, Islamabad - Pemerintah Pakistan melanjutkan langkah keras terhadap pengungsi Afganistan yang tidak memiliki dokumen resmi.
Dalam waktu satu minggu saja, lebih dari 8.000 warga Afganistan telah dipulangkan secara paksa ke negara asal mereka, menurut laporan Badan Pengungsi PBB (UNHCR).
Baca Juga
Mengutip DW Indonesia, Sabtu (12/4/2025), langkah ini merupakan bagian dari inisiatif repatriasi besar-besaran yang diumumkan pemerintah Pakistan, yang mewajibkan semua warga Afganistan tanpa dokumen sah untuk meninggalkan wilayah Pakistan paling lambat 31 Maret. Bagi yang tidak mematuhi, deportasi menjadi konsekuensi langsung.
Advertisement
Dalam kebijakan terbarunya, otoritas Pakistan juga membatalkan sekitar 800.000 Kartu Warga Afganistan (Afghan Citizen Cards) yang sebelumnya dikeluarkan.
Pemegang kartu tersebut diimbau untuk segera kembali ke Afganistan. Pemerintah bahkan mendirikan pusat penampungan sementara di beberapa kota untuk menampung pengungsi sebelum mereka diangkut ke perbatasan Torkham di wilayah barat laut.
Namun, situasi di lapangan menunjukkan peningkatan tekanan terhadap warga Afganistan.
"Situasinya semakin memburuk, dengan polisi secara aktif menyisir lingkungan dan jalanan di kota-kota serta desa-desa untuk mencari warga Afganistan, khususnya di provinsi Sindh dan Punjab," ujar Moniza Kakar, seorang pengacara advokasi pengungsi kepada DW.
Ia menambahkan bahwa penggerebekan tengah malam menjadi hal lumrah, sering kali mengakibatkan keluarga tercerai-berai.
Deportasi Paksa
Kondisi ini turut dirasakan oleh Ezatullah Bakhshi, seorang aktivis hak asasi manusia asal Afganistan yang kini hidup dalam pelarian di Pakistan.
"Saya sudah dua kali ditangkap sejak mendaftar sebagai pengungsi pada Juli 2023. Mereka tahu siapa saya dan tetap mengancam akan mendeportasi saya kembali ke Afganistan, padahal nyawa saya bisa terancam karena aktivitas saya," ujarnya.
Selama beberapa dekade, Pakistan dikenal sebagai tempat berlindung bagi warga Afganistan yang melarikan diri dari konflik dan represi politik. Sejak tahun 1980-an, sekitar empat juta warga Afganistan telah masuk ke Pakistan, terutama setelah Taliban kembali berkuasa pada 2021.
Namun kini, ketegangan antara Pakistan dan rezim Taliban di Kabul serta kekhawatiran atas keamanan perbatasan menjadi alasan utama pengusiran massal ini. Kebijakan tersebut memicu gelombang protes dari organisasi internasional, termasuk PBB, dan kelompok hak asasi manusia yang menilai deportasi paksa melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan.
UNHCR memperkirakan saat ini masih ada sekitar tiga juta warga Afganistan di Pakistan. Dari jumlah itu, hanya sekitar 1,4 juta yang memiliki dokumen resmi.
Menanggapi tindakan Islamabad, juru bicara Kementerian Migrasi dan Repatriasi yang dikelola Taliban, Abdul Motalib Haqqani, menyebut langkah ini sebagai "deportasi paksa" yang tidak menghormati nilai-nilai Islam, prinsip bertetangga, maupun hukum internasional.
"Karena hal ini menyangkut dua negara, penting untuk bekerja sama dalam mekanisme yang disepakati bersama guna memastikan kepulangan warga Afganistan ke tanah air mereka secara bermartabat," ujar Haqqani dalam pernyataan resminya, Selasa (8/4).
Advertisement
