Kisah Pemburu Flora Endemik Argopuro

Aneka macam tetumbuhan yang tersebar di area Argopuro ini kerap di buru oleh penduduk setempat juga warga dari daerah lain.

oleh Nefri IngeDian Kurniawan diperbarui 16 Apr 2016, 20:05 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2016, 20:05 WIB
Kisah Pemburu Flora Endemik Argopuro
Aneka macam tetumbuhan yang tersebar di area Argopuro ini kerap di buru oleh penduduk setempat juga warga dari daerah lain.

Liputan6.com, Surabaya - Gunung Argopuro dengan ketinggian 3.088 Mdpl yang berada diantara kabupaten Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur (Jatim) tidak hanya menjadi destinasi para pendaki gunung.

Namun juga menjadi gudang berbagai jenis tumbuhan dan satwa endemik langka. Berada di hutan yang dikelilingi pepohonan tinggi membuat berbagai tanaman endemik-nya subur dan menjadi incaran para warga setempat.

Seperti Belidur, Kembang Angin, Bunga Tekel, Selada Air dan lainnya. Tidak hanya bisa dikonsumsi dan menjadi obat herbal, tanaman endemik khas Argopuro ini juga ada yang beracun efeknya bisa mengganggu sistem kekebalan tubuh.

Dari penelusuran tim Liputan6.com selama lima hari di Gunung Argopuro, yang dimulai dari desa Baderan, Kabupaten Situbondo, Jatim. Selama perjalanan dari Desa Baderan Kabupaten Situbondo ke Desa Bremi Kabupaten Probolinggo, banyak ditemukan jenis tumbuhan Belidur atau sering disebut orang Jawa sebagai kembang Jancukan.


Jika dilihat sekilas, bentuk Kembang Belidur seperti kembang daun ubi. Berwarna hijau dengan tiga hingga lima ruas daun. Namun, diatas daunnya terdapat beberapa duri tajam yang mengelilingi seluruh alas daunnya.

Jika kulit tertusuk duri Kembang Belidur, secara spontan akan terasa sakit dan lama-kelamaan kulit akan terasa gatal luar biasa dan gatalnya akan terasa hingga berjam-jam.

Baik pendaki maupun warga yang melewati jalur pendakian Gunung Argopuro, harus hati-hati dan sebisa mungkin menghindari kembang yang tumbuh di sepanjang jalur gunung ini.

Sebaiknya menggunakan baju dan celana panjang untuk menghindari tusukan duri Kembang Belidur.

"Sebaiknya dihindari dan kalau bisa lindungi badan dengan pakaian dan celana panjang," ujar Dian, salah satu pendaki yang biasa bolak balik gunung ini.

Kembang Belidur

Lumut Kembang Angin


Ada lagi jenis tumbuhan lain yaitu Lumut Kembang Angin. Strukturnya seperti rambut dan berwarna putih. Tumbuhan endemik ini yang menjadi incaran para warga, karena dipercaya ekstrak tumbuhan yang hidup di pepohonan ini bisa dijadikan jamu herbal untuk kesehatan tubuh.

"Para warga biasanya mencari Lumut Kembang Angin ini ke hutan. Harga jualnya lumayan mahal, sekitar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per Kilogram (Kg)," ujar Mulyono (61), mantan Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Baderan Kabupaten Situbondo, Jatim.

Tanaman tersebut biasanya dikirim ke kota Solo, Jawa Tengah (Jateng) dan diproses oleh pabrik jamu di kawasan tersebut. Kebanyakan warga yang mencari Lumut Kembang Angin bukan merupakan warga setempat, namun juga warga pendatang.

Sayangnya, saat pengambilan Lumut Kembang Angin ini, para warga lebih memilih menebang pohon untuk mempermudah mengumpulkan lumut herbal ini, dibandingkan harus bersusah payah untuk memanjat pohon. Kegiatan penebangan pohon pun tanpa izin dari pihak kepala desa setempat.

Selain Lumut Kembang Angin, para warga juga menjadi pemburu seledri air. Kebanyakan mereka mengambil seledri air di sungai kecil di daerah Cikasur.

Di bentangan aliran sungai Cikasur, tumbuh subur seledri air yang segar dan siap disantap. Tak jarang, para pendaki gunung pun ikut serta mengambil seledri air ini untuk dikonsumsi saat menginap di Cikasur.

Pendakian Gunung Argopuro

Pemburu Seledri Air kebanyakan dari warga desa Baderan. Biasanya setiap dua hari sekali, mereka berjalan kaki dari Baderan menuju ke Cikasur. Kebiasaan berjalan kaki berpuluh kilometer inilah yang membuat para warga disana tampak kuat menapaki jalur Gunung Argopuro yang menanjak dan panjang.

Seledri air yang mereka ambil langsung dikumpulkan di karung beras dan dibawa dengan dipanggul diatas kepala. Tak jarang, ibu-ibu turut serta mendaki gunung dan memanggul berkilo-kilo seledri air turun ke Desa Baderan.

Mereka bahkan hanya berbekal sendal jepit dan jas hujan. Ada juga warga yang memilih menginap dulu di Cikasur dan puncak Dewi Rengganis untuk melakukan berbagai ritual.

Namun, ada juga beberapa warga yang lebih memilih menggunakan sepeda motor. Satu karung seledri air biasanya dijual ke pengepul seharga Rp 150.000. Karena penghasilan yang cukup besar inilah membuat para warga Desa Baderan berbondong-bondong menjadi pemburu Seledri Air.

"Kalau saya lebih memilih menggunakan sepeda motor, jadi bisa pulang pergi dengan cepat. Jalur motor juga sudah ada dari Desa Baderan ke Cikasur. Bawa pulang seledri airnya juga bisa banyak, cukup isi bensin saja 5 Liter untuk pulang pergi," kata Sunardi (29), warga Desa Baderan, Situbondo.

Selain menjadi pemburu tumbuhan endemik khas Gunung Argopuro, para warga Desa Banderan juga menjadi menanam tembakau. Jika hasil tembakaunya bagus, petani bisa mengantongi Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per Kg.

"Namun, jika kualitasnya sedang, harganya bisa turun drastis antara Rp 20.000 hingga Rp 25.000," imbuh Sunardi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya