Liputan6.com, Jakarta - Surabaya adalah salah satu daerah industri besar di Indonesia. Oleh karena itu, kota itu juga berperan sebagai pusat aktivitas ekonomi di timur Indonesia. Sebagai salah satu kota komersial menjanjikan di Indonesia, Surabaya adalah tujuan berbisnis kedua setelah Jakarta.
Namun dengan ada perlambatan ekonomi pada 2015, besarnya aktivitas bisnis menjadi berkurang. Hal ini dibuktikan dengan hasil riset dari Statistics Bureau Office. Pada Oktober 2015 hanya 163.539 pengunjung yang mendarat di bandara Juanda, seperti ditulis Jumat (5/2/2016) yang dikutip dari Rumah.com
Baca Juga
Jumlah ini menunjukkan penurunan sekitar sembilan persen dibanding tahun lalu dengan pengunjung totalnya 179.783. Demikian data yang dirilis oleh Colliers International Research Indonesia dalam Jakarta Property Market Report, kuartal IV.
Advertisement
Pada 2015, pembangunan hotel di Surabaya terbilang melambat jika dibandingkan Jakarta dan Bali. Total terdapat 11 hotel baru yang terdiri dari hotel bintang 3 (7 unit), bintang 4 (2 unit) dan bintang 5 (2 unit).
Sementara itu, okupansi hotel Surabaya pada 2015 juga lebih rendah dibanding tahun 2014. Okupansi hotel pada 2014 tercatat lebih dari 60 persen, sementara itu, pada 2015, hanya sekitar 53 persen.Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi menurunnya aktivitas perhotelan di Surabaya.
"Yang pertama adalah peraturan pemerintah yang melarang PNS dan institusi pemerintah melakukan rapat di hotel. Akibatnya tiga tahun terakhir performance hotel di Surabaya menurun dan menuai protes dari PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia)," kata Ferry Salanto, Associate Director Konsultan Properti Colliers International.
Akan tetapi dengan adanya protes dan penolakan, akhirnya pemerintah merevisi regulasi tersebut. Hasilnya terlihat pada penghujung tahun 2015, dimana ada peningkatan volume okupansi secara drastis.
"Sedangkan alasan kedua adalah menurunnya harga minyak mentah yang membuat beberapa perusahaan minyak dan gas membatasi pengeluaran," tambah Ferry.
Potensi Meningkatnya Investor
Meskipun tahun lalu catatan okupansi hotel kurang kinclong, namun di tahun 2016, Surabaya masih menyimpan potensi besar untuk menarik para investor tinggal. Provinsi Jawa Timur dianggap menarik bagi investor untuk menanamkan investasinya di sini.
"Penyebabnya adalah kekayaan alam yang besar serta pembangunan yang tidak hanya terfokus pada kota Surabaya namun juga kota satelit di sekitarnya," ucap Ferry.
Selain itu, Surabaya juga dianggap sebagai tempat yang aman dan relatif minim akan konflik agama dan rasialistis. Dengan begitu kota ini menyediakan lokasi yang nyaman untuk berinvestasi.
Dilihat dari asal negara, pengunjung asing yang datang ke Surabaya rata-rata didominasi oleh pasar Asia, menurut data dari Statistics Bureau. Persentase terbesar didominasi Malaysia, Singapura, Tiongkok dan diikuti oleh India. Dari 2006 hingga 2015, jumlah turis India juga terus meningkat.
Laju pariwisata di Surabaya juga semakin meningkat jika jalan lingkar timur tengah (Middle East Ring Road) beroperasi. Jalan yang menghubungkan utara-selatan di sisi Timur Surabaya ini akan bermanfaat untuk mengurai kemacetan dan pemerataan pembangunan kota.
Melihat sektor perhotelan di Surabaya, beberapa pemilik hotel kini lebih banyak membidik lokasi dekat area industri. Sebagai contoh area Rungkut dan sekitarnya yang dianggap akan menjadi area prospektif untuk pembangunan hotel.
Hal ini demi mengakomodir kebutuhan para pekerja dan tamu perusahaan yang berada di sekitar Rungkut. Pembangunan hotel disini juga bisa berfungsi sebagai lokasi rapat beberapa perusahaan. (Isnaini K/Ahm)