Liputan6.com, Bandung – Dalam pertunjukan wayang malam itu, untuk membuktikan kesuciannya, Sinta terpaksa harus masuk ke tengah api pembakaran. Ia yang tampil lebih trendi malam itu menceburkan diri ke tengah kobaran api. Sedangkan Rama, pria idamannya telah lama meragukannya.
Api lalu menjilat-jilat tubuhnya. Tak lama sosok perempuan ayu muncul dengan kesan yang lebih elegan. Sinta rupanya tak mati, kesuciannya terbukti.
Begitulah dalang Mohamad Tavip memainkan lakonnya. Tavip menceritakan kisah Rama dan Shinta, lakon yang diangkat dari novel Sujiwo Tejo berjudul Rahvayana: Aku Lala Padamu.
Gemuruh tepuk tangan langsung memecah kesunyian acara Munggah Menggugah di pelataran Kebun Seni Bandung, Jawa Barat, Rabu, 24 Mei 2017. Acara menyambut Ramadan itu diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Saya tidak bercerita atau menambah apapun karena syairnya sudah jelas. Di sini saya memvisualisasikan syair-syair itu dengan bahasa visual (Wayang Tavip)," ujar Tavip.
Di sela pertunjukan, Tavip selalu menyelipkan pesan, termasuk saat menampilkan kisah Rahvayana. Secara keseluruhan, kata dia, kisah itu menceritakan tentang wanita
Baca Juga
Advertisement
"Yang saya tangkap kebanyakan orang menilai Rahwana itu selalu jahat. Tapi menurut Sujiwo Tejo itu dia adalah pria sejati. Bayangkan dia punya adikuasa, menculik istri orang tetapi selama disekap itu disentuh pun tidak. Kalau zaman sekarang perempuan diculik, tahu sendiri akhirnya bagaimana," katanya.
Menurut Tavip, penampilan Rahvayana sendiri menjadi yang keempat. Durasi bermain pun sekitar 34 menit. "Saya selalu izin ke beliau setiap akan tampil," ucapnya.
Wayang Tavip ini cukup unik. Tak ada panggung megah apalagi gamelan lengkap. Di sana hanya ada layar putih, wayang berbahan plastik dan tiga orang dalang di belakang panggung dengan lantunan musik yang telah jadi.
Di balik layar, wayang ini dimainkan oleh lima orang. Mereka bertugas sebagai penata musik dan lampu. Sedangkan, dalang hanya tiga orang termasuk Tavip.
Adapun Tavip sebagai dalang tak menggunakan baju adat sebagaimana biasanya dalang berpenampilan. Pertanyaan muncul, apa sebenarnya Wayang Tavip?
Meski sekilas serupa, Wayang Tavip tetaplah berbeda dari wayang biasa. Perbedaannya terletak pada wayang yang menggunakan medium transparan.
Jika pada wayang kulit bayangan berwarna gelap saat terkena cahaya, Wayang Tavip justru menampilkan warna sesuai dengan karakter wayang tersebut. Ornamen-ornamen pada wayang juga tetap utuh dan terlihat jelas ketika dipentaskan.
Wayang Limbah Plastik
Keunggulan dari wayang kontemporer ini adalah bahan baku yang terbuat dari berbagai limbah plastik. "Saya pakai botol atau gelas air mineral bekas untuk membuat tokoh dan karakter wayang," kata dia.
Tavip mengenalkan wayang buatannya saat dia menyelesaikan disertasi tugas akhir S-2 di ISI Surakarta. "Sehingga waktu tugas akhir S-2 saya biayanya paling murah," ia mengungkapkan.
Barang-barang bekas itu dikumpulkan lalu dibuat penokohan wayang dan properti lainnya untuk melengkapi pertunjukan. Selain itu, Tavip menggunakan suara-suara dari set musik yang disiapkan oleh tim khusus. Tim ini memainkan musik untuk pembukaan hingga akhir cerita.
"Cara bermainnya ketat sekali, terlambat sedikit musik bisa lari ke mana," ucapnya.
Seni pertunjukan Wayang Tavip sudah sering berkeliling ke berbagai kota di Indonesia. Wayang ini juga beberapa kali mampir ke sejumlah negara di antaranya Vietnam, Cyprus, Spanyol, Yunani dan Taiwan. Di samping itu, Tavip juga pernah mengisi sejumlah workshop atau bengkel kerja.
"Ketika bertemu orang luar negeri misalnya, mereka nggak mengira bahannya dari limbah. Mereka juga bilang Wayang Tavip ini cocok sebagai jembatan karena secara visual mirip ketika nonton TV," ujarnya.
Nama Tavip adalah pemberian dari Norbertus Riantiarno, pendiri Teater Koma. Nama ini juga diambil dari istilah Vivere Pericoloso yang artinya Hidup Secara Berbahaya menurut ungkapan dalam bahasa Italia. Pada 17 Agustus 1964, Presiden pertama RI Sukarno atau Bung Karno pernah berpidato sekaligus menamakan tahun tersebut sebagai Tahun Vivere Pericoloso yang disingkat menjadi Tavip.
Sebelum mementaskan wayang ini, Tavip bersama komunitasnya sering berlatih di rumah yang berlokasi di daerah Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Dia dibantu para pemuda Karang Taruna setempat.
Advertisement
Niat Berhenti Mendalang
Sebelum dikenal sebagai Wayang Tavip, awalnya sang penggagas Muhammad Tavip membuat gambar motekar. Pada 1993, Tavip bersama rekannya Herry Dim mementaskan motekar untuk menghibur anak-anak di Bandung.
"Dulu pakai OHP bikinnya kalau gambar dinaikin sedikit jadi blur, mainnya juga sulit. Sampai suatu waktu saya berpikir bagaimana bisa memainkan ini secara fleksibel tanpa pakai OHP," terang Tavip.
Tavip kemudian menemukan ide ketika lampu di rumahnya padam. Sorotan lampu senter yang dipakai untuk menerangi kegelapan rupanya memberikan efek pantulan bayangan yang lebih baik ketimbang OHP.
"Saya bilang ke Kang Herry kalau pakai senter cocok. Akhirnya kita kembangkan dari lampu motor yang menggunakan arus DC (direct current)," ia membeberkan.
Pria kelahiran 27 Oktober 1964 ini tak menampik jika pertunjukan wayang dianggap kuno. Bahkan, yang sering terbayangkan wayang sebagai suatu pertunjukan yang jalan ceritanya sulit dimengerti.
Menurut Tavip, cerita yang dimainkan tidak melulu kisah Ramayana atau Mahabharata. Cerita yang disuguhkan kepada penonton itu berdasarkan kekinian dengan peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat.
"Bebas tergantung pesanan. Teman saya mau menikah ingin dihibur juga bisa," ucap dia.
Dalam sejumlah penampilan, Tavip pernah menampilkan cerita-cerita yang berkembang di masyarakat mulai dari Si Pitung, Jacky dan Jeni hingga Sie Jin Kwie. Hal itulah yang membuat anak-anak menggemari wayang ini.
Di sela kesibukannya mengajar di ISBI Bandung, Tavip tetap mempertunjukkan wayangnya. Kepada mahasiswa maupun anak-anak Karang Taruna, dia berharap seni pertunjukan Wayang Tavip dapat dilanjutkan.
"Cita-cita saya tahun 2018 saya tidak main (mendalang) lagi. Saya pun sedang menyiapkan seperangkat alat wayang yang nanti akan saya sebarkan saja. Saya bilang juga kepada teman-teman silakan jalan dan lebih banyak mengeksplorasi," tutur dia.