Liputan6.com, Semarang - Setelah penggusuran Kampung Kebonharjo, Semarang, yang dilanjutkan dengan pengukuran tanah oleh PT KAI, drama berlanjut dengan pengajuan tuntutan warga yang tergusur.
Sebanyak 73 kepala keluarga didampingi 26 anggota tim pengacara menuntut PT KAI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) membayar kerugian materil dan imateril sebesar Rp 70 miliar yang dialami mereka. Pembongkaran paksa yang berlangsung pada 19 Mei 2016 itu mengakibatkan para penggugat cemas, takut dan tidak tenteram.
Sidang perdana gugatan warga Kebonharjo bernomor 239/Pdt.G/2016/PN.SMG berlangsung Selasa kemarin, 14 Juni 2016, di PN Semarang. Namun, pihak tergugat, yakni PT KAI, tidak menghadiri sidang perdana itu.
"Karena kedua pihak tergugat tidak menghadiri persidangan, sidang ditunda hingga seminggu ke depan," kata hakim ketua Eni Indriyatini.
Ketidakhadiran para tergugat mengecewakan warga Kebonharjo. Mereka menilai baik PT KAI maupun BPN tidak menghormati hukum dan membuat masalah menjadi terkatung-katung.
Baca Juga
"Warga sudah mengorbankan waktu agar masalah cepat selesai," kata Dwi Rohmat, salah seorang warga Kebonharjo.
Sementara itu, staf khusus Wakil Presiden Deputi Ekonomi Kementerian Sekretariat Negara Togar Arifin mendatangi bekas lokasi penggusuran warga Kebonharjo. Dalam kunjungan itu, ia berjanji untuk mempelajari penolakan warga.
"Kunjungan saya ke sini saya ingin mempelajari permasalahan warga di sini seperti apa," kata Togar.
Meski begitu, staf Jusuf Kalla itu menegaskan reaktivasi rel kereta api tetap akan berlanjut. Meski demikian, ia berusaha meyakinkan reaktivasi akan menggunakan pendekatan berbeda.
"Akan dipertimbangkan cara yang digunakan agar lebih bagus," kata Togar.