dan transparan," ujar dia.Â
Sebelumnya, Kementerian Perlidungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) meminta pemerintah Malaysia mengusut kasus penembakan terhadap lima pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia pada Jumat (24/1/2025).Â
Wakil Menteri P2MI Christina Aryani mengungkap, berdasarkan informasi yang diterima, penembakan dilakukan oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM). Dalam peristiwa ini, satu orang tewas, dan empat luka-luka.
"Kementerian P2MI mendesak pemerintah Malaysia melakukan pengusutan terhadap peristiwa ini dan juga mengambil tindakan tegas terhadap aparat patroli atau petugas patroli bila mana terbukti melakukan tindakan penggunaan kekuataan berlebihan atau excessive use of force," kata Christina dalam keterangannya, Minggu (26/1).
Â
Reporter:Â Alma Fikhasari/Merdeka