Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Indah Sri Utari mengatakan, azaz dominus litis dalam hukum pidana bahwa pada dasarnya Kejaksaan memiliki kewenangan menentukan apakah suatu perkara pidana itu akan diajukan ke Pengadilan atau tidak.
Dia menyebut, Kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk menentukan jalannya perkara, termasuk menentukan tuduhan, menentukan pembuktian, dan argumen hukum.
Baca Juga
"Pada dasarnya prinsip-prinsip azaz dominus litis dalam hukum pidana itu adalah kewenangan menentukan perkara. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan suatu perkara pidana akan diajukan ke Pengadilan atau tidak," ujar Wakil Dekan FH Unnes ini, melalui keterangan tertulis, Kamis (7/2/2025).
Advertisement
Menurutnya, adanya tuduhan kemudian pembuktian dan ini menjadi masalah yakni adanya keterbatasan dan kemungkinan keterbatasan pengetahuan di pihak kejaksaan.
Di samping itu, kata Indah, juga adanya kemungkinan berpotensinya terjadinya penyalahgunaan asas tersebut sehingga dapat disalahgunakan oleh kejaksaan untuk menunda atau mengganggu proses jalannya peradilan.
"Jangan salah bahwa di dalam sebuah peradilan pidana itu adalah sebuah sistem sistem yang terdiri dari subsistem. Sub sistem Kepolisian yaitu penyidikan, Kejaksaan penuntutan, Pengadilan yaitu hakim memutuskan perkara dan LP (lembaga eksekutor)," beber dia.
Menurut Indah, semua lembaga itu harus punya kewenangan yang sinergi yang sama. Sistem itu, kata dia, harus ditopang oleh sub sistem yang sederajat karena apabila ada dominasi kewenangan ada kemungkinan terjadi dan bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Mungkin juga di dalam di Kejaksaan ada kemungkinan terjadinya penundaan penuntutan, kejaksaan bisa jadi menunda penuntutan terhadap seseorang tersangka tanpa alasan yang jelas. Sehingga memungkinkan tersangka untuk melarikan diri atau menghancurkan barang bukti," ucap dia.
Sistem Peradilan Pidana
Indah melanjutkan ada juga untuk pengabaian bukti kejaksaan dan semuanya berpotensi kejaksaan mengabaikan bukti yang kuat terhadap seseorang tersangka. Sehingga, kata dia, memungkinkan tersangka untuk dibebaskan dalam proses hukum yang adil.
"Padahal di dalam sistem peradilan pidana itu perlu adanya proses of low. Sehingga kemungkinan kalau penerapan tanpa batas terkait dengan asas dominus litis ini tidak menyebabkan adanya ke adanya sinergitas antara sub antara satu subsistem di dalam sistem peradilan pidana," terang Indah.
Selain itu, lanjut dia, bisa saja terjadi penyalahgunaan penuntutan. Kejaksaan bisa jadi menyalahgunakan wewenang penuntutan untuk menghentikan penuntutan untuk menargetkan lawan politik misalnya atau lawan bisnis, sehingga memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan.
"Semua itu serba mungkin, karena dominasi, super atau pemberian kewenangan yang lebih dalam subsistem yang sama didalam sistem peradilan pidana. Sehingga penerapan dominus litis di dalam Revisi KUHAP nanti perlu juga ke hati-hatian apalagi kalau asas dominus litis akan dimasukkan didalam UU Kejaksaan," ucap Indah.
"Karena ini perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang menjadi Super Power yang kemudian menerapka kehati-hatian di dalam proses penerapan sebuah sistem," pungkasnya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)