Palsunya Kebijakan `Mobil Murah`

Jokowi tak sreg dengan kebijakan mobil murah. Dia tak sendirian. Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta membeberkan kepalsuan kebijakan itu

oleh Silvanus Alvin diperbarui 28 Sep 2013, 10:14 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2013, 10:14 WIB
mobil-murah-130920b.jpg
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi tidak sreg dengan kebijakan mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC). Jokowi tidak sendirian. Ada anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta Tulus Abadi.

"Di mobil yang seolah-olah mobil hijau ini, ada 9 kepalsuan dalam kebijakan LCGC," kata Tulus dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2013).

Kepalsuan pertama, terang Tulus, penggunaan kata 'biaya murah atau low cost' merupakan pelecehan masyarakat Indonesia. Sebab pemerintah menyasar kebijakan ini untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Padahal masyarakat pada kelas tersebut lebih mementingkan sembako daripada mobil.

"Selain itu, letak murahnya di mana? Di Libya saja mobil itu harganya Rp 50 juta. Kalau di sini, orang beli rata-rata dikredit, harganya nambah. Jadi, mana yang low cost?" ujar Tulus.

Kedua, soal mobil hijau atau green car itu tidak terbukti. Karena, mobil yang dijual sama-sama memakai bensin. "Masa mobil murah disuruh beli BBM mahal. Banyak mobil mewah pakai premium. Jadi tidak ada green sama sekali," ungkapnya.

Ketiga, seharusnya mobil memakai desain mobil nasional. Namun, menurut Tulus, hal tersebut termasuk menggantung, karena sebagian komponennya impor. Keempat, pemerintah mau melakukan ekspor mobil murah ini.

"Mimpi kali, kita tidak ada reputasi ekspor (mobil). Bahkan, di ASEAN saja tidak ada reputasi, terus mau ekspor?" cetus Tulus.

Kelima, mobil murah ini diperuntukkan juga untuk mobil di pedesaan. Tapi, hal itu dilihat Tulus tidak ada korelasi. Mobil LCGC yang dipasarkan memiliki desain untuk city car, sehingga tidak cocok masuk desa.

Keenam, akan dilakukan pengisian bensin memakai gas supaya ramah lingkungan. Lagi-lagi, Tulus menyebut hal itu hanya mimpi pemerintah semata. "Alasannya, SPBG di Indonesia cuma terpusat di Jabodetabek," ujarnya.

Tulus juga menuturkan, sebanyak 17 ribu unit mobil LCGC ini sudah di-indent. Dari angka tersebut, ia meyakini 85 persen dipesan oleh warga Jakarta. "Akhirnya, 30 ribu unit yang akan dipasarkan tahun ini pasti terserap di Jabodetabek," tuturnya.

Kedelapan, peralihan pengguna sepeda motor ke mobil LCGC. Kepalsuan itu terlihat karena para pembeli sepeda motor saja sebagian menggunakan kredit. "Jadi kantong mereka tidak cukup, motor saja kredit," imbuh Tulus.

Terakhir, sambung dia, Presiden SBY dalam satu kesempatan menyebut Indonesia pada 2030 harus mengurangi emisi karbon sebesar 26 persen. Sementara, mobil yang menjadi penyumbang polusi terus diperjualbelikan.

"Ini kepalsuan dari kebijakan LCGC," tandas Tulus. (Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya