Liputan6.com, Bandar Lampung - Pemerintah Indonesia terus berusaha untuk mengeluarkan tiga taman nasional dari Daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.
Ketiga taman nasional itu adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, serta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Provinsi Lampung dan Bengkulu.
Heri Subagiadi, Direktur Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan agar bisa mengeluarkan ketiga taman nasional itu dari daftar dalam bahaya, ada tujuh indikator utama dalam DSOCR (Desired State of Conservation for The Removal of Property from The List of World Heritage in Danger) dan Corrective Measure harus diprioritaskan.
Advertisement
"Antara lain kondisi tutupan hutan, tren populasi spesies kunci, pembangunan jalan, pertambangan, tata batas kawasan, penegakan hukum, dan pengelolaan lanskap," kata Heri Subagiadi, dilansir Antara, Rabu (26/10/2016).
Dia menjelaskan Pemerintah Indonesia dan Komite Warisan Dunia UNESCO menetapkan dokumen DSOCR dan Corrective Measure sebagai panduan aksi bagi para pihak untuk mengeluarkan hutan tropis Sumatera dari daftar dalam bahaya.
Baca Juga
Dokumen tersebut ditetapkan pada 2013 lalu. Wujud pelaksanaannya, pemerintah telah menutup pertambangan tradisional ilegal dalam kawasan TNKS, mencabut dan meratakan perkebunan sawit di TNGL, menyelenggarakan patroli terpadu serta monitoring sebaran dan populasi spesies kunci yang didukung dengan aplikasi SMART di ketiga taman nasional bersama para mitra.
TNGL, TNKS, dan TNBBS, termasuk ke dalam Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera.
Sejak penetapan ketiga taman nasional itu sebagai Situs Warisan Dunia dalam Bahaya (In Danger) 2011 lalu, Pemerintah Indonesia dan Komite Warisan Dunia membuat rencana dukungan negara bagi aksi konservasi untuk mengeluarkan aset dari daftar Warisan Dunia dalam Bahaya.
Terluas di Asia Tenggara
Noviar Andayani, Country Director WCS-IP mengatakan upaya mengeluarkan TRHS dari warisan dunia dalam bahaya merupakan upaya penting yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.
Ada beberapa hal yang diharapkan dari keluarnya TRHS dari Warisan Dunia dalam Bahaya. Pertama, keluarnya TRHS dari daftar dalam bahaya diharapkan dapat meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia.
Kedua, kembalinya TRHS ke dalam situs warisan dunia akan meningkatkan potensi sektor wisata, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan pereknomian Indonesia.
Lalu yang ketiga, keluarnya TRHS dari Warisan Dunia dalam Bahaya menunjukkan pengelolaan taman nasional yang lebih baik, efektif, dan efisien.
Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera meliputi kawasan seluas 2.595.124 hektare. Kawasan di gugus pegunungan Bukit Barisan tersebut menjadi salah satu kawasan konservasi paling luas di Asia Tenggara.
UNESCO mencatat Hutan Tropis Sumatera merupakan rumah bagi 10 ribu spesies tumbuhan, 201 spesies mamalia, dan 580 spesies burung.
Hutan ini juga menjadi habitat yang signifikan bagi konservasi in-situ mamalia yang membutuhkan ruang jelajah yang luas seperti harimau Sumatera, orangutan Sumatera, gajah Sumatera, dan badak Sumatera.
TNGL, TNKS, dan TNBBS ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera karena memiliki fenomena dan keindahan alam yang luar biasa. Ketiganya menjadi contoh bagi kelangsungan proses ekologi dan biologi dalam evolusi perkembangan ekosistem, tumbuhan dan hewan, serta memiliki habitat dan keanekaragaman hayati yang beragam.
Lima tahun belakangan ancaman kerusakan dan tekanan perambahan terhadap ketiga kawasan konservasi itu terus membayangi. Padahal, UNESCO telah menetapkan ketiga taman nasional di Pulau Sumatera itu menjadi Situs Warisan Dunia atau World Heritage Site sejak 2004.
Artinya, meskipun berada di wilayah Republik Indonesia, warga dunia juga ikut memiliki kehadiran dan fungsi hutan hujan tropis dataran rendah terakhir di Indonesia itu.
Advertisement