Guru Besar UPN Veteran Jakarta Soroti KUHAP Baru Pada Peran Jaksa

Prof Bambang menilai perlu adanya beberapa perubahan namun pada prinsipnya jaksa tetap melakukan perbaikan terhadap hasil penyidikan.

oleh Dicky Agung Prihanto Diperbarui 25 Feb 2025, 20:29 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2025, 20:29 WIB
UPN Veteran
Focus Group Discussion (FGD) yang membahas KUHAP baru di Universitas UPN Veteran Jakarta, Selasa (25/2/2025). (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Para civitas Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, menyoroti berbagai aspek pembaruan sistem peradilan. Adapun pembahasan tersebut terkait dominus litis (pihak yang mengendalikan jalannya perkara) dalam KUHAP baru.

Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta Prof Bambang Waluyo mengatakan, dominus litis merupakan kewenangan dari kejaksaan atau jaksa. Dominus litis menempatkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana, menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.

"Jaksa itu sebagai penuntut umum. Mulai dari penyidikan itu sudah memantau sidang sampai pelaksanaan pidana itu yang antar ke LP (lapas) itu jaksa," ujarnya pada Focus Group Discussion (FGD) di UPN Veteran Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Dominus litis telah diatur pada undang-undang dan dalam historis pun diatur akan peran Jaksa. Hal itu dikarenakan jaksa bertanggung jawab terhadap tersangka, terdakwa, hingga ke ranah pengadilan. "Penasihat hukum itu tanggung jawab adalah pengertian membela klien dan sebagainya. Hakim, itu apa yang disampaikan oleh penuntun umum yang dibela oleh penasihat hukum, hakim memutus," jelasnya.

Prof Bambang meminta hakim untuk bersifat objektif ke objektif dan jaksa penuntun umum dari subjektif ke objektif. Dirinya menyetujui dominus litis tetap diatur di KUHAP, dikarenakan penegakan hukum dapat adil dan khusus kepolisian, tetap berperan sebagai penyidik.

"Jaksa itu penyidik kalau perkara korupsi, perkara pelanggaran HAM berat itu Jaksa Agung dan sebagainya. Jadi sesuai dengan undang-undang masing-masing," terangnya.

Terkait perkara korupsi, Jaksa diperbolehkan untuk melakukan penyidikan dan menuntut. Namun peran polisi dapat menjadi penyidik dalam perkara apapun.

"KUHAP kan sudah dibuat tahun 1981. Ini dulu dari zaman Belanda namanya HIR 1981 lah. Sekarang disesuaikan dengan perkembangan hukum yang ada politik, dan sebagainya disesuaikan dengan KUHAP yang baru," ucapnya.

 

Efektifkah Aturan Ini?

Prof Bambang menilai perlu adanya beberapa perubahan namun pada prinsipnya jaksa tetap melakukan perbaikan terhadap hasil penyidikan. Hal itu dapai disesuaikan dengan platform dan sesuaikan dengan administrasi.

"Karena memang dari Undang-Undangnya, dari filosofis juridis, sejarahnya ya jaksa. Nah penyidik, polisi ya penyidik, hasilnya diserahkan ke kejaksaan," ungkap Bambang.

Disinggung soal efektif atau tidaknya aturan tersebut, Prof Bambang menilai tergantung pada profesionalitas jaksa.

"Ya efektif nggaknya kembali lagi ke profesionalitas, integritas, dan pengawasan dari lembaga itu. Kalau nggak diawasi kan repot, ini mohon maaf wartawan baik, tapi kadang-kadang nggak diawasi kan? Kadang-kadang kan, maaf ya namanya manusia, makanya tetap harus ada pengawasan tadi," tutur Bambang.

Infografis

Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor
Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya