Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono mengatakan, kerja sama pertahanan masih menjadi aspek paling lemah dalam hubungan bilateral Indonesia-China.
Pernyataan itu disampaikan saat seminar publik berjudul “Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China” yang diselenggarakan Prodi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI) bersama Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Indonesian Maritime Initiative (Indomasive).
“Indonesia memang menyambut baik kerja sama dalam bidang-bidang seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan infastruktur, tetapi menjadi berbeda ketika menyangkut isu pertahanan,” kata Dave seperti dikutip Rabu (5/3/2025).
Advertisement
Politisi Partai Golkar tersebut membeberkan beberapa hal yang menjadi hambatan bagi hubungan kerja sama pertahanan antara Indonesia dan China. Pertama, sikap konfrontatif China di Laut China Selatan (LCS) dan tindakan tegas Indonesia terhadap kapal-kapal ikan ilegal China dan sub-marine drone (kapal tanpa awak bahwa laut) China.
“Ketegangan di Laut China Selatan, menjadi alasan bagi Indonesia untuk menghentikan latihan militer Sharp Knife antara Indonesia China pada 2015,” jelas Dave.
Kedua, lanjut Dave, Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Indonesia lebih banyak berasal dari negara Barat yang berkiblat pada NATO. Padahal China bersama Rusia bersikap anti terhadap NATO.
“Ketiga adalah adanya warisan sejarah yang masih membentuk persepsi yang anti terhadap kehadiran China,” beber pria peraih gelar doktor di bidang ilmu pertahanan dari Unhan RI tersebut.
Dave meyakini, bukan tanpa risiko bagi Indonesia dalam menjalin hubungan kerja sama pertahanan dengan China. Salah satunya, adalah ketegangan dengan negara lain, khususnya dengan negara Barat yang selalu menganggap China sebagai potensi ancaman.
“Risiko kedua terkait dengan kontrol dan pengaruh. Ada risiko bahwa China dapat menggunakan kerja sama ini untuk meningkatkan pengaruhnya atas keputusan strategis Indonesia, termasuk dalam hal kebijakan luar negeri dan pertahanan. Ada kekhawatiran bahwa kita akan didikte oleh China,” paparnya.
Namun demikian, Dave menegaskan selama ini risiko di atas baru sebatas kekhawatiran saja karena belum pernah terjadi Indonesia didikte oleh China.
Pembicara
Sebagai informasi, dalam acara tersebut ada juga pembicara lain yaitu Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto dan Direktur Eksekutif Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), Curie Maharani, Ph.D juga menyampaikan pandangannya. Kedua pakar tersebut sepakat bahwa hubungan kerja sama antara Indonesia dan China memiliki sisi keuntungan dan kerugian bagi Indonesia.
Sementara itu, Ketua FSI yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan Johanes Herlijanto menyampaikan pandangan bahwa Indonesia perlu mempelajari maksud China dalam menjalin hubungan pertahanan dengan Indonesia.
Advertisement
