`Napas Lega` TKI Wilfrida dari Malaysia

Pengadilan Malaysia menunda pembacaan putusan sela Wilfrida Soik, TKI yang sebelumnya dituntut mati.

oleh Riski Adam diperbarui 01 Okt 2013, 00:01 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2013, 00:01 WIB
wilfrida-130930b.jpg
Jarum jam menunjuk pukul 08.30. Perempuan belia itu memasuki ruang tunggu Mahkamah Tinggi Malaya, Kota Bharu, Kelantan, Malaysia. Raut mukanya kuyu, tampak risau. Di ruang tunggu pengadilan itu pula, bulir air matanya mengucur.

Dialah Wilfrida Soik. Tenaga Kerja Indonesia asal Belu, Nusa Tenggara Timur itu memang tengah menghadapi masalah pelik. Hidup matinya kini tergantung pada pengadilan negeri jiran itu. Dan Senin (30/9/2013) itu, jadwal putusan sela untuk hidup dan mati Wilfrida yang dituduh membunuh Yeap Seok Pen (60), orangtua perempuan majikannya.

Sebelum menjalani persidangan, Wilfrida disambut kedua orangtuanya, Rikhardus Mau dan Maria Kalo, yang jauh-jauh datang dari Belu. Tangis haru dan sedih jadi satu di antara mereka. Sebelum masuk ke ruang sidang, Wilfrida terlebih dahulu didoakan oleh pastor yang mendampingi orangtuanya. Wilfrida menundukkan kepala, mendengarkan doa khusyuk.

Usai didoakan, Wilfrida yang mengenakan kaos abu-abu berlapis blazer hitam itu menyalami orangtuanya. Dari dalam ruang sidang, terdengar namanya dipanggil oleh petugas. Dengan wajah menyiratkan ketegangan, Wilfrida melangkah dan terus meneteskan air mata.

Ruang sidang itu sudah sesak oleh pengunjung. Banyak tokoh dari Indonesia hadir, antara lain Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, dan Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka.

Wilfrida yang selama ini mendekam di penjara Pangkalan Chepa, Kota Bharu, Kelantan itu, kemudian duduk di bangku pengunjung sidang, di barisan depan, ditemani seorang perwakilan pemerintah Indonesia. Wajahnya datar, lebih sering menunduk. Sesekali dia berbicara dengan orang yang duduk di sampingnya itu.

Vonis Mati Ditunda

Tepat pukul 11.10 waktu setempat, hakim tunggal Ahmad Zaidi membuka sidang. Semula, sidang dijadwalkan dibuka jam 09.00 waktu setempat. Saat membuka sidang, Zaidi mempersilakan tim pengacara membacakan pembelaan. Dan kesempatan itu digunakan oleh pengacara Wilfrida, Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah, untuk memohon penundaan vonis.

"Saya mohon Yang Arif (Hakim) tidak membuat putusan hari ini. Saya ingin membuat pemohonan yang sangat mustahak (pantas), relevan dengan tata cara case (kasus) ini dari segi yurisdiksi di negeri ini," kata Shafee. Sebelumnya dia yakin Wilfrida akan bebas total atau minimal diringankan hukumannya.

Selain meminta penundaan vonis, Shafee juga minta pengetesan tulang untuk menentukan umur Wilfrida dan permintaan rekaman jalannya sidang sebelumnya. Sebab, menurut Shafee, kasus ini cukup rumit karena selama 2 tahun Wilfrida menjalani sidang tanpa didampingi kuasa hukum.

Hakim kemudian memberikan kesempatan kepada jaksa untuk menyampaikan tanggapan. Jaksa tak keberatan dengan pembelaan yang diungkapkan Safee. Hakim pun memutuskan untuk mengabulkan seluruh permintaan pengacara kondang Malaysia itu.

Sidang yang sedianya membacakan putusan sela hari ini ditunda. Sidang akhirnya dilanjutkan pada 17 November 2013. Tim pembela dipersilakan menyiapkan pembelaan ulang dan kembali menghadirkan saksi meringankan.

Mendengar putusan itu, Wilfrida yang sejak awal duduk tertunduk di kursi lansung mendongakkan kepala. Tak hanya Wilfrida, Rikhardus Mau dan Maria Kalo, juga merasakan suasana yang melegakan hati itu. Kedua orangtua Wilfrida menangis penuh harap agar anak kesayangannya itu benar-benar bebas dan bisa pulang ke rumah.

Rikhardus Mau dan Maria Kalo sangat berharap Malaysia mengampuni anaknya dan tidak menjatuhkan hukuman mati. Rikardo memang terlihat lebih tegar dibanding dengan Maria yang terus berurai air mata. Rikardus terus meladeni pertanyaan wartawan usai penundaan vonis putrinya itu.

"Saya berharap pemerintah Malaysia memberi ampun, agar anak saya bisa bebas," kata Rikhardus, seperti yang diterjemahkan Romo Goris.

Tak hanya Wilfrida dan orangtuanya yang menyambut gembira penundaan itu. Sejumlah tokoh yang hadir juga menyatakan lega. Prabowo misalnya, mantan Danjen Kopassus itu menyatakan penundaan vonis ini membuat Wilfrida punya lebih banyak kesempatan untuk bebas.

"Jadi masih ada kesempatan dan masih ada waktu untuk memberikan pembelaan lagi agar bisa memberikan keringanan bagi wilfrida," kata Prabowo.

Sementara, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat yakin Wilfrida bakal bebas dari hukuman mati. Optimisme itu didasarkan pada umur Wilfrida yang dinilai masih di bawah umur saat berangkat ke Malaysia.

"Jadi pengujian umur biologis itu untuk membantu penyelamatan Wilfrida, karena usia itu sangat bisa menyelamatkan dia. Karena dalam undang-undang di sini, anak di bawah umur bisa terbebas dari hukuman mati," kata Jumhur.

"Jadi saya ngobrol-ngobrol sama pengacaranya. Kami optimislah bisa membebaskan Wilfrida atau minimal dia tidak dihukum mati," imbuh dia.

Jumhur mengaku puas dengan proses persidangan ini. Dia menilai kinerja tim pengacara Wilfrida sudah maksimal. "Pengacaranya sangat baik sekali dan kami senang karena ada pengujian biologis melalui tulang untuk melihat umur sebenarnya dari Wilfrida," jelas Jumhur.

Kronologi Kasus

Derita Wilfrida ini bermula dari perjalanannya pada 26 November 2010. Saat itu, dia berangkat ke Malaysia pada melalui jasa perorangan (sponsor), Denny, warga Kupang. Mulanya, Wilfrida diterbangkan ke Jakarta. Kemudian dibawa ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Wilfrida diterima agen perekrut TKI Kelantan, AP Master SDN.

Namun pengiriman Wilfrida itu tak beres. Sejumlah dokumennya dipalsukan. Di paspornya, usia yang masih menginjak belasan tahun disulap menjadi 21 tahun. Nahasnya, selama sebulan di Malaysia, Wilfrida diduga menerima berbgai siksaan dari majikan.

Karena tak tahan dengan dera siksa itu, Wilfrida melawan. Pada 7 Desember 2010, dia diduga membunuh Yeap Seok Pen dengan menggunakan pisau dapur. Jasad Yeap Seok Pen ditemukan dengan mengalami 40 bekas tikaman. Wilfrida kemudian ditangkap polisi Daerah Pasir Mas di sekitar kampung  Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan.

Dalam sidang 26 Agustus 2013 yang lalu, Wilfrida dituntut hukuman mati terkait pembunuhan Yeap Seok Pen. Ia dituntut atas kesalahan membunuh berdasarkan pasal 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman mati (mandatory). (Eks)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya