Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meminta warga Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tidak menolak kepemimpinan Lurah Susan hanya karena berbeda keyakinan dengan mayoritas penduduk.
Pria yang karib disapa Ahok ini bahkan menantang para penolak Lurah Susan itu untuk membuat surat dan mengumpulkan tanda tangan warga Jakarta untuk menolak dirinya, yang juga berkeyakinan dan beragama berbeda dengan mayoritas warga Ibukota.
"Lalu warga mana yang menolak? Kalau ngomong tolak, tolak juga Pak Gubernur dan saya. Waktu pilgub lalu kami hanya ada dukungan 52,7 persen. Jadi kalau Anda mau ngumpulin sejuta orang nolak saya, ya pasti ketemulah," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Senin (26/8/2013).
Pemprov DKI, tutur Ahok, tidak bisa mencopot atau menempatkan seorang lurah, camat, ataupun walikota, berdasarkan karena suku, ras, dan agama, yang dianut. Penentuan tersebut dilakukan berdasarkan kinerja dan kemampuannya dalam memahami suatu permasalahan yang ada di sebuah wilayah.
"Kita tidak boleh menentukan nasib karir pegawai karena primordial dia, karena agama. Tidak ada di republik ini seperti itu. Kita harus dasarnya pada konstitusi," tutur dia.
Menurut Ahok, Lurah Susan telah ditunjuk berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku, melalui proses promosi dan seleksi terbuka camat dan lurah atau biasa disebut lelang jabatan.
"Kita ini kerja berdasarkan konstitusi bukan konstituen. Jadi sudah jelas, jadi kita tidak boleh menentukan nasib sebuah karir, karena primordial. Kita sudah pilih prinsip demokrasi untuk itu. Kalau mau terbuka ya lakukan sistem seperti ini," tegas dia.
Ahok bahkan mengaku dirinya telah mencari tahu latar belakang Lurah Susan. Menurutnya, keluarga Susan memang mempunyai keyakinan yang berbeda.
"Malah bapaknya Susan itu muslim lho. Saya pernah cek itu. Jadi jangan tentukan karir orang berdasarkan hal itu. Ya kalau ada petisi dari 1 juta orang DKI dikumpulin, bisa dan cukup, tapi apakah seperti itu? Kan tidak bisa," ujar Ahok. (Eks/Sss)
Pria yang karib disapa Ahok ini bahkan menantang para penolak Lurah Susan itu untuk membuat surat dan mengumpulkan tanda tangan warga Jakarta untuk menolak dirinya, yang juga berkeyakinan dan beragama berbeda dengan mayoritas warga Ibukota.
"Lalu warga mana yang menolak? Kalau ngomong tolak, tolak juga Pak Gubernur dan saya. Waktu pilgub lalu kami hanya ada dukungan 52,7 persen. Jadi kalau Anda mau ngumpulin sejuta orang nolak saya, ya pasti ketemulah," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Senin (26/8/2013).
Pemprov DKI, tutur Ahok, tidak bisa mencopot atau menempatkan seorang lurah, camat, ataupun walikota, berdasarkan karena suku, ras, dan agama, yang dianut. Penentuan tersebut dilakukan berdasarkan kinerja dan kemampuannya dalam memahami suatu permasalahan yang ada di sebuah wilayah.
"Kita tidak boleh menentukan nasib karir pegawai karena primordial dia, karena agama. Tidak ada di republik ini seperti itu. Kita harus dasarnya pada konstitusi," tutur dia.
Menurut Ahok, Lurah Susan telah ditunjuk berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku, melalui proses promosi dan seleksi terbuka camat dan lurah atau biasa disebut lelang jabatan.
"Kita ini kerja berdasarkan konstitusi bukan konstituen. Jadi sudah jelas, jadi kita tidak boleh menentukan nasib sebuah karir, karena primordial. Kita sudah pilih prinsip demokrasi untuk itu. Kalau mau terbuka ya lakukan sistem seperti ini," tegas dia.
Ahok bahkan mengaku dirinya telah mencari tahu latar belakang Lurah Susan. Menurutnya, keluarga Susan memang mempunyai keyakinan yang berbeda.
"Malah bapaknya Susan itu muslim lho. Saya pernah cek itu. Jadi jangan tentukan karir orang berdasarkan hal itu. Ya kalau ada petisi dari 1 juta orang DKI dikumpulin, bisa dan cukup, tapi apakah seperti itu? Kan tidak bisa," ujar Ahok. (Eks/Sss)