Kontroversi Ruhut, Pengamat: Konseksuensi `Sistem Jatah` di DPR

"Ini kan konsekuensi logis saja dari `sistem kapling` atau `sistem jatah` partai di DPR," ujar Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra.

oleh Oscar Ferri diperbarui 25 Sep 2013, 10:58 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2013, 10:58 WIB
ruhut-usung-130924c.jpg
Ruhut Sitompul batal dilantik menjadi Ketua Komisi III DPR. Setidaknya, penundaan pergantian I Gede Pasek Suardika itu berlangsung 1 pekan. Pengangkatan Ruhut dinilai sebagai konsekuensi logis `sistem jatah` di DPR.

"Ini kan konsekuensi logis saja dari `sistem kapling` atau `sistem jatah` partai di DPR," kata pakar hukum tata negara, Saldi Isra di Jakarta, Rabu (25/9/2013).

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas itu mengatakan, menjadi aneh apabila Ruhut yang ditunjuk Demokrat menggantikan Pasek dipersoalkan. Sebab, sistem jatah itu memang sudah berjalan di DPR sejak lama.

"Karena sistem jatah, figur yang akan mengisi komisi menjadi urusan domestik partai. Ini kan DPR kena batu dari sistem yang mereka pilih sendiri," tandas Saldi.

Mestinya, lanjut Saldi, DPR sebagai lembaga demokrasi melakukan pengisian semua pimpinan dengan proses yang demokratis. "Tapi karena `sistem jatah` itu. Kangankan ketua komisi, siapa yang akan jadi ketua dan wakil ketua DPR juga menjadi urusan domestik partai," ujar Saldi.

Rapat pleno internal Komisi III DPR dengan agenda pelantikan Ruhut Sitompul sebagai Ketua Komisi III menggantikan I Gede Pasek Suardika, Selasa 24 September kemarin berlangsung panas. Pemeran Poltak dalam serial Gerhana itu mendapat penolakan sejumlah anggota Komisi III, untuk memimpin komisi yang memayungi bidang hukum, perundang-undangan, HAM, dan keamanan itu. (Rmn/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya