Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tetap menjunjung tinggi kehormatan profesi dengan menjaga netralitas selama Pilkada 2020. Pesta demokrasi ini akan diselenggarakan di 270 daerah pada 9 Desember mendatang.
"Dalam konsepsi negara demokratis, netralitas ASN adalah salah satu prasyarat mutlak mewujudkan tata kelola pemerintahan baik dan bersih," kata Bamsoet seperti dilansir Antara, Kamis (27/8/2020).
Baca Juga
Hal itu dikatakan Bamsoet dalam kampanye virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN, dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu 26Â Agustus 2020.
Advertisement
Menurut dia, ASN adalah abdi negara yang tugas pokok utamanya adalah melayani masyarakat, hal itu dimaknai bahwa netralitas ASN berkaitan erat dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu harus dijaga kenetralannya.
Namun, lanjut dia, masih saja ditemukan kasus keterlibatan ASN dalam aktivitas politik meskipun dari aspek legalitas, netralitas ASN telah diatur dalam UU No 5/2014 tentang ASN, UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PP No 37/2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Parpol, dan PP No 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melarang ASN berpolitik.
Bamsoet merujuk data Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada periode Januari 2018-Juni 2019. Data itu menyebutkan, 991 ASN dinyatakan terlibat dalam kasus pelanggaran netralitas ASN.
"Sedangkan catatan Bawaslu, menjelang penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, ditemukan indikasi 427 kasus ketidaknetralan ASN. KASN juga mengindikasikan pada periode Januari - Juni 2020, dari 369 kasus pelanggaran netralitas ASN, 27 persen diantaranya dilakukan melalui kampanye di media sosial," ujar Bamsoet.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, ketidaknetralan ASN tidak hanya berpengaruh pada optimalisasi tugas pelayanan publik, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai konsekuensi negatif.
Dia mencontohkan polarisasi ASN ke dalam kutub-kutub kepentingan politik praktis dapat memicu timbulnya benturan dan konflik kepentingan antar ASN, yang pada akhirnya menyebabkan terganggunya pelayanan publik.
"Keberpihakan dan keterlibatan ASN pada kegiatan politik praktis juga sangat berpotensi melahirkan praktik koruptif, di mana ASN memanfaatkan fasilitas negara untuk memberikan dukungan politik," ujar dia.
Bamsoet menilai, salah satu penyebab maraknya ketidaknetralan ASN saat pilkada karena lemahnya pengawasan karena kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terbatas pada memberikan rekomendasi.
"Bisa dilihat pada penyelenggaraan Pilkada 2018, rekomendasi pemberian sanksi yang diajukan KASN kepada kepala daerah, hanya 15 persen yang ditindaklanjuti," kata Bamsoet.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Zalim
Pada sisi lain, menurut Bamsoet, mentalitas birokrasi juga belum sepenuhnya mengimplementasikan semangat reformasi birokrasi, yang semestinya mengedepankan profesionalisme kepada kepentingan publik, bukan kepada atasan atau pejabat politik lokal.
Dia menilai kondisi itu biasanya terkait ambisi mendapatkan jabatan tertentu sebagai timbal balik dari dukungan politik yang diberikan kepada calon kepala daerah.
"Bentuk pelanggaran seperti itu tidak hanya melanggar netralitas ASN, tetapi berpotensi menjadi bentuk kezaliman terhadap ASN lain yang berprestasi dan profesional, namun mesti tersingkir justru karena mempertahankan netralitasnya," ujar Bamsoet.
Pada acara tersebut turut hadir secara virtual antara lain Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Agus Pramusinto, Wakil Ketua KASN Tasdik Kinanto, Komisioner KASN Dr. Arie Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Pelaksana Tugas Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Teguh Widjinarko.
Advertisement