Liputan6.com, Jakarta Paulus Tannos akhirnya ditangkap. Tersangka korupsi megaproyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) itu dibekuk lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) pada 17 Januari 2025.
Pemilik nama asli Thian Po Thjin itu sudah tiga tahun lebih jadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tepatnya sejak 19 Oktober 2021. Tannos berhasil melarikan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP pada 2019.
Advertisement
Baca Juga
Tannos ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik Husni Fahmi.
Advertisement
Dalam pelariannya, Paulus Tannos mengganti identitas dan kewarganegaraan. Pada 2023, tim penyidik berhasil mendeteksi keberadaan Tannos di Bangkok. Namun KPKÂ menemui kendala, karena Tannos sudah berganti kewarganegaraan dan menggunakan paspor Guinnes Bissau, salah satu negara di Afrika Barat. Sehingga pihak kepolisian Bangkok kesulitan memenuhi permintaan KPK untuk menangkap Tannos.
Selanjutnya, pada November 2024, penyidik KPK mengajukan provisional arrest atas nama Paulus Tannos yang berkediaman di Singapura kepada pengadilan Singapura.
Pengadilan Singapura menyetujui provision arrest atas nama Paulus Tannos yang bertempat tinggal di Singapura. Pada 17 Januari 2025, pihak CPIB melaksanakan penangkapan.
Saat ini Paulus Tannos ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Penahanan merupakan mekanisme yang diatur dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kementerian Hukum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.
"Saya melihat sudah sangat positif apa yang dilakukan Singapura, dalam hal ini penangkapan terhadap Paulus Tannos, tersangka korupsi yang sudah buron. Artinya, Singapura menghormati perjanjian ekstradisi antara kedua negara. Walaupun baru dan ini merupakan yang pertama, jadi saya pikir ini bagus," ujar mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo kepada Liputan6.com, Kamis, 30 Januari 2025.
Terkait masa penahanan 45 hari, Yudi meminta KPK harus bergerak cepat untuk memulangkan Paulus Tannos. Kejaksaan, Kepolisian, Kementerian Hukum, termasuk juga Kementerian Luar Negeri melalui KBRI Singapura, harus dapat menyelesaikan proses ekstradisi sebelum tenggat waktu penahanan selesai.
"Dan tentu pemerintah Indonesia sebisa mungkin memulangkan cepat Paulus Tannos, sehingga waktu penahanan tidak habis. Kita akan lihat bagaimana pihak Indonesia meyakinkan pihak Singapura melakukan ekstradisi Paulus Tannos," kata Yudi.
"Setidaknya dengan penahanan, pihak Singapura ini merupakan hal yang sangat penting. Karena tentu pihak Singapura sudah menganalisis dan pro ke Indonesia, dan Paulus Tannos bisa dibawa ke Indonesia, sehingga Paulus Tannos bisa mempertanggungjawabkan perbuatan," mantan penyidik KPK itu menambahkan.
Baca juga Profil Paulus Tannos, Tersangka Korupsi E-KTP yang Buron dan Kini Ditangkap
Â
Upaya Indonesia Ekstradisi Paulus Tannos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Mabes Polri dan pemerintah saat ini masih fokus dalam upaya mempercepat ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura. Pihak KPK juga belum mengirimkan tim untuk menemui langsung Paulus Tannos karena masih fokus proses ekstradisi.
"Apakah sudah ada kunjungan ke sana setelah proses penangkapan? Sampai saat ini belum ada. Karena dari pihak Indonesia, termasuk KPK, saat ini masih berusaha untuk memenuhi persyaratan yang diajukan dalam proses ekstradisi tersebut, sehingga fokusnya itu saja," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025, dilansir Antara.
Meski begitu, Tessa menegaskan, KPK tetap berkomunikasi intens dengan lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Namun proses formal ekstradisi dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan Divisi Hubungan Internasional Polri.
"KPK juga memiliki hubungan baik dengan CPIB di Singapura, tentunya ada komunikasi informal yang dilakukan, tetapi secara formil, administrasi tersebut diajukan surat pengantarnya melalui Kementerian Hukum," ujar Tessa.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto memastikan telah merampungkan sejumlah dokumen untuk kepentingan ekstradisi Paulus Tannos. Kata Setyo, KPK memiliki waktu selama 45 hari terhitung sejak Paulus Tannos ditahan sementara di Singapura.
"Sudah dikirim syarat administrasi. 45 hari provosional arrest satu tahapan dalam ekstradisi, mudah-mudahan lancar semua" kata Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi, Selasa, 28 Januari 2025.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas optimistis berkas-berkas bisa diajukan sebelum masa tenggat yakni 3 Maret 2025 atau selama 45 hari, sehingga Paulus Tanos bisa segera dibawa ke Indonesia.
"Nah, dokumen itu saat ini kita punya waktu 45 hari. 45 hari itu untuk melengkapi dokumen. Tapi saya yakinkan bahwa kita tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret, ya dalam waktu dekat," ujar Menkum Supratman dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Januari 2025.
Supratman menegaskan Paulus Tannos masih berstatus warga negara Indonesia (WNI). Pasalnya, kata dia, Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga Tannos tidak serta-merta mendapatkan kewarganegaraan lain sekali pun memiliki paspor di negara lain.
"Yang bersangkutan memang memiliki paspor negara sahabat. Meski demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM bahwa untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis," ungkap Supratman.
Menkum menjelaskan bahwa Tannos sudah dua kali mengajukan permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia. Akan tetapi, prosesnya belum selesai karena sampai saat ini Tannos belum melengkapi dokumen.
Supratman menyebutkan sampai tahun 2018 paspor Tannos masih berstatus WNI dan masih atas nama Thian Po Tjhin.
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya meyakini ekstradisi terhadap Paulus Tannos akan terlaksana meski buronan KPK itu memiliki paspor Republik Guinea-Bissau, lantaran hubungan diplomatik yang erat antara Indonesia dengan Singapura.
Dalam memberikan ekstradisi, Willy menilai Singapura akan lebih mempertimbangkan Indonesia yang memiliki hubungan jauh lebih lama dan erat.
"Tentu Singapura juga tidak menginginkan kekebalan diplomatik dipakai untuk berlindung dari kejahatan yang terjadi di negerinya," ujar Willy, Kamis, 30 Januari 2025, dilansir Antara.
Karena itu, dia optimistis Kementerian Hukum akan berhasil memulangkan Tannos ke Indonesia untuk menjalani hukuman atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
"Saya sangat optimistis dengan kinerja Kementerian Hukum dan jajarannya untuk bisa membawa Paulus Tannos kembali dan menjalani proses hukumnya di Indonesia," ucap Willy.
Baca juga Soal Kewarganegaraan Ganda Paulus Tannos, Yusril Tegaskan Buron KPK Itu Masih WNI
Advertisement
Paulus Tannos Saksi Kunci Korupsi e-KTP
Tertangkapnya Paulus Tannos diharapkan dapat mengungkap tuntas kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo menyatakan keterangan Paulus Tannos sangat penting untuk menyeret aktor-aktor lain yang terlibat dalam kasus korupsi berjemaah ini.
"Peran dia sangat penting ya, karena Tannos sudah ikut dari awal proses proyek ini. Tentu dia tahu kesepakatan-kesepakatannya. Siapa saja yang terlibat. Keterlibatannya sejauh mana. Apakah klusternya dia sendiri, birokrat dalam negeri, ataupun politisi-politisi," kata Yudi saat berbincang dengan Liputan6.com.
"Tentu kita berharap kesaksian dia akan memperkuat, sehingga bisa ditemukan alat bukti yang cukup. Karena korupsi ini keterangan saksi sangat penting ya. Mencari petunjuk bukti yang bagaimana. Siapa-siapa yang keterangannya yang kurang," kata Yudi yang juga pernah terlibat dalam penyidikan kasus korupsi e-KTP.
Saat ini, menurut Yudi, Paulus Tannos merupakan saksi kunci untuk menguak kasus korupsi e-KTP dan menyeret orang-orang yang terlibat. Sehingga tidak berhenti pada aktor-aktor yang saat ini sudah dipidana, salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Ujungnya kasus ini tidak harus yang paling tinggi ya, kan bisa ke mana-mana. Kita baru bisa melangkah kalau ada bukti yang lain. Saat ini, bukti yang bisa didapatkan dari Tannos. Kalau bukti dari dalam negeri, Johannes Marliem, sudah meninggal. Saat ini saksi kunci Tannos. Makanya kita berharap Tannos dapat segera dibawa ke Indonesia," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Laode Muhammad Syarif bersyukur dengan penangkapan Paulus Tannos. Dengan ditangkapnya Tannos, Laode berharap kasus korupsi e-KTP terungkap sampai ke akarnya dan aktor-aktor lain bisa diseret.
"Kita bersyukur ya, kita bersyukur, bahwa itu kan zaman kami itu bisa melarikan diri terus sekarang bisa didapat," ujar Laode di Griya Gus Dur, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Januari 2025.
"Mudah-mudahan dengan didapatkannya dia, aktor-aktor baru, dia bercerita siapa-siapa saja aktor itu," kata Laode.
Laode menyebut kerugian negara dalam kasus korupsi e-KTP sangat besar. Meski begitu, pengembalian kerugian negara atas korupsi tersebut masih terbilang kecil.
"Ingat ya, kerugian negaranya kan waktu itu sekitar Rp2,9 triliun. Kalau enggak salah, yang bisa di-recover itu masih sangat sedikit. Ya diharapkan, Paulus Tannos bisa menceritakan banyak," ucap Laode.
"Sehingga mudah-mudahan itu bisa menjadi perkembangan baru kasusnya, termasuk yang terlibat yang lain bisa lebih didapat sekarang," tambahnya.
Tak hanya itu, Laode juga berharap Tannos mengungkapkan pihak-pihak yang membantunya melarikan diri selama menjadi buronan KPK.
Baca juga Mantan Penyidik KPK Beberkan Kronologis Pencarian Buron Paulus Tannos
Â
KPK Diminta Tidak Tebang Pilih Usut Korupsi e-KTP
Mantan penyidik KPK, Praswad Nugroho, berharap Lembaga antirasuah tidak politis dalam mengusut kasus korupsi proyek e-KTP. Kata Praswad, meskipun Paulus Tannos sudah tertangkap, namun KPK tidak bisa serta merta hanya memeriksa dari kubu yang saat ini berlabel oposisi pemerintah.
"Tapi jangan oposisi-opsisi terus, semuanya dong, Golkar dan lain-lain semua. Kemarin kita ganas banget, Hasto (Sekjen PDIP), Miryam (S Hariyani). Keluarkan sprindik baru. Jangan yang ini ganas yang sebelah sana selow, kita antisipasi," ucap Praswad kepada merdeka.com, Kamis, 30 Januari 2025.
Menurut Pras, keterangan Paulus Tannos memang patut dinantikan, mengingat perannya begitu penting dalam kasus ini. Meski demikian, kasus korupsi e-KTP ini jangan dijadikan alat politik oleh KPK untuk memukul pihak oposisi.
"Perlu diingat, jangan sampai kasus ini jadi bahan politik saja, nanti ujung-ujungnya yang dapat semuanya oposisi saja, yang diusut oposisi ini lagi, Gerindra dan kawan-kawan yang sudah enggak oposisi, aman. Itu yang buat kita muak, itu saja kekhawatirannya," tegas Praswad.
Meski demikian, Praswad mengapresiasi KPK, Interpol Mabes Polri dan Kejaksaan yang berhasil menangkap Paulus Tannos.
"Ini adalah contoh nyata sinergisitas di jalan yang benar antara penegak hukum yang patut dipedomani di masa yang akan datang, kerja sama dalam menyelesaikan perkara dan mengejar buronan. Sekali lagi, selamat kepada KPK," ujar Praswad.
Baca juga Diperkaya Paling Besar oleh Setya Novanto, Paulus Tannos Masih Hirup Udara Bebas
Â
Advertisement