Liputan6.com, Jakarta - Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) menemukan dugaan tindak pidana pemilu dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) paslon Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dari hasil temuan, JPPR mencurigai kebenaran identitas penyumbang dan adanya motif pecah sumbangan dana kampanye.
Manajer Pemantauan Seknas JPPR Alwan Ola Riantoby mengatakan, pihaknya mencium adanya penyumbang perseorangan dengan identitas fiktif pada pasangan Jokowi-Ma'ruf dengan jumlah sebanyak 18. Kemudian, penyumbang fiktif perseorangan pada pasangan Prabowo-Sandi dengan jumlah sebanyak 12.
"Dari kategori sumbangan kelompok, JPPR menemukan adanya peyumbang fiktif dengan jumlah 3 sumbangan kelompok fiktif pada laporan LPSDK pasangan Prabowo-Sandi," kata Olla lewat keterangannya, Sabtu (12/1/2019).
Advertisement
Dia memaparkan, jumlah penyumbang perseorangan terbanyak ada pada paslon Jokowi-Ma'ruf Amin sebanyak 130 penyumbang perseorangan dengan total Rp 121.438.260. Sedangkan jumlah penyumbang perseorangan paslon Prabowo-Sandi sebanyak 25 dengan total Rp 56.192.500
Ola menyebut, Format LPSDK kedua paslon tidak memenuhi aspek transparan. Sebab, dalam format LPSDK hanya memuat nama penyumbang. Hal tersebut tak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam PKPU No 34 Tahun 2018, bahwa penyumbang harus mencantumkan identitasnya seperti, NPWP, KTP, dan alamat peyumbang.
"Format LPSDK Paslon juga tidak melampirkan identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi, yang bertentangan dengan Pasal 335 Ayat 4 UU No7. Kondisi ini tentu menyulitkan masyarakat (pemilih) dalam melakukan investigasi lapangan terhadap sumbangan dana kampanye," ucapnya.
Menurutnya, paslon tidak patuh terhadap UU N0 7 Tahun 2019 Pasal 497 yang menegaskan bahwa peserta pemilu, setiap orang dengan sengaja memberikan keeterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 20.000.000.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dugaan Motif Pecah Sumbangan
Serta Pasal 496 menegaskan bahwa Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat 1, ayat 2, dan/atau ayat 3 serta Pasal 335 ayat 1, ayat 2, dan/atau ayat 3 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000.
"Maka dapat dikatakan ada potensi dugaan pelanggaran tindak pidana yang dilakukan oleh Pasangan calon Jokowi-Ma’ruf dan Pasangan calon Prabowo-Sandi dalam hal kebenaran identitas penyumbang dalam laporan LPSDK," ucapnya.
Oleh karenanya, Ola mengatakan ketidakpatuhan dalam pelaporan LPSDK dapat memberikan dampak penilaian buruk yang akan mempengaruhi elektabilitas pasangan calon.
"Semakin pasangan calon menutupi penerimaan yang tercermin dalam LPSDK maka elektabilitas pasangan calon tersebut semakin turun. Sehingga seluruh pasangan calon perlu memperhatikan hal ini," kata Ola.
Kemudian, penerimaan dari kelompok yang lebih besar dibanding penerimaan dari paslon dan partai pengusung dikhawatirkan dapat menjadi ketergantungan paslon pada kelompok ketimbang partai pengusung.
"Begitupun dengan jumlah penerimaan dari pasangan calon lenih besar bila dibandingkan dengan jumlah sumbangan dari partai pengusung, hal ini dikhwatirkan dapat menjadi ketergantungan parpol pengusung pada individu calon," ucapnya.
Ola melanjutkan adanya dugaan motif pecah sumbangan untuk pasangan calon Jokowi-Ma’ruf. Yaitu sumbangan dari kelompok dari Perkumpulan Golfer TBIG dan Perkumpulan Golfer TRG yang masing-masing sumbangan jika di jumlah sekitar Rp 38 Miliar.
"Di mana Golfer TRG hanya sekali menyumbang namun dengan jumlah Rp 18 M, sedangkan Golfer TBIG menyumbang sebanyak 113 kali dengan total sumbangan Rp 20 M," ucapnya.
Kemudian dari partai, jumlah sumbangan yang berasal dari partai politik pengen pasangan calon Jokowi-Maruf sebanyak Rp 1.858.054.983, yang berasal dari partai Nasdem dan Perindo. Untuk paslon Prabowo-Sandi berasal dari partai pengusung yakni Gerindra sebanyak Rp 1.389.942.500.Â
Dengan temuan ini, LPSDK meminta Bawaslu dan stakeholder terkait melakukan analisis serta investigasi terhadap kejanggalan jumlah sumbangan. Masyarakat pemilih pun perlu memperhatikan dan mencatat ketidakpatuhan pasangan calon dalam hal kebenaran penyumbang didalam laporan LPSDK.
"Ketidakpatuhan ini menunjukkan indikasi lemahnya integritas pasangan calon," tutup Ola.Â
Advertisement
Penjelasan Tim Kampanye Jokowi
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN)Â Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate menjelaskan soal laporan dana kampanye yang dipublikasikan Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai masukan untuk KPU. Dia menghargai masukan dari ICW.
"ICW sebagai masukan bagus-bagus saja, tapi ICW bukan akuntan yang sah ditunjuk KPU," kata Johnny kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (12/1/2019).
Lagipula, laporan dana kampanye yang dijadikan acuan ICW belum final. Angka-angka itu merupakan data sementara. TKN Jokowi-Ma'ruf Amin masih terus melengkapi dan memperbaiki laporan tersebut.
Jika laporan sudah lengkap, lanjut dia, maka KPU akan menunjuk akuntan yang akan memeriksa dana pemilu tersebut. "Itulah akuntan yang sah," kata Johnny.
Namun, Johnny tak bisa memastikan jika data yang dipublikasikan ICW benar atau salah. "Saya tidak menafsirkan apakah ICW benar atau salah. Itu informasi nanti akuntan akan periksa," ucap Johnny.
Sementara terkait sumbangan dana yang diberikan oleh klub golfer, dia menilai hal tersebut tak melanggar aturan KPU.
"Itu tidak melanggar PKPU, semua sudah sesuai aturan," tandas Johnny.
Data yang dipublikasikan ICW menunjukkan perkumpulan golfer menjadi penyumbang dana dari pihak ketiga terbesar dengan total Rp 19 miliar dari 112 transaksi untuk kampanye Jokowi-Ma'ruf.
Soal maksimal suntikan dana, KPU menetapkan untuk Badan Hukum Usaha atau corporatemenyumbang paling banyak Rp 25 miliar. Sedangkan untuk perseorangan sebanyak Rp 2,5 miliar.
ICW menduga, perkumpulan golfer bisa saja merupakan wadah dana bagi perorangan.
"Siapa penyumbang atau dari mana asal dana kelompok Perkumpulan Golfer. Apabila perseorangan, mengapa tidak dilaporkan sebagai sumbangan perseorangan? Apabila perusahaan, mengapa tidak dilapokan atas nama perusahaan?" ujar Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Donal Fariz.
Bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Wahyu Sakti Trenggono mengungkapkan, sumbangan dana ke pasangan nomor urut 01 sudah sesuai aturan KPU.
Pasalnya, pihak-pihak yang menyumbang tersebut jelas ada namanya dan ada yang meminta diwakilkan saja.
Dia juga menerangkan, bantuan itu juga tidak semuanya berbentuk uang kontan alias cash. Tapi ada yang in kind.
"Itu seusai dengan peraturan KPU. Kalau orang ngasih sumbangannya itu tidak dalam bentuk cash tapi in kind. Kalau banyak itu bisa diwakili. Kan saya bisa bilang, perkumpulan olahraga ini. Ini berasal dari golf, kan ada kontraktor. Kan bisa diwakili. Bayangin tanggal 31 hari libur, kan kita melaporkan sampai 31. Tanggal 31 bank libur, tanggal 1 itu libur. Kita sampai pagi beresin itu. Dan itu menurut peraturan KPU bisa diwakilkan. Jadi bukan badan hukum," ucap Wahyu di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Ia menegaskan, TKN membuka diri terkait sumbangan temuan ICW.
"Kalau ICW mau ketemu, bisa, kita enggak ada nutup-nutupin," ucap Wahyu di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (11/1/2019).
Dia menerangkan, apa yang disampaikan ICW dianggap sebagai masukan. Agar ke depan lebih benar. "Bagus juga, jadi lebih benar. Nanti kita lihat," jelas Wahyu.