Ini Perbedaan Warga Tionghoa Yogya dengan Kota Lainnya

Di Yogya, mereka sangat Jawa dan cepat melebur dengan masyarakat sekitar bahkan mereka menjadi layaknya orang jawa pada umumnya.

oleh Yanuar H diperbarui 08 Feb 2016, 18:40 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2016, 18:40 WIB
Ini Perbedaan Warga Tionghoa Yogya dengan Kota Lainnya
Di Yogya, mereka sangat Jawa dan cepat melebur dengan masyarakat sekitar bahkan mereka menjadi layaknya orang jawa pada umumnya.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sebaran warga Tionghoa di Indonesia sangat luas. Terlihat dari perayaan hari Tahun baru Cina yang meriah di beberapa daerah. Berbagai daerah tentunya memiliki keunikan tersendiri dalam merayakan Imlek.

Salah satunya warga Tionghoa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sejarawan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Yerry Wirawan mengatakan, warga Tionghoa di Yogya memiliki keunikan tersendiri dibandingkan warga Tionghoa lainnya.

Menurutnya warga Tionghoa Yogya sangat dekat dengan warga pribumi. Sehingga pola hubungan kehidupannya sangat berbeda dengan warga Tionghoa di Solo ataupun Semarang.

"Di Yogya, mereka sangat Jawa dan cepat melebur dengan masyarakat sekitar bahkan mereka menjadi layaknya orang jawa pada umumnya. Mereka juga perdagangannnya tidak terlalu kuat. Berbeda dengan Semarang dan Solo," ujar Yerry saat ditemui di kampusnya Jumat, 5 Februari 2016. 

Di mata Yerry, sikap warga Tionghoa Yogyakarta yang melebur ini berbeda sekali dengan warga Tionghoa kebanyakan di Indoensia. Saat masa orde baru warga Tionghoa ini dipaksa melebur namun di Yogyakarta justru dengan sukarela meleburkan diri.


Dikatakan Yerry, yang membedakan warga Tionghoa Yogyakarta dari tanda khas warga Tionghoa dalam mendiami suatu kawasan. Seperti di Jakarta, Semarang, dan Solo yang kental nuansa pecinannya.

Namun hal itu tidak bisa dijumpai di Yogyakarta. bahkan dalam berkebudayaan di Yogyakarta, warga Tionghoa juga tidak seekpresif warga Tionghoa di tempat lain.

"Mereka cukup sopan santun untuk mendahulukan kebudayaan lokal. Di daerah lain mereka lebih ekspresif seperti di Solo. Baru turun aja dari bus mereka sudah cium bau dupa. Kaya di Semarang dan Solo. Tapi kalo disini enggak," ujar Yerry.

Yerry juga mengatakan orang tionghoa di Yogyakarta berusaha menghormati penguasa setempat seperti dengan orang belanda dan penguasa lokal seperti Sultan.

Bahkan, lanjut dia, mereka sangat patuh pada Sultan dan menganggap sultan sebagai pelindung mereka. Sehingga mereka tidak terlalu terlihat dalam perayaan perayaan yang berbau khas Tionghoa.

"Namun identitas sebagai warga Tionghoa mulai keliatan saat setelah masa reformasi hingga saat ini. Di mana karakter Yogya sendiri makin heterogen makin beragam," tandas Yerry.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya