Tjahjo: Tak Ada Bukti Presidential Threshold untuk Capres Tunggal

Dia menyatakan pada Pemilu 2004, melahirkan 5 pasang calon dan pemilu 2014 menghadirkan 2 pasang calon presiden.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 17 Jul 2017, 18:47 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2017, 18:47 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri RI, Tjahjo Kumolo (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan ambang batas pencalonan Presiden (Presidential Threshold) belum juga selesai. Wakil Ketua DPR Fadli Zon bahkan menyebut PT hanya untuk memuluskan jalan Jokowi sebagai capres tunggal.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah tudingan itu. Dua kali pilpres dengan presidential threshold tidak pernah melahirkan calon tunggal. Pemilu 2004 melahirkan 5 pasang calon dan pemilu 2014 menghadirkan 2 pasang calon presiden.

"Jadi kalau politisi ada yang katakan (PT) 20 dan 25 persen itu kepentingan pemerintah untuk calon tunggal, buktinya enggak ada kok," ujar Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2017).

Politisi PDIP ini menegaskan, penerapan PT dilakukan semata untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Lagi pula, kedua fraksi yang menolak tidak pernah protes saat PT diberlakukan pada Pilpres 2009 dan 2014.

"Sudah diatur di Undang-undang yang baru bahwa tak akan mungkin ada calon tunggal. Dua pilpres juga enggak ada yang protes," dia menegaskan.

Tjahjo sebelumnya juga menegaskan, tudingan dan kecurigaan terhadap pemerintah terkait angka presidential threshold tidak benar. Pemerintah justru ingin membangun sistem politik yang lebih sehat dan lebih adil bagi partai politik.

"Presidential threshold menciptakan sistem politik lebih adil bagi partai-partai serta mendorong terbangunnya konsolidasi politik yang lebih sehat dan kondisi politik stabil," kata Tjahjo.

Belajar dari pengalaman tiga pemilihan presiden terakhir, yakni 2004, 2009, dan 2014, presiden terpilih justru didukung oleh parlemen kurang dari 50 persen plus 1. Hal ini kerap membuat presiden terpilih tersandera masalah politik.

"Sehingga presiden terpilih terpaksa harus melakukan konsolidasi politik dengan parpol atau kekuatan politik yang tidak ikut berkeringat memperjuangkan terpilihnya capres yang bersangkutan," imbuh politisi PDIP itu.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya