Liputan6.com, Malang - Lahir bertepatan perayaan Hari Natal, membuat seorang warga Jalan Sangadi, RT 24 RW 08, Dusun Wates, Desa Wonomulyo, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, diberi nama Slamet Hari Natal.
Lantaran namanya dinilai tak umum, pria berusia 54 tahun itu memiliki sebuah pengalaman unik lima tahun lalu. Saat itu, warga Malang itu bekerja sebagai pengemudi hendak menyeberang ke Bali mengantarkan wisatawan. Namun, KTP-nya disita saat pemeriksaan oleh petugas di Pelabuhan Ketapang.
"KTP saya kadaluarsa, tapi seorang petugas malah meminta untuk disimpannya. Dibuat kenang-kenangan, namanya unik," ucap Slamet di Malang, Selasa, 27 Desember 2016.
Advertisement
Tak semua pengalaman unik atau lucu yang diterima suami dari Setyowati ini. Ia mengaku sering kesulitan mengurus administradi kependudukan. Petugas harus mengecek ulang guna memastikan nama itu benar pemberian orangtua Slamet.
Advertisement
Baca Juga
"Mereka heran, kok ada nama seperti nama. Karena harus cek ulang nama ini pengurusan administrasi jadi lebih lama," tutur Slamet.
Administrasi kependudukan itu seperti akta kelahiran bagi ketiga anaknya, yakni Arif Wendi Yunianto Ferdiansyah, Nova Dewi Nurayomi Ayu dan Guruh Tedy Prasetyo Susanto. Termasuk saat mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK untuk putra bungsunya, Guruh Teddy Prasetyo yang mendaftar calon anggota TNI.
Slamet mendapat beragam pertanyaan. Beruntung pertanyaan itu hanya seputar pemberian nama. Dengan demikian, tak sampai mengganggu pendaftaran putranya yang kini berdinas sebagai anggota TNI di Brigif 24 Tanjung Selor, Kalimantan Utara.
Slamet putra pertama dari pasangan Samsuri dan almarhumah Ngatinah. Berasal dari keluarga muslim dan lahir pada 25 Desember 1962, hari kelahirannya itu bertepatan dengan Hari Natal. Sang ibu saat persalinan dibantu bidan Akaskio, Kebonsari, Kecamatan Tumpang. Bidang itu pula yang menyarankan pemberian nama Slamet Hari Natal.
"Sejak kecil tak ada masalah dengan nama itu, paling juga teman memanggil Slamet Yesus sebagai panggilan akrab. Itu juga bukan sebuah persoalan," ujar Slamet.
Ia tak pernah merasa malu dengan nama pemberian kedua orangtuanya itu. Sebaliknya, ada pesan toleransi dan saling menghormati lewat nama itu. Sebagai seorang muslim, Slamet percaya perbedaan itu ada dan harus saling menghormati untuk menjaganya.
"Saya muslim, tapi sesama manusia harus saling menghormati meski berbeda keyakinan," ucap dia.
Slamet selama ini dikenal sebagai sosok pekerja keras dan ringan tangan terhadap sesama. Perangkat desa setempat, Sudarmo menilai pribadi pemilik nama unik itu patut diapresiasi lantaran sering membantu sesama.
"Pak Slamet ini orang paling pertama kalau ada kegiatan sosial, mudah membantu orang lain," ujar Sudarmo.
Â