4 Modus Hakim MK Peras Pemohon

Modus pertama ini berawal dari ketakutan pihak pemenang pilkada. Mereka takut kemenangannya bakal digugat dan khawatir akan kalah nantinya.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 13 Okt 2013, 16:29 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2013, 16:29 WIB
hambit-bintih-131011b.jpg
Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar turut menguak dugaan banyaknya kasus suap sengketa pilkada lain di lembaga itu. Pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai, setidaknya ada 4 modus hakim memeras pemohon.

Salah satu dari keempat cara itu diterapkan kepada tersangka suap Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih. Modus pertama ini berawal dari ketakutan pihak pemenang pilkada. Mereka takut kemenangannya bakal digugat dan khawatir akan kalah nantinya. Karena itu mereka memilih untuk membayar duluan alias menyuap.

"Seperti kasus Hambit Bintih yang baru ini. Bisa saja dia takut karena kemenangannya digugat, jadi sudah bayar duluan," kata Refly dalam diskusi publik di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Minggu (13/10/2013).

Metode lainnya yang dilakukan yakni, dengan menyasar para pemenang pilkada. Cara ini dilakukan karena hakim sudah mengetahui gugatan akan ditolak.

Metode ini sudah pernah dilakukan saat Pilkada Maluku Tenggara. Permohonan sudah kedaluarsa karena lebih dari 3 hari kerja. Tapi tetap diterima sampai disidangkan. Tiba-tiba diputus sidang dengan alasan permohonan sudah kadaluarsa.

"Pertama, hakim sudah tahu permohonan itu pasti ditolak. Karena itu, biasanya mereka langsung menyasar ke pihak pemenang," tuturnya.

"Kalau kadaluarsa buat apa disidangkan? Ini seperti hanya untuk memancing masuk kadang," lanjutnya.

Ketiga, lanjut Refly, oknum baru bergerak saat putusan pada Rapat Permusyawaratan Hakim sudah keluar. Lagi-lagi, pihak pemenangnya yang jadi sasaran.

Dan metode terakhir, yakni melakukan upaya membalik keadaan. Menurut Refly, hal ini merupakan hal yang paling sulit dilakukan oleh hakim. Dan hal ini tidak bisa dilakukan sendiri.

"Membalik keadaan ada dua. Hakim masuk angin itu ngotot dan dua hakim lainnya kalah. Atau sebaliknya ada konspirasi dengan hakim lainnya." ucapnya.

"Ini bisa terjadi pada Akil. Kita tahu jabatan dia sebagai ketua panel sekaligus Ketua MK dengan sikap yang cukup ngotot. Bisa saja dua hakim lainnya iya saja. Tapi kita kita lihat penyelidikan KPK seperti apa," pungkas Refly.

Akil Mochtar menyandang status tersangka dalam 2 kasus suap sengketa pilkada sekaligus. Keduanya yakni, Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Pilkada Lebak, Banten. (Ndy/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya