Liputan6.com, Jakarta - Sedikit mengulas kembali, MRT atau Mass Rapid Transit dibangun oleh pemerintah guna memberikan kesempatan kepada warga kota Jakarta dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas mobilitasnya menjadi lebih andal, terpercaya, aman, nyaman, dan ekonomis.
Proyek transportasi masal ini rencananya akan rampung pada tahun 2018 dengan rute Lebak Bulus-Bundaran HI. Nantinya rute ini akan dilengkapi dengan 13 stasiun, yang terdiri dari 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah.
Baca Juga
Sementara tahap II akan melanjutkan jalur selatan-utara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer (km), yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2020.
Advertisement
Dengan rampungnya MRT Jakarta pada 2018 nanti, banyak yang memperkirakan bahwa bisnis properti di sepanjang jalur yang dilintasi akan meningkat pesat. Benarkah?
Baca Juga
Menurut kacamata Senior Manager Era Graha Property, Katreen Markus, prediksi ini nampaknya malah akan sedikit meleset dari perkiraan sekarang.
“Kalaupun mengalami kenaikan, kemungkinannya hanya 50 persen. Tetapi ini juga menyasar objek properti yang memiliki fasilitas mumpuni dan akses termudah menuju salah stasiun MRT,” demikian diungkapkannya saat dihubungi tim Rumah.com.
Ia juga menambahkan, bahwa bidang properti yang bakal mengalami penjualan cukup sginfikan adalah apartemen dengan konsep ideal bagi kaum profesional.
Mengingat para profesional memiliki mobilitas tinggi, sehingga membutuhkan akses cepat dari satu titik asal ke titik cepat. Dan jawaban atas permasalahan ini nampaknya akan bisa ditemukan dengan kehadiran MRT.
Minat masyarakat
Imbas terbesar dari pembangunan proyek MRT adalah kemacetan di beberapa titik yang semakin parah, seperti di sepanjang Jalan Raya Fatmawati hingga Panglima Polim. Tak ayal hal ini mendasari turunnya minat masyarakat saat hendak mencari rumah sewa di sekitaran kawasan ini.
“Ongkos sewa rumah untuk kaum ekspatriat pun menurun tahun ini. Di Cilandak, Jakarta Selatan, biaya sewa sekarang berkisar US$ 2.000-US$ 3.000, sementara di Pondok Indah sebesar US$ 8.000 per bulan,” tutur Katreen.
Bahkan menurut informasi yang Ia terima dari AREBI, daya beli di kawasan sekitar pembangunan MRT masih sama saja, tak ada perubahan yang signifikan. Bahkan ada cukup banyak koreksi harga yang diputuskan.
Sementara di sektor ruko, kehadiran MRT rupanya belum mampu memacu penjualan dan kenaikan harga. Padahal jika mengamati sepanjang Jalan Raya Fatmawati sampai Panglima Polim, pemandangan yang sangat mudah Anda temukan adalah deretan ruko dengan berbagai penawaran produk dan jasa.
Saat dikonfirmasi perihal ini, Katreen mengungkapkan jika harga ruko di sekitar kawasan ini terbilang masih stagnan. “Ruko yang terletak di lokasi strategis hampir mengarah ke Blok M saja masih dipasarkan dengan harga mulai dari Rp 5 miliar sampai Rp 7 miliar, belum ada tanda-tanda akan mengalami kenaikan yang pesat,” tandasnya mengakhiri pembicaraan. (Fathia/Ndw)