Kenapa Yani Tak Kunjung Hadiri Sidang Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 M?

Yani yang semestinya menghadiri sidang mediasi atas perkara gugatan terhadap ibu kandung senilai Rp 1,8 M tak jadi hadir.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 13 Apr 2017, 12:31 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2017, 12:31 WIB
Kenapa Yani Tak Kunjung Hadiri Sidang Gugat Ibu Kandung Rp 1,8 M?
Yani yang semestinya menghadiri sidang mediasi atas perkara gugatan terhadap ibu kandung senilai Rp 1,8 M tak jadi hadir. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut – Yani Suryani, salah satu penggugat ibu kandung sebesar Rp 1,8 miliar di Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, urung hadir dalam persidangan lanjutan  yang beragendakan mediasi pada hari ini.

"Biar saya saja, dia tidak hadir hari ini," ujar Handoyo Adianto, suami Yani sekaligus penggugat, tanpa menjelaskan ketidakhadiran sang istri di Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, Kamis (13/4/2017).

Menurut dia, ketidakhadiran Yani yang merupakan anak ke-6 dari tergugat satu Siti Rokayah alias Amih (83). Ia juga tidak memaksa istrinya untuk hadir.

"Dia kan hari ini belum mengambil keputusan, namun saya tidak akan banding. Kita lihat saja nanti hasil sidangnya bagaimana," ujar Handoyo.

Sementara itu, Amih, ibu kandung yang digugat sang anak hadir menggunakan kursi roda serta bantuan beberapa petugas pengadilan, Siti Rokayah alias Amih (83), tergugat kasus perdata Rp 1,8 miliar, akhirnya memenuhi undangan pihak pengadilan untuk menjadi saksi prinsipal dalam kasus perdata yang membelitnya.

"Kondisinya sehat, insyaaallah Amih bisa mengikuti sidang," ujar Johan Jauhari, kuasa hukum tergugat Amih, menjawab pertanyaan majelis hakim mengenai kesiapan tergugat mengikuti jalannya sidang.

Selain dihadiri saksi prinsipal dari kedua belah pihak, lpersidangan lanjutan itu juga dihadiri beberapa pejabat publik seperti Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi yang merupakan Bupati Purwakarta dan istri Bupati Garut Diah Kurniasari Gunawan.

Bupati Dedi yang mengikuti jalannya persidangan, mengaku siap membayar seluruh gugatan yang disampaikan penggugat asalkan mendapatkan persetujuan pengadilan.

"Namun, Asep pun punya kewajiban bayar kepada Pak Handoyo," ujar Dedi setelah meninggalkan ruang sidang pengadilan.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, kasus utang piutang itu terjadi sekitar 2001. Saat itu, penggugat meminjamkan uangnya kepada Asep sebesar Rp 20 juta. Seiring berjalannya waktu, penggugat mengakumulasi seluruh kewajiban utang Asep sehingga angkanya membengkak menjadi Rp 1,8 miliar.

"Kalau hitungan saya, kan katanya waktu pinjam harga emas Rp 80 ribu, sekarang Rp 320 ribu kali saja dengan angka pinjaman saat itu. Kalau tidak salah jumlahnya Rp 150 juta, saya siap bantu bayar. Saya sudah berikan pertama ke Amih Rp 20 juta. Kalau hasilnya (pengadilan) sudah selesai, sisanya Rp 130 juta tinggal bayar," ujar Dedi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya