Derita Pengungsi di Rumah Detensi

Biaya yang dikeluarkan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk makan minum pengungsi.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 03 Feb 2016, 14:29 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2016, 14:29 WIB
WNA asal Afghanistan menyantap makan malam di ruang tahanan Rumah Detensi Imigrasi Depkumham Jatim. Belasan imigran tersebut ditangkap di Perairan Sidoarjo. (Antara)

Liputan6.com, Manado - Rumah detensi imigrasi (Rudenim) menjadi tempat berteduh para imigran yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Imigran itu bisa tinggal di rumah tersebut hingga bertahun-tahun, terutama jika mereka berstatus pengungsi.

Banyak masalah menyertai kehidupan mereka saat ditampung di rumah detensi, mulai dari daya tampung yang tidak memadai, status kewarganegaraan, hingga makanan.   

"Waktu lalu, imigran ini berjumlah 200 orang. Mereka dari Afghanistan hendak mencari suaka ke Australia. Namun karena ditolak, Indonesia, khususnya Manado, dijadikan tempat transit," tutur Kepala Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Sulawesi Utara (Sulut) Montano Renkung, Selasa 2 Februari 2016.

Selama 3 tahun ditampung, mereka sering mengeluh. Mereka tidak betah karena tidak ada kunjungan dari keluarga, bahkan mereka sendiri tidak tahu keluarganya berada dimana.

"Sehingga, memang keinginan untuk menjadi WNI sangat besar. Tentu tidak mudah untuk masuk menjadi WNI," ujar dia.
 


Untuk memenuhi kebutuhan, mereka hanya berharap terus mendapat bantuan Internasional Organization for Migrant (IOM). Bantuan dari IOM baik dalam bentuk bahan makanan maupun uang saku sebesar Rp 2 juta per bulan.

"Namun, itu sering tidak mencukupi sehingga perlu ada biaya tambahan," ujar Montano.

Hal senada disampaikan Kepala Kantor Wilayah KemenkumHAM Sulut, Sudirman. Penghuni Rudenim ini sering melebihi kapasitas. Makin lama mereka tinggal di sini, semakin banyak anggaran yang keluar.

Menurut Sudirman, biaya yang dikeluarkan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk makan minum mereka. Status mereka yang bukan tahanan tentu harus diperlakukan seperti orang bebas.

"Mereka bukan narapidana, makannya lebih enak dan mahal," ujar Sudirman.

Terkait pengawasan untuk mencegah kemungkinan adanya penyusup dari para imigran itu, kata dia, ada langkah koordinasi yang berkelanjutan dengan pihak terkait. 

"Persoalannya tidak ada dana untuk deportase. Pencari suaka, prosesnya panjang untuk itu," kata Sudirman.

Di sisi lain, pihaknya juga mencari solusi untuk penanganan para imigran ini, termasuk kemungkinan melakukan deportasi. Kini, Rumah Detensi imigrasi Manado menangani 59 orang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya