Liputan6.com, Jakarta - Penentuan awal Ramadan 2025/1446 berpotensi menimbulkan perbedaan karena posisi bulan pada 28 Februari 2025 sulit diamati di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika rukyat gagal, ada kemungkinan 1 Ramadan jatuh pada 2 Maret 2025.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaludin, menjelaskan bahwa posisi bulan di Banda Aceh saat Maghrib 28 Februari 2025, memiliki tinggi toposentrik 4,5° dan elongasi geosentrik 6,4°.
Advertisement
Baca Juga
"Ini sedikit melebihi kriteria MABIMS, yaitu tinggi lebih dari 3° dan elongasi lebih dari 6,4°," katanya yang dikutip dari Youtube Tdjamaluddin, Sabtu (22/2/2025).
Advertisement
Namun, di Surabaya, tinggi bulan hanya 3,7° dengan elongasi 5,8°, yang masih di bawah batas kriteria MABIMS. "Posisi bulan yang terlalu dekat dengan matahari dan ketinggiannya cukup rendah ini menunjukkan kemungkinan besar hilal sulit dirukyat," jelas Thomas.
Selain faktor astronomi, kondisi cuaca juga berpotensi mengganggu pengamatan hilal. "Potensi gagal rukyat cukup besar, selain hilal sangat tipis, faktor cuaca kemungkinan besar juga menjadi kendala," tambahnya.
Ketidakpastian hasil rukyat ini berpotensi memicu perdebatan dalam sidang isbat. Ada dua kemungkinan keputusan yang bisa diambil.
"Pertama, sidang isbat tetap konsisten dengan kriteria MABIMS dan merujuk fatwa MUI 1981. Dengan hasil hisab di Aceh yang memenuhi kriteria, maka 1 Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025," ujar Thomas.
Namun, opsi kedua adalah sidang isbat mengambil keputusan berdasarkan hasil rukyat. "Karena di sebagian besar wilayah Indonesia hilal tidak mungkin dirukyat, maka 1 Ramadan bisa ditetapkan pada 2 Maret 2025," katanya.
Keputusan resmi awal Ramadan akan ditentukan dalam sidang isbat yang digelar pemerintah pada Jumat 28 Februari 2025. Sidang isbat akan digelar di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta.
"Saya pribadi akan ikut keputusan pemerintah pada sidang isbat apa pun hasilnya. Keputusan ikut pemerintah pada sidang isbat karena sidang dihadiri pakar astronomi, pakar fiqih, perwakilan ormas. Selain itu, sidang juga mempertimbangkan aspek astronomis, aspek fiqih, aspek kemaslahatan umat," dia menandaskan.
Pemantauan Hilal di 125 Titik se-Indonesia
Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar pemantauan hilal (rukyatul hilal) untuk menentukan awal Ramadhan 1446 Hijriah pada 28 Februari 2025. Pemantauan ini akan dilakukan di 125 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Pemantauan hilal awal Ramadhan akan dilakukan di 125 titik se-Indonesia pada 28 Februari mendatang," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad dikutip dari Antara, Jumat (21/2/2025).
Menurut Abu Rokhmad, rukyatul hilal akan melibatkan para ahli falak dari Kantor Wilayah Kemenag dan Kemenag kabupaten/kota. Kegiatan ini juga bekerja sama dengan Pengadilan Agama, organisasi masyarakat Islam, serta instansi terkait lainnya.
Berdasarkan perhitungan astronomi (hisab), ijtimak menjelang Ramadhan 1446 H diperkirakan terjadi pada Jumat, 28 Februari 2025, sekitar pukul 07.44 WIB. Pada hari pemantauan, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia diperkirakan berada di atas ufuk, dengan kisaran antara 3° 5,91’ hingga 4° 40,96’. Sementara itu, sudut elongasi berkisar antara 4° 47,03’ hingga 6° 24,14’.
Hasil rukyatul hilal dari berbagai daerah akan dibahas dalam sidang isbat yang akan digelar di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta. Keputusan sidang ini akan menjadi dasar penetapan awal Ramadhan 1446 H di Indonesia.
Sidang isbat akan dihadiri oleh sejumlah pihak, termasuk perwakilan duta besar negara sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Mahkamah Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Advertisement
