Liputan6.com, Malang - Universitas Brawijaya (UB) pada tahun ini membuka kembali seleksi khusus bagi calon mahasiswa baru penyandang disabilitas melalui Seleksi Program Khusus Disabilitas (SKPKP) dengan kuota 20 hingga 25 orang.
"Pendaftaran bagi calon mahasiswa baru khusus disabiltas ini dibuka sejak 16 Mei sampai 14 Juni 2016," kata Sekretaris Pusat Layanan dan Studi Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya (UB) Malang Slamet Thohari di Malang, Jawa Timur, Selasa (7/6/2016).
Dia mengatakan sampai akhir pekan lalu, sudah tujuh orang yang mendaftar. Pendaftaran melalui SKPKP di luar jalur SNMPTN dan SBMPTN yang juga diikuti oleh kaum difabel. Pada tahun lalu, UB berhasil menjaring 23 mahasiswa.
"Jalur ini skema khusus di UB," kata Slamet.
Ia menjelaskan, pendaftaran secara daring dibuka lewat laman selma.ub.ac.id. Meski ada jalur khusus untuk penyandang disabilitas, tidak semua pendaftar bisa diterima. Penerimaan mahasiswa melalui jalur khusus disabilitas tetap memiliki standardisasi yang harus dipenuhi pendaftar.
Proses seleksi, kata dia, perlu melakukan afirmasi kepada mereka, seperti penggunaan Bahasa Indonesia, termasuk untuk penyandang tunarungu. Mereka biasanya tidak menggunakan SPOK (Subyek Predikat Obyek Keterangan) dalam berbahasa Indonesia karena tidak terbiasa membaca dan menulis. Namun, hal itu harus dilakukan karena mereka bakal masuk ke dunia akademis.
Menyinggung alur penerimaan mahasiswa jalur khusus disabilitas tersebut, Slamet mengatakan, setelah mendaftar maka data calon mahasiswa akan diverifikasi pada 27-30 Juni 2016. Hasil verifikasi kemudian diumumkan. Mereka yang lolos baru membayar biaya pendaftaran pada 4-22 Juli 2016.
Selanjutnya, mereka yang lolos mengikuti psikotes dan tes kesehatan pada 1 Agustus 2016 serta simulasi perkuliahan pada 2 Agustus 2016. Tahapan tes wawancara pada 3 Agustus 2016 dan pengumuman akhir pada 5 Agustus 2016.
Baca Juga
Ujian psikotes itu, ujar Tohari, untuk mengetahui apakah jurusan yang dipilih sesuai dengan kondisi dan kemampuan mereka. Sedangkan, ujian simulasi kelas untuk mengukur kemandirian siswa dan wawancara orangtua untuk mengetahui dukungan orangtua terhadap anaknya menempuh pendidikan tinggi yang sama dengan mahasiswa lainnya.
"Untuk keterangan disabilitas peserta tes, kami perlu surat keterangan dokter atau dari rumah sakit atau puskesmas, sebab yang masuk jalur ini memang benar-benar khusus. Contohnya, kalau hanya jempol tangannya yang hilang, memang penyandang disabilitas, tapi kan tidak ada masalah dibanding penyandang lainnya," tutur Tohari.
Slamet mengaku tidak memaksakan diri memenuhi kuota yang ditetapkan karena calon mahasiswa baru difabel diharuskan memenuhi standar dan kriteria yang ditetapkan. Hal itu sebagai respons minimnya minat kaum difabel mendaftar lewat jalur khusus itu.
"Kalau ternyata yang memenuhi syarat dan standardisasi hanya 10 orang, kami tak akan paksakan harus menerima 20 atau 25 mahasiswa, tapi tetap 10 orang yang memenuhi syarat dan kriteria serta lolos dalam berbagai tes," ujar Slamet seperti dilansir Antara.
Menurut dia, jalur mandiri yang diberlakukan untuk seleksi mahasiswa baru khusus disabilitas berbeda dengan mahasiswa lain. Selain ada kriteria khusus, calon mahasiswa baru disabilitas tidak diharuskan membayar biaya penuh seperti yang diberlakukan pada jalur mandiri pada umumnya.
"Mereka yang disabilitas ini punya keistimewaan skema masuk. Yang tidak mampu dari segi biaya akan kita advokasi untuk mendapatkan beasiswa," ujar Slamet.