Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akan menggelar sidang lanjutan perkara penyalahgunaan kewenangan dalam pengaturan frekuensi 2,1 Ghz melalui jaringan 3G atau High Speed Downlink Packet Access (HSDPA) milik PT Indosat Tbk. Sidang itu akan digelar pada Senin 8 Juli mendatang dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto.
Menghadapi sidang yang akan mengagendakan pembacaan putusan majelis hakim, terdakwa yang sudah menjadi tahanan kota ini mengaku siap mengikuti proses hukum perkaranya. Namun Indar berharap, pengadilan mempertimbangkan segala fakta persidangan yang pernah terungkap.
"Saya siap. Kini semua saya serahkan ke majelis hakim. Semoga semua fakta persidangan dapat jadi pertimbangan," kata Indar di Cikini, Jakarta, Sabtu (6/7/2013).
Saat ditanya mengenai fakta persidangan yang dapat meringankan hukumannya, Indar pun menjelaskan, bahwa sejak awal sudah ada kejanggalan yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam perkaranya.
"Kami sudah sampaikan saat pledoi. Jaksa seharusnya tidak boleh merubah surat dakwaan, apalagi merujuk pada pasal yang berbeda. Secara teknis ini berbeda sekali dakwaannya. Seharusnya dakwaan jika mau diubah itu satu minggu sebelum persidangan," terang Indar.
"Tapi kami berprasangka baik saja. Mudah-mudahan majelis hakim mau mempertimbangkan ini," lanjut dia.
Sebelumnya, dalam kasus ini Indar disebut telah membubuhkan tanda tangannya dalam perjanjian kerja sama antara PT IM2 dengan PT Indosat Tbk terkait izin penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi 1950-1955 MHz berpasangan dengan 2140-2145 MHz. Namun kerja sama ini dipersoalkan lantaran Indosat dilarang mengalihkan penyelenggaraan frekuensi ke pihak lain. Larangan itu tertuang Pasal 25 ayat 1 PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Menurut jaksa, sejak naskah kerja sama pertama kali ditandatangani hingga 2011, dari kerja sama itu, IM2 maupun Indosat mendapat keuntungan Rp 1,483 triliun. Sedangkan biaya up front fee yang dibayar sekali di muka untuk masa izin 10 tahun, serta BHP pita frekuensi selama 10 tahun sebesar Rp 1,358 triliun.
Atas perbuatan tersebut Indar dijerat dengan dakwaan berlapis yaitu dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 dan 3 UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP dan dakwaan subsidari melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 dan 3 UU Nomor 20/2001 tentang jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP.
Jaksa penuntut umum juga menuntut Indar dengan hukuman 10 tahun penjara serta berkewajiban membayar denda Rp 500 juta. Selain itu, Indosat selaku induk usaha IM2, secara korporasi juga dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp 1,3 triliun kepada negara yang akan disidangkan secara terpisah, juga berkewajiban membayar Rp 500 juta dan biaya sidang sebesar Rp 10 ribu. (Mut)
Menghadapi sidang yang akan mengagendakan pembacaan putusan majelis hakim, terdakwa yang sudah menjadi tahanan kota ini mengaku siap mengikuti proses hukum perkaranya. Namun Indar berharap, pengadilan mempertimbangkan segala fakta persidangan yang pernah terungkap.
"Saya siap. Kini semua saya serahkan ke majelis hakim. Semoga semua fakta persidangan dapat jadi pertimbangan," kata Indar di Cikini, Jakarta, Sabtu (6/7/2013).
Saat ditanya mengenai fakta persidangan yang dapat meringankan hukumannya, Indar pun menjelaskan, bahwa sejak awal sudah ada kejanggalan yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam perkaranya.
"Kami sudah sampaikan saat pledoi. Jaksa seharusnya tidak boleh merubah surat dakwaan, apalagi merujuk pada pasal yang berbeda. Secara teknis ini berbeda sekali dakwaannya. Seharusnya dakwaan jika mau diubah itu satu minggu sebelum persidangan," terang Indar.
"Tapi kami berprasangka baik saja. Mudah-mudahan majelis hakim mau mempertimbangkan ini," lanjut dia.
Sebelumnya, dalam kasus ini Indar disebut telah membubuhkan tanda tangannya dalam perjanjian kerja sama antara PT IM2 dengan PT Indosat Tbk terkait izin penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi 1950-1955 MHz berpasangan dengan 2140-2145 MHz. Namun kerja sama ini dipersoalkan lantaran Indosat dilarang mengalihkan penyelenggaraan frekuensi ke pihak lain. Larangan itu tertuang Pasal 25 ayat 1 PP No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Menurut jaksa, sejak naskah kerja sama pertama kali ditandatangani hingga 2011, dari kerja sama itu, IM2 maupun Indosat mendapat keuntungan Rp 1,483 triliun. Sedangkan biaya up front fee yang dibayar sekali di muka untuk masa izin 10 tahun, serta BHP pita frekuensi selama 10 tahun sebesar Rp 1,358 triliun.
Atas perbuatan tersebut Indar dijerat dengan dakwaan berlapis yaitu dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 dan 3 UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP dan dakwaan subsidari melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 dan 3 UU Nomor 20/2001 tentang jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP.
Jaksa penuntut umum juga menuntut Indar dengan hukuman 10 tahun penjara serta berkewajiban membayar denda Rp 500 juta. Selain itu, Indosat selaku induk usaha IM2, secara korporasi juga dituntut untuk mengembalikan uang sebesar Rp 1,3 triliun kepada negara yang akan disidangkan secara terpisah, juga berkewajiban membayar Rp 500 juta dan biaya sidang sebesar Rp 10 ribu. (Mut)