Bayi Berusia 2 Hari Tewas dalam Banjir Limapuluh Kota Sumbar

Total korban tewas banjir dan longsor di Limapuluh Kota Sumbar mencapai enam orang.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Mar 2017, 09:02 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2017, 09:02 WIB
Banjir-Sumbar
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Jakarta - Bayi merah yang berusia dua hari menjadi salah satu korban tewas dalam bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar). Bayi tersebut dilahirkan di Puskesmas Pangkalan, wilayah terdampak banjir terparah di Sumbar.

Kepala Pusat Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menerangkan kejadian bermula saat bayi tersebut dimasukkan dalam inkubator pada Rabu, 1 Maret 2017. Saat masih dalam inkubator, tiba-tiba air deras masuk dan merendam Puskesmas Pangkalan.

"Sehingga bayi tidak dapat diselamatkan pada 2 Maret 2017. Saat kejadian, listrik padam karena banyak tiang listrik roboh terkena longsor," kata Sutopo dalam rilis kepada Liputan6.com, Minggu, 5 Maret 2017.

Selain bayi yang belum diberi nama itu, banjir Limapuluh Kota juga menyebabkan lima orang lainnya meninggal dunia. Empat di antaranya tertimbun longsor saat mengantre dalam kemacetan panjang di jalur lintas Riau - Sumbar. Keempatnya adalah Doni Fernandes (33), Teja (19), Yogi Saputra (23), dan Karudin (25).

Sedangkan, seorang lainnya yang hanyut karena banjir atas nama Muklis (45). Ada pula dua warga mengalami korban luka berat masing-masing bernama Syamsul Bahri (22) dan Candra (42).  

Meski begitu, masih ada keluarga yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya dalam bencana banjir dan longsor di sana. Otoritas setempat menetapkan masa tanggap darurat berlaku hingga 9 Maret 2017.

Longsor tersebar pada sembilan titik di Kecamatan Pangkalan, sedangkan banjir tersebar pada tujuh kecamatan dengan titik banjir tertinggi mencapai 1,5 meter di Kecamatan Pangkalan

"Banjir disebabkan oleh meluapnya Sungai Batang Maek di Kecamatan Pangkalan, Sungai Batang Kapur di Kecamatan Kapur IX, Sungai Batang Sinamar di Lareh Sago Halaban, dan Sungai Batang Harau di Kecamatan Harau," kata Sutopo.

Hingga saat ini, akses jalan nasional yang menghubungkan Sumbar–Riau putus dan belum dapat dilalui akibat longsor. Sebagian material longsor sudah dibersihkan dengan mengerahkan alat berat. Namun, ada ruas jalan yang longsor dan ambles, sehingga perlu diperbaiki.

Kondisi listrik belum semuanya pulih. Longsor menyebabkan beberapa instalasi milik PLN rusak. Akibatnya, 117 gardu listrik terpaksa dipadamkan dan 14.657 pelanggan PLN tak teraliri listrik.

Perbaikan jaringan listrik terkendala jalan yang rusak dan tertimbun longsor. PLN Wilayah Sumbar saat ini terus berupaya untuk memperbaiki jaringan listrik yang terputus itu.

BNPB terus mendampingi BPBD dalam penanganan darurat. Kepala BNPB, Deputi Penanganan Darurat BNPB dan personil Tim Reaksi Cepat telah berada di lokasi bencana. Koordinasi dengan Bupati Kabupaten Limapuluh Kota dan unsur lainnya dilakukan.

BNPB menyerahkan bantuan Rp 500 juta dana siap pakai untuk operasional penanganan darurat kepada BPBD Kabupaten Limapuluh Kota. BPBD bersama TNI, Polri, Basarnas, Tagana, PMI, SKPD, relawan dan masyarakat melakukan penanganan darurat.

Bantuan terus dikirim ke lokasi bencana. Sebagian besar masyarakat telah kembali ke rumah masing-masing membersihkan rumah karena banjir sudah surut.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah alat berat, mobil tanki air, makanan siap saji, makanan, air bersih, peralatan rumah untuk membersihkan lumpur, dan obat-obatan.

Menggenangi Desa di Riau

Banjir dan longsor
Banjir dan longsor menerjang Jalan Lintas Sumatera Barat-Riau, tepatnya di KM 17 Koto Alam, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten 50 Kota, Sumbar. (Foto: Sutopo Purwo Nugroho/BNPB)

Sementara itu, banjir yang terjadi di perbatasan Sumatera Barat mulai menggenangi sejumlah desa yang berada di bantaran Sungai Kampar, Provinsi Riau, pada Minggu, 5 Maret 2017.

"Secara umum, permukaan air sungai mulai naik, tapi masih dalam kondisi stabil. Namun, terdata sejumlah desa mulai digenangi air," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger, di Pekanbaru, dilansir Antara.

Banjir kiriman sebelumnya diprediksi akan terjadi di wilayah Kampar, terutama permukiman di sepanjang bantaran Sungai Kampar.

Hal itu disebabkan meningkatnya debit air waduk PLTA Koto Panjang menyusul meningkatnya curah hujan di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) sebagai tampungan air dari provinsi tetangga tersebut.

Sejak Jumat, 3 Maret 2017, lima pintu waduk dibuka guna mengurangi debit air yang mencapai 82 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau dalam kategori bahaya.

Edwar menuturkan banjir dengan ketinggian berkisar 30 cm hingga 70 cm terpantau terjadi di Desa Kampung Panjang, Kecamatan Kampar Utara. Terdapat 10 rumah yang terendam banjir di wilayah itu.

Banjir juga terpantau di Desa Lubuk Siam, Kecamatan Siak Hulu. Sebanyak enam rumah sepanjang bantaran Sungai Kampar di desa itu terendam.

Selain itu, akses jalan ke desa tersebut juga dilaporkan putus karena tergenang banjir dengan ketinggian 70 cm. "Banjir juga terpantau Pulau Jambu, Air Tiris dan Gunung Sahilan. Sekitar 60 rumah terendam," kata dia.

Selain banjir, Edwar juga mengatakan hujan dengan intensitas tinggi juga menyebabkan longsor tepatnya di Desa Gem, Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Akses transportasi ke desa itu dilaporkan terputus.

Edwar turut melaporkan jalan provinsi di Tanjung Emas dan Lubuk Agung, Kecamatan Kampar Kiri rusak. "Jalan rusak terpantau sepanjang 14 kilometer dengan jenis kerusakan berupa lobang sedalam 1-2 meter," ujar dia.

Akibatnya, sekitar 3.160 kepala keluarga di lima desa di Kecamatan Kampar Kiri menjadi terisolasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya