BNN: Pecandu Narkoba di Sulawesi Utara 70 Persen Pelajar

BNN minta agar keluarga, masyarakat dan sekolah ikut mengawasi para pelajar agar tak menjadi pecandu narkoba.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 12 Jan 2016, 08:27 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2016, 08:27 WIB
20151118-Presiden-Lepas-Kawah-Kepemimpinan-Pelajar-(KKP)-Jakarta-Jokowi-Anies-Bawesdan-FF
Seorang pelajar menghampiri Presiden Jokowi saat pembukaan kegiatan KKP di Istana Merdeka, Jakarta (18/11). Melalui program ini pemerintah berusaha menanamkan pandangan dasar dan mentalitas kepemimpinan pelajar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Manado - Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sulawesi Utara, sepanjang 2015 sebanyak 734 orang menjadi pasien rehabilitasi narkoba.

Ironisnya dari jumlah itu, 70 persen di antaranya adalah pelajar yang terdiri dari 40 persen siswa SMP dan 30 persen siswa SMA.   

"Jumlahnya 70 persen untuk siswa, dari jumlah keseluruhan pasien yang menjalani rehabilitasi,” ujar Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Utara Sumirat Dwiyanto di Manado, Selasa (12/1/2016).

Sementara di kalangan mahasiswa jumlahnya hanya 5 persen, pekerja 15 persen dan pengangguran hanya 10 persen.

Sedangkan dari aspek perawatan, lanjut dia, 695 pasien rawat jalan dan 39 lainnya rawat inap di beberapa pusat rehabilitasi.

"Jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, jumlah pecandu laki-laki 591 orang dan perempuan 143,” ucap Sumirat.


Sementara, untuk jenis narkoba yang banyak digunakan adalah jenis sabu, ganja, ganja sintesis, dan mushroom.

"Tidak sedikit juga yang menggunakan psikotropika golongan benzodiazepine, obat daftar keras daftar G seperti tramadol, trihexyphenidyl, dan somadryl. Selain itu, juga komix atau lem Aibon," jelas dia.

Dengan banyaknya pelajar yang menjadi pecandu narkoba ini, Sumirat berharap peran serta berbagai pihak seperti keluarga, sekolah, serta masyarakat untuk turut mengawasi aktivitaspelajar baik di rumah, lingkungan, maupun di sekolah.

"Jika anak membawa obat dalam jumlah yang banyak, atau misalnya membawa lem Aibon, ini patut dicurigai. Ini berbahaya, seperti penggunaan lem Aibon yang dihirup bisa merusak otak," ujar Sumirat.**

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya