Liputan6.com, Jakarta Ketua DPP PDIP, Eriko Sotarduga menjelaskan maksud pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan cawe-cawe di Pilpres 2024.
Menurut Eriko, Jokowi hanya ingin menggunakna bahasa sederhana agar mudah dipahami rakyat. Ia menyebut wajar seorang presiden cawe-cawe.
Baca Juga
“Beliau ingin menyampaikan secara sederhana sebenarnya dengan bahasa yang disebut sebagai cawe-cawe. Tapi kami menilai memang seharusnya seorang presiden, memang harus cawe-cawe kalau meminjam istilah beliau begitu. Karena begini ini kan pesta demokrasi, di mana rakyat yang nanti akan menentukan pilihannya,“ kata Eriko di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (30/5/2023).
Advertisement
Menurut Eriko, Jokowi ingin menjamin keamanan masyarakat selama pemilu, sehingga presiden perlu ikut campur sehingga masyarakat tidak ada merasa terintimidasi, dan pemilu berangsung Luber.
“Nah Presiden ingin menjamin itu terjadi dengan baik, kedua beliau ingin menjamin bahwa proses transisi dari pemerintahan bapak Presiden Joko Widodo kepada siapapun penerusnya nanti berjalan dengan baik,” kata Eriko.
Apalagi, kata Eriko, di era demokrasi dan era sosial media saat ini semua orang bisa mengawasi tidak hanya presiden.
“Era keterbukaan, tidak mungkin ada lagi hal-hal yang bisa dikondisikan secara tertutup atau terjadi katakan proses ketidakadilan,” kata dia.
Sementara itu, terkait beberapa pihak yang menilai Jokowi berlebihan, ia menilai hal itu hak semua orang.
“Memang kita tidak bisa memaksakan semua pendapat ya artinya semua menanggapi ini secara positif, tidak bisa. Tapi inilah yang justru kita menjelaskan ini secara terbuka seperti saya sebagai wakil rakyat ingin menjelaskan apa yang dimaksud oleh presiden,” pungkasnya.
Jokowi Cawe-Cawe di Pilpres 2024, Demokrat: Berlebihan dan Tidak Bisa Dibenarkan
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengaku cawe-cawe atau ikut-ikuran dan tidak akan netral di Pilpres 2024 merupakan tindakan tidak tepat.
"Pernyataan Pak Jokowi yang akan cawe-cawe terkait Pemilu 2024 demi bangsa dan negara tentu tidak pas dan berlebihan. Ini bukan pernyataan yang positif mengingat rekam jejak Pak Jokowi tidak demikian. Sering berbeda antara pikiran, perkataan dan perbuatan," kata Kamhar pada wartawan, Selasa (30/5/2023).
Kamhar menilai Jokowi sejak lama sudah aktif mengendorse capres tertentu dan berada di balik pembentukan poros koalisi tertentu.
"Ini menegaskan Pak Jokowi tak netral. Apa pun justifikasinya. Atas nama demokrasi ini tak bisa dibenarkan," kata dia.
Menurut Kamhar, alasan Jokowi cawe-cawe demi bangsa dan negara tidak dapat dibenarkan, sebab menurutnya tidak sesuai kenyataan.
"Ini ekspresi psikologi Pak Jokowi yang merasa memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih memadai untuk memastikan Indonesia bisa menjadi negara maju dari 13 tahun waktu yang tersedia. Padahal kenyataannya tidak demikian. Beliau overestimate atas pengetahuan dan kemampuannya," jelas Kamhar.
Kamhar justru melihat potret pemerintahan Jokowi harus segera ada perubahan dan perbaikan.
"Justru yang paling pas dan relevan adalah melakukan perubahan dan perbaikan. Pelanjut Jokowi hanya akan membuat ikhtiar Indonesia maju, Indonesia Emas 2045 semakin jauh panggang dari api," pungkas politikus Demokrat itu.
Advertisement