Atikoh Ganjar Tiba Di Madiun, Salam Tiga Jari Selamatkan Demokrasi Bergema

Menutup hari pertama Safari Politik ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Siti Atikoh Supriyanti, istri capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, tiba di Kota Madiun dan disambut hangat warga kota itu.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 18 Des 2023, 05:43 WIB
Diterbitkan 18 Des 2023, 03:05 WIB
Istri calon presiden Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti
Siti Atikoh Supriyanti melanjutkan safari politiknya di Madiun, Jawa Timur, Minggu (17/12/2023) malam. (Foto: Dokumentasi PDIP)

Liputan6.com, Jakarta Menutup hari pertama Safari Politik ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Siti Atikoh Supriyanti, istri capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, tiba di Kota Madiun dan disambut hangat warga kota itu.

Iringan kendaraan yang membawa Atikoh disambut di Alun-alun Madiun, Jawa Timur, pada Minggu (17/12/2023) malam. Sambutannya begitu hangat hingga lirik sejumlah lagu diubah dan dinyanyikan untuk memberi dukungan pada kerja Atikoh memberi support pada Ganjar di Pilpres 2024.

Yang pertama adalah lagu “Nemu” yang dipopulerkan oleh Happy Asmara. Dipimpin oleh Sri Oentari, Sekreetaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, semua warga dan simpatisan yang hadir diajak menyanyikan lagu itu. Namun di bagian akhir lagu, liriknya diganti dengan memasukkan nama Ganjar-Mahfud.

“Matur nuwun Gusti mpun maringi sing gemati,nemu slirane ngobati ati kang sepi (terima kasih Tuhan sudah memberikan sosok yang penuh kasih dan sayang menemukan dirimu yang mengobati perasaan hati yang kesepian). Matur nuwun Gusti mpun maringi sing gemati Yang pergi biarlah pergi. Ada Pak Ganjar-Mahfud sing ngganteni (terima kasih Tuhan sudah memberikan sosok yang penuh kasih dan sayang Yang pergi biarlah pergi. Ada Pak Ganjar-Mahfud yang menggantikannya).”

Lirik lagu itu berulang dinyanyikan oleh prang-orang yang hadir di sana.

Yang kedua adalah lagu “Salam Tiga Jari” yang dahulu dipopulerkan ketika Joko Widodo menjadi calon presiden dari PDIP. Kali ini, lagu itu juga diubah liriknya dan dinyanyikan bersama dengan semangat. “Salam tiga jari selamatkan demokrasi,” demikian lirik barunya.

Atikoh sendiri melakukan dialog dengan warga Madiun maupun simpatisan yang menyambutnya. Ia ditanya soal penyandang disabilitas yang kerap masih belum mendapat tempat di dunia kerja. Bagaimana jawaban Atikoh?

Perempuan lulusan UGM dan Tokyo University tersebut dengan fasih menjelaskan pengetahuannya yang luas mengenai pemberdayaan kaum difabel. Ia terangkan bagaimana biasanya para anak penderita telah mendidik dirinya atau dididik sesuai bakatnya. Misalnya, tunanetra bisa mengarahkan diri untuk pengembangan kemampuan vokal.

Yang disable di sisi fisik, biasanya diarahkan pengembangan diri di bidang lain. Contoh, kemampuan di belakang layar seperti kemampuan IT.

Dari sisi afirmasi terhadap penyandang disabilitas, Atikoh mengatakan bahwa sudah ada payung hukumnya. Namun dalam pelaksanaan masih kurang maksimal. Pertama, perekrutan kaum difabel dalam dunia kerja masih sebatas formalitas tanpa ada upaya lebih jauh menggali potensi.

Kewajiban Perusahaan

Kedua, baginya kewajiban bagi perusahaan merekrut penyandang disabilitas itu benar-benar diperkuat.

Sehingga kuotanya benar-benar membesar. Dan mereka benar-benar dilibatkan.

“Ketika kita diskusi sama teman teman disabilitas juga mengatakan, ‘mbokyao ketika ada kegiatan kegiatan mereka itu juga dilibatkan. Ketika ada diskusi-diskusi untuk perumusan kebijakan, sehingga mereka bisa memberikan masukan-masukan,” urai Atikoh.

Bahas Pendidikan

Istri calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti mengingatkan bahwa pendidikan anak, pertama-tama justru dimulai dari keluarga. Di keluarga lah adab seorang anak manusia diajarkan, dan adab itu lebih penting dibanding sekedar pendidikan formal.

Hal tersebut disampaikannya saat menjawab curhatan warga Madiun mengenai pendidikan, salah satunya soal perundungan, ketika berdialog dengan warga di Madiun, Jawa Timur, Minggu (17/12/2023) malam.

“Madrasah pertama itu di rumah. Dan dalam kita mendidik anak, kalau saya pribadi beranggapan, adab itu lebih tinggi dari ilmu. Kalau adabnya tidak ditanamkan dari kecil, itu anak kita tidak akan punya arah yang jelas,” kata Siti Atikoh.

Menurut dia, untuk ilmu pendidikan formal, bisa diterapkan perlahan.

“Kalau ilmu itu bisa pelan-pelan. Misalnya ketika remedial (ujian susulan, red) itu masih bisa besok, tapi adab tidak ada remedial. Ketika akhlaknya itu sudah tidak sesuai, itu akan sulit sekali. Jadi harapannya nanti yang pertama kuncinya di pendidikan tingkat keluarga. Lewat parenting, lewat misalnya kegiatan yang terkait itu,” ungkap Siti Atikoh.

Namun, dia mengungkapkan ini adalah bagian pendapat pribadinya, sebagai orang tua.

Selain itu, lulusan S2 University of Tokyo ini mengungkapkan, di tingkat sekolah, ada baiknya ditambah ilmu budi pekerti di kurikulum.

“Jadi sekarang seolah-olah yang menjadi goal utama ketika sekolah adalah nilainya sepuluh, sepuluh, sepuluh. Ketika raportnya  seperti itu orang tua sudah tenang, oh anakku sudah sukses. Dia nanti bisa mencari sekolah manapun, universitas apapun yang bagus. Tetapi yang lebih penting sebagai pondasi moral tidak menjadi penekanan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya