Liputan6.com, Sidrap - Selain menyimpan buku sejarah yang menuliskan kisah hidup tentang orangtua kandung BJ Habibie, Wa' Lampu juga mengaku menyimpan sejumlah benda yang diakuinya merupakan peninggalan dari orangtua BJ Habibie.
Benda itu adalah dua buah cincin, sebuah gelang dan sekeping uang kain. Menurut Wa' Lampu benda-benda itu juga merupakan warisan dari kakeknya dan merupakan benda milik orangtua BJ Habibie versi buku milik Wa' Lampu.
"Iya ada dua buah cincin, satu gelang dan uang koin," kata Wa' Lampu kepada Liputan6.com, Minggu, 5 Maret 2017.
Kedua cincin itu menurut Wa' Lampu merupakan milik ibu BJ Habibie, I Carabibi, saat masih hidup. Cincin tersebut merupakan cincin batu permata.
"Saya tidak tahu jenis batu apa ini, yang satu permatanya berwarna merah dan yang satunya lagi berwarna krem," kata Wa' Lampu.
Sementara gelang itu, lanjut Wa' Lampu, merupakan gelang milik ibunda BJ Habibie saat I Carabibi masih kecil. "Kalau ini gelang, punya I Carabibi waktu masih kanak-kanak," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Sedangkan, sekeping uang koin peninggalan zaman penjajahan Belanda yang bertuliskan Nederlandsch Indie - 1897 dengan nilai mata uang 2,5 sen itu diakuinya merupakan uang mahar ayahanda BJ Habibie, Puang Sayye, saat hendak melamar ibunda BJ Habibie, I Carabibi.
"Kalau ini uang Panai (mahar suku bugis) Puang Sayye kepada I Carabibi. Dulu ada banyak tapi cuma satu saya simpan," kata Wa' Lampu.
Sebelumnya, Wa' Lampu, kakek tua berusia 80 tahun yang tinggal di sebuah kebun jagung di pedalaman Kelurahan Massepe, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan mengaku menyimpan sejarah hidup BJ Habibie.
Wa' Lampu mengaku mengetahui siapa sebenarnya orangtua BJ Habibie menurut buku usang warisan dari kakeknya yang telah disimpan sejak 1960. Sang kakek, kata dia, melarangnya untuk membuka buku itu hingga Indonesia diperintah oleh tujuh Presiden.
Wa' Lampu kemudian membuka buku itu saat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo dilantik. Sejak saat itu, pria tua itu menjadi buah bibir. Ada yang percaya dengannya hingga berniat mengambil buku itu, tapi ada pula yang tidak percaya karena menganggap Wa' Lampu sudah tidak waras.