Longsor di Dusun Nyalindung Sumedang, Ini 9 Rekomendasi Badan Geologi

Kejadian bencana gerakan tanah tersebut memiliki tipe rayapan atau nendatan dan longsoran atau gelinciran.

oleh Arie Nugraha Diperbarui 12 Mar 2025, 09:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2025, 09:00 WIB
gerakan tanah, sumedang
Tangkap layar peta lokasi gerakan tanah di Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. (sumber foto: PVMBG Badan Geologi)... Selengkapnya

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan 9 rekomendasi terkait bencana gerakan tanah atau tanah longsor di Dusun Nyalindung RT. 002, RW. 010, Desa Cimanggung, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada Jumat, 21 Februari 2025.

Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, kejadian bencana gerakan tanah tersebut memiliki tipe rayapan atau nendatan dan longsoran atau gelinciran.

"Mengingat curah hujan yang masih tinggi dan masih adanya potensi gerakan tanah di daerah tersebut, untuk menghindari terjadinya longsor susulan yang lebih besar dan jatuhnya korban jiwa, maka disarankan masyarakat yang tinggal dan beraktivitas serta pengguna jalan di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah terjadi hujan lebat dengan durasi yang cukup lama," ujar Wafid dalam keterangan tertulisnya, dicuplik Bandung, Sabtu (8/3/2025).

Wafid menyebutkan pula untuk satu bangunan yang rusak dan sekitar delapan bangunan terancam gerakan tanah agar lebh meningkatkan kewaspadaan.

Wafid menyarankan agar warga sementara waktu dipindahkan tempat yang lebih aman, hingga mitigasi struktural selesai dilakukan.

"Rekayasa penanganan keruntuhan pada lereng berupa tembok penahan tanah (TPT) atau dinding penahan tanah (DPT) sepanjang akses jalan dusun disertai dengan sistem drainase yang sesuai dengan pedoman dan aturan yang berlaku," kata Wafid. Lokasi bencana juga harus melakukan penataan sistem drainase dengan sistem aliran yang kedap, serta mengalihkan aliran menjauhi retakan atau area yang longsoran.

Masyarakat setempat diimbau melakukan pemantauan menerus terhadap perkembangan retakan. Jika terjadi perkembangan yang menerus pada retakan yang telah ada agar segera mengungsi dan melaporkan ke pemerintah daerah setempat.

"Jika retakan terus berkembang dan meluas, maka bangunan terancam sebaiknya direlokasi ke tempat yang lebih aman," sebut Wafid.

Selain itu agar gerakan tanah tidak meluas, di lokasi kejadian bencana sebaiknya memelihara atau mempertahankan, menanam dan memperbanyak tanaman keras berakar kuat dan dalam secara berjenjang untuk memperkuat lereng.

Masyarakat juga diminta tidak mengembangkan genangan air atau kolam dan pemukiman di atas, pada, dan di bawah lereng pada lereng yang miring.

"Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah," tutur Wafid.

Wafid menambahkan masyarakat setempat diimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah setempat dalam penanganan bencana gerakan tanah.

 

Promosi 1

Simak Video Pilihan Ini:

Mekanisme Terjadinya Gerakan Tanah Dusun Nyalindung

Sebelumnya, hujan yang turun pada Dusun Nyalindung menyebabkan terjadi tingginya pasokan air baik aliran permukaan maupun infiltrasi air ke dalam tanah.

Sistem drainase yang kurang tertata dan aliran air permukaan serta peresapan air terus meningkat, mengakibatkan bobot massa tanah dan erosi permukaan semakin meningkat.

"Padatnya bangunan pada lereng atas dan tengah juga mempengaruhi peningkatan beban tanah yang mengakibatkan penambahan gaya pendorong," terang Wafid.

Kondisi tanah yang lunak dengan kemiringan lereng yang landai hingga curam, dapat mengakibatkan tanah yang telah jenuh berkurang kekuatan gesernya tersebut mudah untuk bergerak dan terjadi amblasan.

Amblasan yang berpotensi berkembang menjadi longsoran atau runtuhan dapat mengancam pemukiman atau bangunan lainnya yang ada di Dusun Nyalindung.

"Pergerakan tanah terjadi dan terus berlanjut serta satu tititk berkembang menjadi longsoran. Informasi warga, kejadian gerakan tanah juga pernah terjadi beberapa tahun sebelumnya," terang Wafid.

Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat milik Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), daerah bencana termasuk ke dalam Zona Potensi Gerakan Tanah Menengah.

Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng, dan jika terdapat gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali.

"Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai," jelas Wafid.

Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah bulan Februari 2025 di Kabupaten Sumedang, Badan Geologi (PVMBG), lokasi bencana terletak pada potensi Gerakan Tanah Tinggi.

Pada zona ini memiliki potensi tinggi terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

Kondisi Daerah Bencana

Secara umum kondisi (morfologi) Dusun Nyalindung merupakan daerah perbukitan bergelombang menengah. Dusun Nyalindung terletak pada punggungan memiliki kemiringan lereng 3 derajat sampai 45 derajat atau landai-sangat curam.

"Pada area longsoran berada pada lereng bagian atas memiliki kemiringan lereng lebih dari 37 derajat atau lereng yang curam-sangat curam. Setempat terdapat lereng terjal- tegak terutama pada bagian jalan bagian kelokan rumah. Lokasi bencana berada pada ketinggian 750 sampai 820 meter di atas permukaan laut (mdpl)," sebut Wafid.

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi bencana, batuan dasar berupa lapukan batuan jatuhan piroklastika, dengan komponen pumice ukuran 3-5 cm dengan ketebalan lebi dari 5 meter.

Bagian atas merupakan degradasi tanah pelapukan lempung pasiran berwarna coklat, lunak, jenuh, porositas sedang, plastisitas rendah, dan mudah runtuh pada ketebalan kurang dari 1,5 meter.

"Berdasarkan alat soil penetrometer yang ditekan pada tanah secara konstan pada kedalaman hingga 1 meter, tercatat nilai resistensi tanah terhadap penetrasi (kurang dari 50cm) adalah 30-40kpa, dan (50cm-1m) adalah lebih dari 100 kpa," tutur Wafid.

Hasil Penetrometer itu mengindikasikan lapukan dari tanah pada lokasi bencana memiliki nilai resistensi rendah dengan kategori tanah lemah dan memerlukan penguatan struktrual jika tanah tersebut digunakan untuk kontruksi bangunan.

Diatas batuan dasar di tutupi oleh tanah humus yang berwarna coklat tua, gembur, mudah runtuh dengan ketebalan kurang dari 40 cm.

"Satuan batuan di atas dapat disebandingkan dengan satuan batuan-batuan hasil gunung api muda tak teruraikan (Qyu) pasir tufan, lapilli, breksi, aglomerat dari Gunung Tampomas," kata Wafid mengutip Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa (P.H. Silitonga, 1973).

Keairan dan Tata Guna Lahan

Pola aliran sungai berdasarkan intepretasi model elevasi digital membentuk pola-pola dendritik (seperti cabang pohon), dimana mencerminkan daerah dengan batuan dasar yang seragam.

Drainase (keairan) dalam kondisi sangat melimpah terutama pada musim hujan. Air permukaan (run off) mengalir bebas di permukaan, drainase tidak kedap air dan kurang tertata, sehingga air permukaan dari pembuangan permukiman dan air hujan tidak terkendali dan meresap ke dalam tanah melalui celah atau retakan.

"Aliran air permukaan mengalir ke arah lembah dimana terdapat sungai berukuran lebar 1 meter yang letaknya pada lereng bawah lokasi bencana," ungkap Wafid.

Penampakan pada alur sungai memiliki debit air yang besar, dan terlihat terjadi limpasan (overflow) air sungai beserta sampah pada area persawahan.

Kedalaman muka air tanah terlihat pada sumur warga di lokasi bencana berkisar 20-30 meter. Informasi warga juga memanfaatkan Mata Air Cirengas yang dialirkan melalui pipa-pipa atau selang untuk kebutuhan sehari-hari.

"Tata guna lahan di sekitar lokasi bencana didominasi oleh pemukiman, lahan basah seperti persawahan, palawija dan kebun campuran," ujar Wafid.

Pada lereng bagian atas terdapat pemukiman padat penduduk yang terpusat pada punggungan atas hingga pada lereng tengah.

Ladang dan kebun warga sebagian besar terdapat vegetasi bambu yang berada di lereng bagian tengah. Lahan persawahan, kolam ikan dan lahan basah lainnya terdapat pada bagian bawah lereng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya