Liputan6.com, Jakarta Tahun 2016 masih di anggap sebagai masa pemulihan pasar properti di Tanah Air. Kondisi ini mencakup subsektor residensial, perkantoran, ritel dan komersial. Bahkan di Ibukota Jakarta, perlambatan ini menurun signifikan hingga 15 persen pada kuartal 1 tahun 2016.
Melihat kondisi tersebut, sejumlah kebijakan di terapkan oleh Pemerintah guna mendorong transaksi penjualan properti berjalan positif. Tak heran jika sepanjang tahun ada beberapa regulasi baru yang patut untuk disimak kembali. Tertarik membahas kejadian menarik sepanjang 11 bulan ke belakang? Simak beberapa poin yang di rangkum oleh Rumah.com berikut ini.
1. Pro Kontra Kepemilikan Properti Asing
Awal tahun 2016, pasar properti Indonesia di ramaikan dengan mulai diberlakukan perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sejumlah pengamat properti turut memprediksi seberapa besar pengaruh MEA ini, salah satunya Ferry Salanto dari Colliers International Research Indonesia. “MEA bisa saja memberikan pengaruh terhadap sektor properti, tapi harus diikuti dengan peraturan foreign ownership yang saat ini belum ditetapkan,” ujarnya.
Advertisement
Seperti diketahui, Pemerintah belum menetapkan regulasi yang tegas antara pemberlakukan pajak barang mewah PPnBM dan PPH 22. Dengan demikian para ekspatriat dan investor cenderung mengambil sikap wait and see. Baru pada akhir kuartal 1, aturan kepemilikan hunian bagi orang asing disahkan dan tertuang pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016.
Berdasarkan UU tersebut, Warga Negara Asing diperbolehkan memiliki rumah tunggal ataupun rumah susun namun hanya untuk orang asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia. Selain itu pembelian hanya berlaku untuk pembelian baru langsung dari pengembang atau pemilik tanah, bukan pembelian dari tangan kedua.
Untuk harga minimal hunian yang dapat dimiliki asing, mengacu pada harga tertinggi dari wilayah tersebut. Misalnya di wilayah DKI Jakarta, harga rumah tinggal yang dapat dibeli asing harus lebih dari Rp10 miliar untuk rumah tapak dan Rp5 miliar untuk rumah susun.
Infrastruktur, BI Rate, LTV dan Tapera
2. Pembangunan Infrastruktur, Penurunan BI Rate, dan LTV (Loan to Value)
Selain regulasi yang melonggarkan kepemilikan properti asing, beberapa kebijakan lain coba diterapkan oleh Pemerintah guna mendorong pasar properti dalam negeri. Salah satunya dengan realisasi belanja infrastruktur senilai Rp104,8 triliun. Dalam rangka percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur, jumlah tersebut akan di alokasikan untuk membangun proyek transportasi yang nantinya berimbas positif pada nilai properti di suatu kawasan.
Di sisi lain Bank Indonesia juga mengambil beberapa kebijakan penting. Pertama, terkait tingkat suku bunga acuan (BI Rate) yang menurun. Penurunan BI rate ini terjadi secara bertahap sejak awal tahun. Di Januari BI rate turun 25 basis poin menjadi 7,25%, di Februari kembali turun menjadi 7%, dan 17 Maret lalu turun lagi menjadi 6,75%.
Kedua, regulasi pelongaran pembatasan uang muka kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan rasio loan to value (LTV) hingga 85 persen. Dengan demikian, konsumen dapat membeli rumah dengan uang muka hanya 15 persen. Penurunan Loan To Value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi minimal 15 persen juga dianggap membawa angin segar untuk konsumen yang belum memiliki rumah.
3. UU Tapera
Di bulan februari, Pemerintah akhirnya mensahkan Undang Undang TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat). Program TAPERA berlatar belakang kondisi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang tidak bisa memenuhi persyaratan perbankan sehingga sulit untuk memiliki rumah.Akibatnya, jumlah MBR yang tidak memiliki rumah dari tahun ke tahun terus meningkat mencapai backlog hampir 15 juta Kepala Keluarga (KK).
Sebagai informasi, UU Tapera bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembangunan perumahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dana ini didapat dari iuran pekerja—baik MBR maupun dan non-MBR—dan pemberi kerja (perusahaan) sebagai bentuk gotong royong.
“Jadi, masyarakat berpenghasilan tinggi, menengah, dan rendah sama-sama membayar iuran, tapi yang berhak menggunakan adalah MBR,” tutur Maurin.
Namun, dia mengatakan bukan berarti iuran yang dibayarkan oleh non-MBR menjadi hilang. Dana dapat dicairkan saat kepesertaannya berakhir, yaitu ketika pekerja pensiun, atau bagi pekerja mandiri, saat usianya mencapai 58 tahun. Kepesertaan juga berakhir apabila tidak membayar iuran selama lima tahun berturut-turut atau meninggal dunia.
Advertisement
Tax Amnesty dan Kejadian Internasional
4. Kebijakan Tax Amnesty
Menurut Pengamat properti Matius Yusuf, beberapa kebijakan yang memudahkan kepemilikan rumah tersebut di dasari oleh tujuan pemerintah yang ingin menghapus pajak terutang akibat mangkir dari pembayaran pajak. Kebijakan ini disebut dengan pengampunan pajak (tax amnesty), yang berlaku hingga 31 Maret 2017.
Terdapat kebijakan amnesti berbeda dalam tiga periode. Wajib pajak akan dikenakan pembayaran tarif sebesar tiga persen dari nilai harta wajib pajak bila dilaporkan pada periode pelaporan Oktober-Desember 2015. Sementara wajib pajak yang melapor pada periode Januari-Juni 2016 dikenakan tarif sebesar lima persen untuk periode Januari-Juni 2016 dan delapan persen untuk periode Juli-Desember 2016.
Menurut Aleviery Akbar, associate director residential sales & leasing Colliers, International mengatakan, adanya pengampunan pajak akan membuat pertumbuhan properti di Indonesia menjadi menarik. “Tentu saja, secara makro akan mempengaruhi stabilitas harga, dan menarik orang berani pinjam (beli KPR) dengan bank,” katanya.
Para pengamat menilai kebijakan ini bisa mendatangkan pemasukan hingga ratusan triliun Rupiah. Sementara menurut Bank Indonesia, tax amnesty bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%.
5. Brexit dan Presiden Baru AS
Selain perlambatan pasar properti yang terjadi di tanah air, sejumlah peristiwa lain juga berpengaruh terhadap pasar properti internasional. Masih jelas di ingatan anjloknya nilai properti di Inggris paska keputusan negara Britania Raya yang memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa.
Tidak hanya di Inggris, Tiongkok sebagai pemain utama dalam perekonomian global juga mengalami perlambatan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) dan total hutang domestik hingga 230-250 persen dari PDB. Hal yang sama juga di alami oleh Jepang melihat krisis populasi dan masalah birokrasi yang belum usai.
Meski demikian beberapa negara emerging markets di negara Asia Pasifik tidak mengalami pengaruh yang signifikan, begitu pula dengan Indonesia.
Tak hanya soal Brexit, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke 45 juga menuai kontroversi di kancah internasional. Mengacu pada hasil survei yang dilakukan Zillow kepada 100 orang ahli properti di Amerika Serikat, terpilihnya Donald Trump bisa memberi dampak negatif terhadap nilai jual properti, bahkan perekonomian secara menyeluruh.
Meski pengaruhnya tak menyentuh pasar properti di Tanah Air, namun beberapa negara, salah satunya Australia juga terkena imbas negatif dari kabar tersebut.