Tokoh Jakut Haji Sabri Dukung Pramono Anung di Pilkada 2024

Di mata Sabri, Pramono memenuhi kriterianya sebagai pemimpin Jakarta yang punya integritas kapabilitas.

oleh Tim News diperbarui 08 Okt 2024, 15:48 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2024, 09:45 WIB
Tokoh Masyarakat Jakarta Utara H Sabri Saiman dan Pramono Anung (Istimewa)
Tokoh Masyarakat Jakarta Utara H Sabri Saiman dan Pramono Anung (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh Masyarakat Jakarta Utara H Sabri Saiman menyatakan dukungannya kepada pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno, di Pilkada 2024.

Dukungan tersebut disampaikan Sabri ketika menerima kunjungan Pramono di kediamannya di Jalak Swasembada Barat VIII, Kebon Bawang, Tanjung Priok, 18 September 2024 lalu.

Di mata Sabri, Pramono memenuhi kriterianya sebagai pemimpin Jakarta yang punya integritas kapabilitas.

“Mas Pram ini orang yang jujur dan punya kemampuan,” kata Sabri.

Sabri juga mengapresiasi kesediaan Pramono yang menyatakan persetujuan terhadap permintaannya.

“Saya minta Mas Pram untuk melanjutkan program-program yang dulu saya pernah sampaikan kepada Anies Baswedan ketika hendak maju menjadi Gubernur Jakarta tahun 2017,” kata Sabri.

Seperti diketahui, Anies Baswedan ketika maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2017 menggelar deklarasi akbar di kediaman Sabri Saiman, pada 3 Maret 2017.

Deklarasi itu diikuti 150 ormas dan elemen masyarakat di Jakarta Utara yang beraliansi dalam Gerakan Masyarakat “Jakarta Utara Rumah Kita”.

“Kepada Mas Pram saya sampaikan, mohon dilanjutkan apa yang sudah berhasil dicapai oleh Bung Anies, dan silakan diperbaiki apa saja pencapaiannya yang kurang,” kata Sabri.


Jakut Kurang Diperhatikan

Sabri mengatakan, pembangunan Jakarta selama ini kurang memperhatikan Jakarta Utara.

Sebagai contoh, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), BPS (2023) jumlah penduduk miskin di Jakarta Utara ada yang tertinggi di Jakarta, dengan persentase 6,78, atau jauh di atas rata-rata penduduk miskin Jakarta yang hanya 4,44%.

Jumlah kawasan kumuh di Jakarta Utara juga paling tinggi di Jakarta. Mengutip keterangan dari Kementerian ATR/BPN, dari 267 kelurahan di Jakarta, 118 kelurahan tergolong kumuh, dari 39 persen di antaranya berada di Jakarta Utara.

Bandingkan dengan Jakarta Barat yang hanya 28%, Jakarta Selatan 19%, Jakarta Timur 12 persen, Jakarta Pusat 11 persen dan Kepulauan Seribu yang hanya 1%.

Sabri berharap pada Pram untuk menyelesaikan masalah-masalah itu.

“Itu sebabnya dari berpesan, mari kita bangun Jakarta ini dari Jakarta Utara. Pesan yang sama juga saya sampaikan kepada Bung Anies waktu dia mencalonkan diri jadi Gubernur Jakarta. Dulu saya titipkan masyarakat Jakarta Utara yang tertindas kepada Anies-Sandi, kini saya titipkan kepada Pramono-Rano,” kata Sabri.

Menurut Sabri, Jakarta Utara adalah miniatur Indonesia. Beragam suku dan etnis dari seluruh Indonesia tinggal di Jakarta Utara.

“Mereka harus merasa diberikan tempat hidup layaknya rumah. Itu sebabnya kami punya slogan, ‘Jakarta Utara Rumah Kita’," kata Sabri.

Sabri yang pernah menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009 itu mengatakan, bahwa desakannya supaya Pramono setelah terpilih menjadi Gubernur Jakarta agar serius memperhatikan Jakarta Utara, bukan karena dirinya warga Jakarta Utara. “Tapi, ini soal strategi membangun kota,” kata Mantan Anggota DPR ini dengan nada tegas.

Sabri menjelaskan, Jakarta masa depan menghadapi era baru dalam pembangunannya.

“Sebab, jika pemindahan ibukota ke IKN benar-benar diwujudkan di era Presiden Prabowo nanti, maka Jakarta harus dikelola dengan pendekatan baru, yakni Jakarta sebagai kota perdagangan,” jelas Sabri yang merupakan salah satu deklarator Partai Amanat Nasional (PAN).

 


Pahami Jati Diri Jakarta

Sabri berharap, agar pemimpin Jakarta nanti mampu memahami jati diri Jakarta.

Sabri mengisahkan, Jakarta tumbuh menjadi seperti sekarang, berawal dari Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah berjaya sebagai titik penting perdagangan internasional sejak abad 5 Masehi.

Sunda Kelapa sempat berganti nama menjadi Jayakarta, ketika Syarif Hidayatullah atau Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari sana, pada 22 Juni 1527.

Kemudian Gubernur Jakarta Ali Sadikin mengembalikan nama pelabuhan itu menjadi Sunda Kelapa pada 6 Maret 1974.

“Dari Sunda Kelapa itulah wilayah Jakarta berkembang ke arah selatan sehingga menjadi seperti sekarang,” kisah Sabri. Menurut Sabri, fakta historis itu harus dipahami oleh pemimpin Jakarta.

Sabri mengatakan, selama ini pembangunan Jakarta dilakukan dengan orientasi land-based development. Kini harus dipadukan dengan orientasi ocean-based development.

“Suka atau tidak, begitulah sejarah Jakarta. Kita harus menjadikan sejarah itu sebagai pelajaran untuk masa depan,” pungkas Sabri. 

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya