APKLI: Penertiban PKL di Jakarta Dinilai Tak Manusiawi

Kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam menertibkan para pedagang kaki lima (PKL), dinilai sejumlah kalangan tak memiliki konsep yang jelas.

oleh Riski Adam diperbarui 21 Jul 2013, 20:37 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2013, 20:37 WIB
pkl-130628c-11.jpg
Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam menertibkan para pedagang kaki lima (PKL), dinilai sejumlah kalangan tidak memiliki konsep yang jelas. Walaupun persoalan penertiban selalu menimbulkan benturan, namun pengalaman itu tidak dijadikan pelajaran berharga bagi pemerintah setempat.

Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Parito mengatakan, prinsip para PKL itu sangat sederhana. Bahwa para PKL hanya ingin mendapatkan keuntungan setiap harinya dan tidak mau hanya diiming-imingi program jangka panjang yang kerap dijanjikan pemerintah.

"Mereka berjualan dimana tempat itu ramai oleh pembeli. Prinsipnya, PKL itu mendekatkan dagangannya kepada pembeli dengan harapan mendapat keuntungan setiap hari. Para PKL tidak mengerti program jangka panjang yang berandai-andai," kata Parito dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Minggu (21/7/2013).

Parito yang juga Ketua Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) menjelaskan, penertiban yang dilakukan pemerintah selalu beralasan karena PKL mengganggu ketertiban, kebersihan dan keamanan (K3). Padahal, jika dicermati PKL selalu membayar uang retribusi kebersihan, keamanan dan pungli-pungli lainnya.

"Kalau pemerintah mau berfikir ulang, justru K3 itu selalu dibayar oleh PKL setiap hari. Mau tidak mau harus diakui bahwa PKL mengeluarkan uang setiap hari untuk retribusi dan pungli lainnya sagat besar," jelas Parito.

Untuk menertibkan para PKL, papar Parito, sebenarnya bukan hal yang sulit jika Pemprov DKI Jakarta mau duduk bersama membicarakan solusi yang baik dengan mendengarkan semua keluhan dari para pedagang.

"PKL bukannya tidak mau ditertibkan, itu hal yang mudah jika pemerintah mau duduk bersama dan mau mendengarkan aspirasi pedagang dan prinsip sederhana mereka," bebernya.

Parito juga menjelaskan, relokasi yang ditawarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seringkali tidak didukung melalui perencanaan matang, dengan memindahkan PKL ke lahan kosong tanpa memikirkan segi pembelinya dianggap sebagai kebijakan yang solutif bagi PKL.

Selanjutnya, menanggapi pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) yang akan mengusir PKL tanpa tanda pengenal (KTP) Jakarta, dengan tegas Parito menyebut kebijakan itu sebagai bentuk diskriminatif dan tidak manusiawi.

"Kebijakan yang dikeluarkan oleh Wakil Gubernur itu sangat tidak masuk akal. Mengapa hanya para PKL saja yang tidak ada KTP diusir, bagaimana dengan wanita tuna susila (WTS) yang tidak memiliki KTP atau profesi lainnya yang juga tidak dilengkapi KTP. Semua harus diusir kalau mau adil," pungkas Parito. (Tnt)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya