Liputan6.com, Garut - Para Ketua RT dan RW di Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat dibuat resah soal buku panduan administrasi kependudukan. Buku dengan judul 'Pedoman Pelaksanaan Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan RT/RW Dalam Kerangka Permendagri No.5 Tahun 2017, Kecamatan Tarogong Kidul' itu dijual Rp 50.000 per buah secara paksa.
Hal itu dikatakan Udung Suherman, Ketua RT 01/15 Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul. Kata dia, pihak desa tiba-tiba memotong uang intensif untuk ketua RT dan RW untuk buku dimaksud.
"Pokoknya pas pembagian uang intensif buat RT/RW, petugas desa langsung memotongnya untuk pembayaran buku itu," ujar Udung, Senin (10/4/2017).
Buku tersebut merupakan buku pedoman mengenai kependudukan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pada bagian bawah kanan buku itu tertera, 'Buku Administrasi Kependudukan RT/RW Disesaikan dengan Permendagri Nomor 32 tahun 2006'. Pun demikian, apakah jual beli buku itu hanya modus pungutan liar (pungli), tak ada yang tahu.
Baca Juga
"Tidak tahu apakah inisiatif desa (jual beli itu) atau memang desa lain pun ada (buku) itu," kata dia.
Buku tersebut berisikan tentang sejumlah pedoman tugas pokok dan fungsi RT-RW, kemudian ada juga soal panduan tentang surat keterangan pindah untuk warga, surat keterangan kelakuan baik, surat keterangan nikah, dan surat keterangan kematian.
"Kalau masyarakat atau pihak desa menyebutnya itu buku serbaguna," ujarnya.
Awalnya seluruh surat atau berkas administrasi kependudukan yang dibutuhkan masyarakat seperti, surat keterangan pindah, surat keterangan kelakuan baik, surat keterangan nikah, surat keterangan kematian diberikan secara gratis alias cuma-cuma pihak desa. "Masyarakat cukup memintanya ke desa," kata dia.
Namun dalam satu tahun terakhir, justru dibukukan dan mewajibkan para ketua RT-RW membelinya. "Mau bagaimana lagi, kami ikut sebab langsung dipotong saat pencairan dana intensif," ujarnya.
Kondisi serupa diakui Ketua RW 15, Desa Jayaraga Ahmad Sahid. Menurutnya penjualan buku itu tanpa pemberitahuan dan sosialisasi terlebih dahulu pihak aparat desa.
"Memang sangat dibutuhkan, karena ada panduan buat tugas kami namun anehnya justru diperjualbelikan," ujarnya dengan raut muka wajah keheranan.
Ahmad mengatakan, agar keberadaan buku tersebut optimal, seharusnya pemerintah memperbanyak buku itu dan dibagikan secara gratis untuk membantu tugas para RT-RW di lapangan. Terutama untuk warga yang lagi mengurus administrasi kependudukan.
"Bukan justru sebaliknya malah dijual tanpa pemberitahuan seperti itu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Jayaraga, Kusna Kusdana mengakui, pembuatan buku panduan administrasi kependudukan merupakan inisiatif dari pihak desa dengan bantuan rekanan desa yang selama ini mengerjakan proyek desa. "Biar mudah saja, kalau memang saling menguntungkan kenapa tidak," ujarnya.
Kusna mengakui hingga kini tidak ada landasan hukum yang ia gunakan terkait pembuatan buku administrasi kependudukan tersebut. "Kalau landasanya (hukum) ya tidak ada, tapi kami hanya menjual saja hasil dari rekanan," ujarnya.
Ia mengklaim kehadiran buku tersebut justru memberikan kemudahan bagi aparatur desa termasuk ketua RT-RW dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. "Tidak usah foto copy lagi surat pindah dan lainnya, kan sudah ada tinggal minta," ungkapnya.