Jangan Isi Angin Ban Berlebihan, Ini Alasannya

Setiap pengisian angin ban sebaiknya menggunakan alat ukur untuk mengetahui tekanan angin di dalamnya.

oleh Amal Abdurachman diperbarui 21 Des 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 21 Des 2018, 17:30 WIB
Isi Ban Angin Mobil
Isi Ban Angin Mobil (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Ban merupakan satu-satunya penghubung antara kendaraan dan aspal. Sehingga ban merupakan komponen terpenting pada kendaraan beroda empat maupun dua. 

Setiap pengisian angin ban sebaiknya menggunakan alat ukur untuk mengetahui tekanan angin di dalamnya. Jika hanya mengandalkan "feeling" maupun hanya menekan-nekan dinding ban, salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah tekanan angin berlebihan.

Zulpata Zaenal, Proving Ground Manager PT Bridgestone Tire Indonesia, mengatakan," Kalau ban diisi lebih tinggi dari tekanan angin yang direkomendasikan pabrikan, misalkan 5-10 psi lebih banyak, ban akan terasa lebih keras bantingannya, karena dinding ban samping jadi kaku."

Efek negatif lainnya adalah pengendalian cenderung liar, performa pengereman menurun di lintasan basah & kering, dan keausan ban terjadi di telapak bagian tengah.

Meskipun demikian, ada juga sisi positif dari tekanan angin yang berlebihan. "Stabilitas di jalan kering sedikit lebih baik, tapi keburukan lebih banyak," ungkap Zulpata melalui pesan singkat.

Mengenai risiko lainnya, Zulpata mengatakan risiko ban meledak hampir tidak mungkin terjadi jika kelebihan tekanan angin hanya 5-10 psi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Cara Mudah Mendeteksi Kerusakan Shock Belakang Sepeda Motor

Komponen peredam kejut atau shocbreaker yang terpasang di bagian belakang sepeda motor, memang masuk kategori slow moving atau masa pemakaian yang cukup lama. Namun, bukan berarti shockbreaker bisa digunakan terus-menerus tanpa harus diganti.

Seperti disitat laman resmi Suzuki Indonesia, shockbreaker sendiri memiliki masa pakai, meskipun tidak ada patokan pasti berdasarkan apa. Pasalnya, masa pakai shockbreaker tergantung dari pemakaian pengendara, serta kondisi jalan yang sering dilalui.

Nah, bagi pemilik sepeda motor, ada baiknya jika Anda mulai melakukan pengecekan ketika motor sudah memasuki usia pakai di atas dua tahun lebih.

 

 
 

 

Patokan dari sisi jarak atau waktu memang tidak ada, tapi ada baiknya kita melakukan pengawasan sendiri.

Lakukanlah pengecekan detail jika motor sudah dipakai lebih dari dua tahun, walaupun belum tentu rusak atau harus diganti, tapi paling tidak kita sudah bisa mendeteksi lebih dulu.

Dari sisi pemakaian, shockbreaker belakang lebih sering bekerja ekstra karena hampir semua berat motor dan pengendara bertumpu pada suspensi belakang.

Itulah sebabnya, jika motor sudah cukup lama dipakai, sebaiknya pemilik mulai meluangkan waktu untuk mengecek kondisi peredam kejut tersebut.

 

Lalu, bagaimana cara Mendeteksinya?

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kerusakan shockbreaker, pertama dengan melakukan pemantauan pada kondisi fisik shock belakang.

Coba cek, apakah terdapat rembesan oli yang adalah tanda adanya kebocoran. Jika ada, maka dalam jangka waktu tertentu harus segera diganti.

Langkah kedua, dengan langsung mengetesnya. Tapi sebaiknya dilakukan dengan berboncengan. Ketika melintasi jalan yang banyak polisi tidur akan terasa, apakah sok banyak goyang dan berayun atau tidak.

Jika ritme ayunnya cukup banyak, sudah bisa dipastikan bahwa shockbreaker sudah rusak karena hanya per saja yang bekerja sementara komponen peredam lain sudah tidak berfungsi dengan baik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya