Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyayangkan nilai asuransi yang dikucurkan untuk korban Tragedi Bintaro II yang menumpang kereta api Commuter Line jurusan Tanah abang-Serpong tidak sebanding dengan penderitaan keluarga korban. Menurutnya, rata-rata uang santunan yang diberikan keluarga korban sangat kecil yakni Rp 85 juta ketimbang Singapura yang mencapai Rp 1,3 miliar.
"Di Singapura saja nilai asuransi penumpang kereta api yang tewas sebesar Rp 1,3 miliar. Bandingkan di Indonesia yang hanya Rp 85 juta. Seharusnya kita juga sebesar Rp 1,3 miliar," kata Tulus dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (14/12/2013).
Menurutnya, pemberian asuransi itu hanya berasal dari PT Jasa Raharja dan PT Jasaraharja Putera dianggap masih belum memadai. Apalagi, jika korban adalah kepala keluarga yang sejatinya penopang ekonomi keluarga.
"Tentu tidak cukup kalau kepala keluarga yang merupakan pengguna kereta api itu tewas. Padahal dia penanggung jawab keluarga," tutur Tulus.
Dari data yang ada di YLKI, dalam satu tahun jumlah penumpang kereta api yang tewas akibat kecelakaan perjalanan mencapai 31 ribu orang setiap tahunnya.
"Ke depan harus ada revisi nilai asuransi bagi korban kecelakaan penumpang kereta api," imbuh Tulus.
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) bidang advokasi Joko Setyowarno mengatakan kecelakaan kereta api dengan kendaraan juga disebabkan faktor banyaknya jumlah perlintasan. Menurutnya, data perlintasan kereta yang resmi dan dijaga mencapai 4.593. Jumlah tersebut terbagi untuk wilayah Jawa 3.892, dan wilayah Sumatera 701 perlintasan.
"Di Pulau Jawa, ada sekitar 929 perlintasan yang tak dijaga dan 408 di antaranya adalah perlintasan tak resmi, dan di Sumatera ada sekitar 295 perlintasan," imbuh Joko.
Ia menengarai beberapa perlintasan sengaja tak dijaga karena volume kendaraan yang melintas relatif minim. Namun, perlintasan tak resmi selalu bertambah karena dibuka oleh masyarakat.
"Di Jakarta, kalau di rata-rata, terjadi satu setengah kecelakaan di perlintasan kereta di setiap minggunya," tandas Joko. (Adi/Mut)
"Di Singapura saja nilai asuransi penumpang kereta api yang tewas sebesar Rp 1,3 miliar. Bandingkan di Indonesia yang hanya Rp 85 juta. Seharusnya kita juga sebesar Rp 1,3 miliar," kata Tulus dalam diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (14/12/2013).
Menurutnya, pemberian asuransi itu hanya berasal dari PT Jasa Raharja dan PT Jasaraharja Putera dianggap masih belum memadai. Apalagi, jika korban adalah kepala keluarga yang sejatinya penopang ekonomi keluarga.
"Tentu tidak cukup kalau kepala keluarga yang merupakan pengguna kereta api itu tewas. Padahal dia penanggung jawab keluarga," tutur Tulus.
Dari data yang ada di YLKI, dalam satu tahun jumlah penumpang kereta api yang tewas akibat kecelakaan perjalanan mencapai 31 ribu orang setiap tahunnya.
"Ke depan harus ada revisi nilai asuransi bagi korban kecelakaan penumpang kereta api," imbuh Tulus.
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) bidang advokasi Joko Setyowarno mengatakan kecelakaan kereta api dengan kendaraan juga disebabkan faktor banyaknya jumlah perlintasan. Menurutnya, data perlintasan kereta yang resmi dan dijaga mencapai 4.593. Jumlah tersebut terbagi untuk wilayah Jawa 3.892, dan wilayah Sumatera 701 perlintasan.
"Di Pulau Jawa, ada sekitar 929 perlintasan yang tak dijaga dan 408 di antaranya adalah perlintasan tak resmi, dan di Sumatera ada sekitar 295 perlintasan," imbuh Joko.
Ia menengarai beberapa perlintasan sengaja tak dijaga karena volume kendaraan yang melintas relatif minim. Namun, perlintasan tak resmi selalu bertambah karena dibuka oleh masyarakat.
"Di Jakarta, kalau di rata-rata, terjadi satu setengah kecelakaan di perlintasan kereta di setiap minggunya," tandas Joko. (Adi/Mut)